Bab 9: Ikatan yang Tak Terduga

184 13 0
                                    

Hari-hari berlalu dengan cepat. Arlo mulai merasa nyaman dalam kehidupannya bersama Elias. Meski sederhana, kehangatan dan perhatian yang ia dapatkan sudah lebih dari cukup untuk membuatnya tersenyum. Elias, yang selalu sabar, mulai menganggap Arlo seperti adiknya sendiri.

---

"Belajar dari Kehidupan Baru"

Pagi itu, Elias mengajak Arlo membantu di warung kecil tempatnya bekerja. Warung sederhana itu sering dipenuhi pelanggan tetap yang sudah akrab dengan Elias.

“Lio, kamu bisa bantu abang susun-susun barang di rak sini, ya?” ujar Elias sambil menyerahkan kotak kecil berisi makanan ringan.

Arlo mengangguk cepat. “Siap, Bang!”

Saat menyusun barang, seorang pelanggan menghampiri Elias. “Elias, ini adik kamu?” tanya pria tua yang sering berkunjung ke warung itu.

Elias menoleh ke arah Arlo yang sibuk di sudut. “Iya, Pak. Adik saya,” jawabnya santai, meski itu bukan hubungan darah.

Arlo menatap Elias, matanya membulat. Ia tidak menyangka Elias akan mengatakan hal itu. Ketika pelanggan pergi, Arlo menghampiri Elias dengan pipi yang sedikit memerah. “Bang Elias... benelan Lio adik abang?” tanyanya pelan.

Elias tersenyum dan mengacak rambut Arlo. “Tentu. Kamu adik abang. Nggak peduli kita saudara kandung atau bukan, abang sayang sama kamu, Arlo.”

Mendengar itu, hati Arlo terasa hangat. Ia tersenyum lebar untuk pertama kalinya tanpa ragu.

---

"Petualangan Sederhana"

Sore harinya, Elias membawa Arlo ke sungai kecil di pinggir kota untuk memancing. Bagi Elias, kegiatan ini adalah cara untuk mengajarkan Arlo menikmati hal-hal sederhana dalam hidup.

“Bang Elias, Lio nggak pelnah mancing sebelumnya,” ujar Arlo sambil memegang kail dengan canggung.

“Nggak apa-apa. Abang ajarin, ya,” jawab Elias sabar.

Setelah beberapa kali mencoba, akhirnya Arlo berhasil menangkap ikan kecil. Ia melompat girang, membuat Elias tertawa lepas.

“Bang! Lihat Lio dapet ikan! Lihat, Bang!” serunya antusias.

“Wah, hebat! Kamu cepat belajar, Lio,” Elias memuji sambil menepuk bahunya.

Dalam momen-momen seperti ini, Arlo merasa hidupnya memiliki warna baru. Ia mulai melupakan luka lama, meski tidak sepenuhnya.

---

"Percakapan di Malam Hari"

Malam itu, setelah makan malam sederhana, Elias dan Arlo duduk di depan rumah sambil memandang bintang. Angin malam terasa sejuk, dan suasana begitu tenang.

“Bang Elias...” Arlo memulai dengan suara pelan.

“Hm? Ada apa, Arlo?” Elias menoleh ke arahnya.

“Kila-kila... keluarga Lio nyali Lio nggak, ya?” tanya Arlo sambil menunduk.

Elias terdiam sejenak, mencoba memilih kata-kata yang tepat. “Lio, abang nggak tahu pasti. Tapi yang abang tahu, kalau mereka sadar kamu pergi, mereka pasti nyesel.”

“Tapi... meleka nggak pelnah sayang sama Lio, Bang. Lio cuma bikin meleka malah,” kata Arlo lirih.

Elias memeluk bahu Arlo dengan erat. “Lio, Lio itu anak yang baik. Kalau mereka nggak sadar sekarang, suatu saat nanti mereka akan ngerti betapa berharganya Lio.”

Arlo hanya mengangguk pelan, meski hatinya masih penuh keraguan.

---

"Elias yang Melindungi"

Hari-hari berlalu, dan hubungan antara Elias dan Arlo semakin erat. Elias tidak hanya menjadi figur abang bagi Arlo, tapi juga pelindung yang selalu ada di sisinya.

Suatu sore, ketika mereka berjalan pulang dari pasar, sekelompok anak nakal mencoba menggoda Arlo karena tubuhnya yang kecil.

“Hei, anak kecil! Mau main sama Kita ngak?!” salah satu dari mereka mencibir sambil menarik lengan Arlo.

Arlo ketakutan dan berusaha melepaskan diri, tetapi Elias segera datang dan berdiri di hadapan mereka.

“Jangan ganggu dia. Kalau kalian berani sentuh dia lagi, kalian berurusan sama gue,” Elias memperingatkan dengan nada tegas.

Anak-anak nakal itu segera kabur, dan Elias berlutut di depan Arlo, memeriksa apakah ia baik-baik saja.

“Lio, kamu nggak apa-apa?” tanya Elias khawatir.

Arlo menggeleng pelan, tapi air matanya mulai mengalir. “Bang Elias... aku takut.”

Elias memeluknya erat. “Nggak apa-apa, Arlo. Kamu aman. Abang nggak akan biarin siapa pun sakitin kamu lagi.”

---

"Rasa Aman yang Baru"

Malam itu, ketika Arlo tidur, ia bermimpi tentang keluarganya. Ia terbangun dengan napas memburu, tetapi kali ini ia tahu bahwa Elias ada di ruangan sebelah.

“Bang Elias...” panggilnya pelan.

Elias, yang mendengar panggilan itu, langsung masuk ke kamar Arlo. “Ada apa, Lio? Mimpi buruk lagi?”

Arlo mengangguk, lalu Elias duduk di tepi ranjangnya. Tanpa ragu, Arlo memeluk Elias erat seperti koala, mencari rasa aman yang selama ini ia rindukan.

“Bang... Lio senang punya abang kayak abang Elias,” bisik Arlo sebelum akhirnya tertidur di pelukan Elias.

Elias hanya tersenyum kecil sambil membelai rambut Arlo. “Abang juga senang kamu ada di sini, Lio.”

---

"Arah Baru Kehidupan"

Meskipun bayangan masa lalu masih menghantui, kehidupan bersama Elias memberikan Arlo harapan yang belum pernah ia rasakan sebelumnya. Ikatan mereka semakin kuat, seolah mereka memang ditakdirkan untuk saling melengkapi.

"ARLO  SALVATICI" End Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang