BAB 12

817 123 10
                                        

Dalam keadaan tegang, pada hari yang sama, sekarang sore hari dan dokter telah memberitahu bahwa Ahyeon mengalami gegar otak ringan.

Tidak parah. Namun tetap membutuhkan istirahat dan pemantauan dari orang terdekat.

Pharita telah memperhatikan bagaimana Ahyeon akhirnya membuka mata dan tak ada yang dia pikirkan selain kelegaan. Dia tersenyum, dan memeluk Ahyeon dengan erat, mengatakan pada adiknya bahwa dia bersyukur karena adiknya itu akhirnya sadar.

Lalu kemudian, Ahyeon meminta sesuatu pada Pharita, yang membuat Pharita kini berhadapan dengan Chiquita.

“Ingat,” Kata Pharita, mencengkram bahu adiknya dengan tegas. “Aku hanya ingin kau meminta maaf atas apa yang telah kau lakukan, Chiquita.”

Chiquita menggigit bibir bawahnya. Tatapan kakaknya saat ini terasa asing, membuat dia merasa tidak nyaman. Dia lebih suka saat kakaknya berkata dengan lembut, tidak seperti ini.

“M-minta maaf?” Tanya Chiquita pelan.

“Ya. Apapun alasannya, tidak benar menyakiti saudara sendiri seperti itu. Aku ingin kau meminta maaf pada Ahyeon. Kau mengerti kan?”

Itu adalah permintaan Ahyeon. Tapi alasannya sangat jelas. Karena Chiquita telah membuat Ahyeon terluka, tentu saja Chiquita harus meminta maaf.

Jadi, Pharita menyetujui hal itu.

"Meskipun aku punya alasan kuat untuk melakukan itu?" Tanya Chiquita, menatap kakaknya.

“Sudah aku bilang, apapun alasannya...”

“Apakah jika aku yang terluka di dalam sana, kau akan memohon agar Ahyeon atau Rami meminta maaf padaku?” Tanya Chiquita lagi.

“Apa? Tentu saja! Siapapun yang melakukan kekerasan, aku tak akan memaafkannya.”

Appa melakukan kekerasan padamu dan kau masih memaafkannya.” Kata Chiquita. “Ini hanya karena aku, bukan? Karena aku yang melakukannya, jadi aku di wajibkan meminta maaf pada mereka.”

Pharita menatap Chiquita dengan pandangan tak percaya. Ada apa dengan adiknya ini? Apakah sesulit itu meminta maaf dan mengakui kesalahan?

Kenapa adiknya harus memutar pembicaraan yang membuat Pharita mulai kesal?

Dia tak pernah kesal pada adiknya yang satu itu. Apalagi kecewa. Tapi sikap adiknya saat ini membuat dia sungguh tak habis pikir.

“Jika aku yang disana, mereka tak akan pernah meminta maaf padaku. Kau tak akan bersikeras seperti ini. Aku saja, unnie.” Kata Chiquita, mendesak kakaknya.

“Baiklah. Kau tidak mau meminta maaf? Baiklah.” Desah Pharita, kalah. Dia tak mau berdebat dengan orang yang berbeda.

Di matanya, orang di depannya saat ini bukanlah adiknya. Karena adiknya yang dia kenal adalah adiknya yang manis.

Mundur, Pharita menjauhi Chiquita. Bertepatan dengan itu, Rami keluar dari ruangan Ahyeon dengan Ahyeon yang tengah duduk di kursi roda.

Unnie? Kita akan pulang sekarang, kan?” Tanya Rami.

“Ya,” Pharita mencondongkan tubuh pada Ahyeon dan mencium kening adiknya. “Biar aku yang mendorong kursi rodanya. Ayo kita pergi.”

“Ayo, unnie.” Ahyeon berseri-seri dan tampak senang, meski wajahnya masih pucat.

Diam-diam, Ahyeon menatap Chiquita yang tengah mengalihkan pandangan ke arah lain saat melihat Pharita menciumnya dan Ahyeon dalam hati ingin tertawa penuh kemenangan.

“Rami, kau dan Chiquita jalan di belakangku, oke?” Peringat Pharita, memastikan kedua adiknya mengikuti langkah di belakangnya.

“Baik, unnie.” Jawab Rami dan Chiquita tetap diam, tidak mengeluarkan suara apapun.

I'M NOT DIFFERENTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang