BAB 19

182 62 9
                                    

Sakit kepala menyebalkan dan entah bagaimana, Chiquita sering kali merasa sangat sensitif setiap sakit kepala menyerang.

Jadi, saat rasa sakit itu menghilang pada hari terakhir mereka berlibur sebelum ayah mereka kembali dari Paris, Chiquita merasa tenang karena dia tidak terganggu dengan rasa sakit di kepalanya itu.

Mereka tidak pergi ke pantai setelah berhari-hari pergi ke pantai. Bukan bosan tapi Ahyeon dan Rami bersikeras bahwa hari itu mereka harus pergi berbelanja dan lebih banyak kuliner.

Dan itu artinya, akan ada banyak makanan. Membayangkan banyak makanan seharusnya membuat Chiquita senang tapi saat langkah mereka terhenti pada salah satu gerobak makanan lain, Chiquita hanya bisa menghela nafas.

“Ada apa, Chiquita?” Tanya Rami.

“E-eh, tidak apa-apa, unnie...” Jawab Chiquita, sedikit tergagap karena rupanya Rami menyadarinya.

“Helaan nafasmu mengatakan yang sebaliknya. Tolong beritahu aku. Ada apa?” Tanya Rami, mendesaknya dengan penuh kelembutan.

Chiquita harus terbiasa melihat Rami yang lembut terhadapnya seperti ini dan dia harus selalu menekankan dalam benaknya bahwa Rami telah berubah menjadi orang yang jauh lebih baik.

“Tidak apa-apa, unnie. Hanya sedikit mual saja membayangkan berapa banyak makanan yang harus aku makan.” Keluh Chiquita, jujur. Kali ini tanpa takut karena dia tahu Rami tak akan menghakiminya.

“Tapi kau makan paling sedikit sejak awal kita datang ke sini.” Rami mengerutkan keningnya karena cemas.

Benar. Cemas. Apakah Rami sedang mencemaskannya saat ini?

“Aku memang makan paling sedikit. Aku bisa makan siang hanya dengan satu potong roti, ingat?” Chiquita sedikit bercanda.

Tapi, Rami menanggapinya dengan serius karena bahkan wanita itu tidak terkekeh sedikit pun.

“Itu tidak sehat.” Kata Rami. “Kau harus mengubah pola makanmu, Chiquita. Atau jika tidak, kau akan sakit.”

“Yah, aku sudah sakit kepala sejak kemarin, mual dan muntah. Tapi siapa peduli?” Gumam Chiquita sangat pelan, lebih pada dirinya sendiri.

“Apa?” Tanya Rami, tidak mendengar apa yang Chiquita katakan.

“Tidak ada. Bisakah aku hanya mencicipi milikmu saja? Jika kau tidak keberatan untuk sedikit berbagi denganku?” Tanya Chiquita, memberi pandangan memohon.

Jika dulu, Chiquita tak berani untuk meminta sedikit saja makanan apapun yang Rami punya. Tapi sekarang, dia tahu Rami tak akan bersikap jahat padanya hanya karena dia meminta sedikit makanan yang wanita itu miliki.

“Baiklah,” Kata Rami, menyerah. “Aku batalkan pesanan untukmu, ya?”

Chiquita langsung mengangguk dengan penuh semangat. Menghela nafas lega karena Rami mengerti situasinya tanpa banyak bertanya.

Karena jika itu Pharita, Chiquita yakin akan berbeda. Kakaknya itu akan memaksa terus menerus.

Pharita bilang, itu demi kebaikannya. Tapi, Chiquita tidak bisa melihat dimana letak kebaikannya jika itu adalah pemaksaan yang jelas di benci olehnya.

Rami kembali ke sampingnya dan Chiquita diam-diam mengucap terima kasih sambil tersenyum kecil pada kakaknya itu.

***

Ahyeon adalah orang yang mungkin paling jarang berbicara dengan Pharita. Bukan karena tidak ingin, tapi karena mereka sama-sama memiliki adik kesayangan.

Tapi pada malam hari, entah bagaimana saat mereka pikir semua orang sudah tidur, mereka bertemu di pantai.

Mereka sama-sama terkejut, melebarkan mata saat bertemu tanpa sengaja dan tertawa sebelum akhirnya Pharita-lah yang pertama kali mendekati adiknya itu.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: 17 hours ago ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

I'M NOT DIFFERENTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang