Bab 17: Pencarian Diri

92 4 0
                                    

Langkah Arlo terasa semakin jauh dari rumah, semakin jauh dari dunia yang pernah ia kenal. Ia berjalan menyusuri jalan yang gelap, hanya diterangi oleh cahaya dari beberapa lampu jalan yang temaram. Pikirannya masih berkecamuk, perasaan yang bercampur aduk—marah, kecewa, bingung, dan lelah. Ia tidak tahu kemana akan pergi, hanya berjalan mengikuti langkahnya sendiri, menjauh dari segala yang pernah ia anggap rumah.

Ia merasa terasing, bahkan di tengah keramaian kota yang tidak tidur. Ada kesunyian yang menyelimutinya, meskipun orang-orang berlalu lalang di sekelilingnya. Tak ada yang tahu apa yang baru saja terjadi, tak ada yang tahu betapa berat perasaan yang ia bawa. Arlo ingin berteriak, namun suaranya tenggelam dalam kebisingan dunia yang terus berputar.

Ketika Arlo sampai di sebuah taman kecil, ia berhenti sejenak. Bangku kosong di bawah pohon yang rindang itu mengundangnya untuk duduk. Ia duduk dengan pelan, merasakan angin malam yang sejuk menyapu wajahnya. Matanya terpejam, mencoba untuk menenangkan dirinya. Ia sudah jauh dari keluarganya, namun hatinya belum juga merasa ringan. Ia masih terjebak dalam kebingungan—apakah ini keputusan yang benar? Meninggalkan keluarganya, pergi menjauh dari mereka, hanya untuk mencari kedamaian yang ia impikan?

"Apa yang halus aku lakukan?" gumamnya, suara yang hampir tak terdengar. Tangan Arlo meremas erat jaket yang ia kenakan, berharap dapat meredakan gelisah yang ada dalam dirinya.

Namun, dalam kesendirian itu, ia merasakan sesuatu yang aneh. Sebuah rasa yang datang begitu mendalam, seolah ada yang mengingatkannya untuk tetap teguh pada pilihan yang telah ia buat. Ia membuka matanya, menatap ke depan. Sesuatu dalam hatinya mengingatkannya tentang Elias. Sosok yang selalu ada di sana, yang selalu memberikan perlindungan tanpa syarat, yang selalu ada untuknya meskipun ia merasa dunia ini begitu berat.

Arlo menarik napas panjang, berusaha menenangkan dirinya. Ia tahu bahwa keputusan yang ia buat bukan tanpa alasan. Elias sudah menunjukkan kepadanya betapa dunia ini bisa terasa lebih baik jika ada seseorang yang saling mendukung. Bahkan jika itu berarti ia harus melewati perjalanan yang penuh dengan kesendirian dan kesakitan.

Ia menoleh ke belakang, sejenak merasa terhenti oleh kenangan tentang keluarganya. Namun, pikirannya kembali terfokus pada Elias. Arlo tahu, meskipun keluarganya ingin memperbaikinya, ia harus tetap mengikuti jalan yang ia pilih, meski itu berarti menghadapi banyak tantangan dan kesulitan. Elias tidak pernah menginginkan apa pun selain kebahagiaannya, dan mungkin itulah yang harus ia lakukan—mencari kebahagiaan untuk dirinya sendiri.

Tak lama setelah itu, Arlo merasakan ponselnya bergetar di dalam saku. Ia mengeluarkannya dan melihat sebuah pesan dari Elias. Hatinya berdegup kencang saat membaca kata-kata yang tertera di layar.

"Lio, kau baik-baik saja?"

Mata Arlo terpejam, merasakan haru yang tiba-tiba muncul. Ia membalas pesan itu dengan cepat, seolah itu adalah satu-satunya hal yang bisa ia lakukan untuk meredakan gelisahnya.

"Lio baik-baik saja, bang Lias. Telima kasih sudah ada untuk Lio."

Setelah beberapa detik, pesan balasan dari Elias muncul.

"Abang selalu ada untukmu, Lio. Kau tidak perlu sendirian. Kapan saja Lio butuh, Abang di sini."

Arlo tersenyum tipis, merasakan ketenangan yang perlahan mengalir dalam dirinya. Mungkin tidak semuanya harus diselesaikan dalam satu malam. Ia masih memiliki banyak waktu untuk mencari jawabannya. Tapi yang jelas, ia tidak sendirian. Ada Elias yang selalu siap memberinya kekuatan untuk terus melangkah.

Dengan rasa haru dan sedikit lega, Arlo menatap langit malam yang penuh bintang. Seperti bintang-bintang itu, ia tahu ia masih punya kesempatan untuk bersinar. Tidak peduli seberapa besar gelapnya dunia, ia akan terus berjuang untuk menemukan cahaya di dalam dirinya.

---

"ARLO  SALVATICI" End Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang