Bab 12: Pencarian Tanpa Henti

162 12 0
                                    

Hari demi hari berlalu, tetapi keberadaan Arlo masih belum diketahui. Keluarga Salvatici semakin putus asa. Kehilangan si bungsu yang dulu mereka abaikan kini terasa seperti beban yang tak tertahankan.

---

"Luciano dan Rasa Bersalahnya"

Di ruang kerja yang sunyi, Luciano Salvatici menatap bingkai foto keluarga mereka. Dalam foto itu, Arlo masih bayi, digendong Elena, istrinya yang telah tiada. Matanya berhenti pada senyum Arlo yang polos, seakan menampar dirinya dengan keras.

"Maafkan aku, Elena," gumamnya pelan. "Aku telah menghancurkan anakmu... anak kita."

Ahhhhhh!"

Luciano mendesah panjang. Kepalanya terasa berat setiap kali ia mengingat bagaimana ia bersikap dingin dan kasar pada putra bungsunya. Panggilan dari bodyguard pun tak banyak membantu. Semua laporan yang masuk hanya berujung pada jalan buntu.

---

"Dante: Abang yang Tak Tahu Cara Menyayangi"

Di ruang latihan keluarga, Dante memukul samsak dengan penuh emosi. Setiap pukulan mencerminkan amarah yang ia rasakan terhadap dirinya sendiri.

Anjing, bangsat "Kenapa aku harus jadi abang yang begitu buruk?" serunya, suara bergetar di antara desah napasnya yang berat.

Marco mendekat, duduk di sudut ruangan. "Kita semua salah, Dan. Nggak cuma Lo," katanya pelan. "Tapi... Lo benar. Kita harus ngelakuin sesuatu. Kalau enggak, kita bakal kehilangan dia selamanya."

Dante menatap Marco, kali ini tanpa sarkasme atau kemarahan. "Apa Lo yakin kita masih punya kesempatan?"

Marco mengangguk, meski ragu. "Gue nggak tahu. Tapi gue nggak mau menyerah. Ini tentang Arlo."

---

"Petunjuk Baru"

Suatu malam, Rico menerima panggilan dari salah satu informan keluarga mereka. "Tuan muda, saya dengar ada anak kecil yang mirip dengan tuan Arlo bekerja di sebuah pelabuhan tua di pinggir kota."

Rico langsung melaporkan informasi itu ke Luciano. Ayah mereka segera mengirim tim untuk memastikan.

Ketika Dante, Marco, dan Rico tiba di pelabuhan, mereka hanya menemukan tempat yang sepi. Beberapa pekerja mengatakan seorang anak laki-laki memang sempat ada di sana, tetapi ia sudah pergi pagi tadi.

"Dia cerdas," ujar Marco, mengacak-acak rambutnya frustrasi. "Dia tahu kita bakal cari dia."

Rico menendang kotak kayu di depannya. Bangsat "Kenapa dia nggak mau pulang? Kita ini keluarganya!"

"Karena kita nggak pernah memperlakukannya seperti keluarga," Dante menyela dingin. "Kita cuma menganggapnya beban."

Ketiganya terdiam, membiarkan rasa bersalah kembali menguasai mereka.

---

"Momen Sunyi di Rumah"

Ketika mereka kembali ke mansion tanpa kabar yang berarti, suasana rumah semakin suram. Tak ada tawa, tak ada perdebatan kecil yang biasanya mengisi malam-malam mereka.

Luciano duduk di ruang tamu, menatap kosong ke luar jendela. "Apa aku benar-benar telah kehilangan dia?" bisiknya pada dirinya sendiri.

Marco mendekat dan duduk di samping pah . "Kita belum kehilangan dia, papa . Arlo masih hidup. Kita harus percaya itu."

Luciano mengangguk pelan, meski hatinya dipenuhi keraguan.

---

"Arlo yang Hilang di Dunia Luar"

Sementara itu, Arlo berjuang bertahan di tempat baru, jauh dari mansion keluarganya. Ia kini tinggal di gudang kecil bersama pemuda yang menolongnya.

Pemuda itu bernama Elias, seorang pria dengan rambut hitam berantakan dan senyum ramah. Elias memperlakukan Arlo seperti adik kandungnya sendiri, sesuatu yang belum pernah Arlo rasakan sebelumnya.

"Lio nggak perlu takut," kata Elias suatu malam saat mereka duduk di depan api unggun kecil. "Selama Abang  di sini, nggak ada yang bakal menyakitimu lagi."

Arlo hanya mengangguk pelan, tetapi matanya berbinar sedikit. Untuk pertama kalinya, ia merasakan kehangatan keluarga, meskipun bukan dari keluarga kandungnya sendiri.

---

"Penyesalan yang Menyakitkan"

Kembali di mansion, Dante memandang langit malam dari balkon kamar Arlo. Di tangannya tergenggam sebuah mainan kecil yang dulu sering dimainkan adiknya.

"Abang  janji, Lio. Abang akan membawamu pulang. Bagaimanapun caranya," gumamnya.

Di ruangan lain, Luciano memejamkan matanya. Ia berdoa dengan cara yang belum pernah ia lakukan sebelumnya. "Tolong jaga Arlo. Jika kami diberi kesempatan, aku akan menebus segalanya."

Namun, mereka tahu bahwa penebusan ini tidak akan mudah.

---

"ARLO  SALVATICI" End Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang