Note:
Cerita ini hanya fiktif belaka. Jangan apa-apa terlalu disama-samakan dengan dunia nyata. Enjoy aja, oke?
Jangan lupa dispam-spam komennya, vote-nya juga.
Maksa gue nih bruhh....Happy Reading! Muach!
__________
Pintu utama dibukakan satpam setelah Bhaga dan Almira menginjakkan kaki mereka di lantai depan lobi bangunan tinggi ini.
Dua resepsionis dengan berbeda gender, memperhatikan pasangan itu yang semakin mendekat berjalan untuk melewati mereka.
"Siapa, Bo?" tanya resepsionis pria dengan berbisik kepada sejawatnya yang tak digubris.
"Selamat pagi, Pak!" Dua resepsionis itu menyapa atasan mereka dengan 3S (Sapa, Senyum, Salam). Bhaga hanya mengangguk seraya tersenyum tipis, sedangkan Almira, ia menganggukkan kepala dengan sopan dengan senyuman ramah perempuan itu berikan.
"Sapose, tuh, yang digandeng? Bininya, bukan? Bening bener, deh."
"Iya, keknya. Pak Albar waktu itu, nunjukin foto Pak Bhaga sama istrinya pas kita ngumpul di Mojok Ngerumpi. Cantik banget, emang. Nggak kaleng-kaleng pilihan mantan calon laki gue." Resepsionis perempuan itu menggeleng takjub.
Si resepsionis pria bergidik mendengar kehaluan perempuan itu. "Nyebut lo, Malika. Fitnah itu namanya, dosa. Digrogot bininya tau rasa lo!"
Perempuan itu mengernyit. "Di kalimat mana gue ada fitnah?"
"Nggak mau sebut, ntar gue juga kena dosanya." Resepsionis pria itu mengangkat kedua tangan tak ingin ikut campur.
Resepsionis perempuan memutar bola mata, jengkel. Begini, nih, kalau punya temen kerja belum sembuh kejiwaannya udah diliarin. "Apaan banget lo, Dung! Dasar, Dudung!"
"Mulut tolong dijaga ... Dude, panggil Baginda ini Dude." Ia menunjukan name tag miliknya. Menyesal pria itu sudah memberi tahu namanya dulu. Geram kali, ah.
"Okay, yes, Dude!" ucap perempuan itu dengan malas seraya memainkan kuku cantiknya yang baru di-mani-pedi.
"LOL. Du-de, not Dude!" Bak aktor papan giles, Dude mahir memainkan mimik wajahnya. Berpura-pura tertawa lalu berubah serius. Benar-benar seperti pasien lepas.
"Kenapa, sih, pagi-pagi udah ribut aja kalian? Kerja, kerja yang bener. Kalo masih suka ribut, sih, katanya bisa jadi jodoh, ya. Cocok kalian."
Pak Albar mampir sebentar setelah baru datang ke kantor. Pria itu tertawa puas di sepanjang jalan kala mengingat wajah dua resepsionis itu yang seakan-akan ingin muntah mendengar perkataanya barusan.
Dude mengetuk-ngetuk ujung meja. Amit-amit. Amit-amit.
"Gue, sama elo? Idih, nggak mungkin! Jauh-jauh, deh, yaaw." Dude menggeser dirinya lebih kepinggir.
Sabar-sabarin aja kerja sama orang over ekspresif. "Siapa juga yang mau sama lo, Dudung. Pak Albar, tuh, kandidat yang cocok buat gue, not like you!" jelas perempuan itu sok sabar.
Dude mengendikan bahunya jijik. Ia menyibukkan dirinya agar tak terlibat perbincangan kembali.
"Hoo ... perdana nih, Pak Bos bawa bini ke kantor. Kudu gue bikin live ntar pas ketemu," monolog Dude.
"Alay!" Tak bisa direm bibir Mika untuk menyahuti. Salahnya.
"Gue nggak ada ajak lo ngomong, Ma-li-ka. Kedelai hitam yang kami rawat sepenuh hati."
KAMU SEDANG MEMBACA
Nyonya Bhagawan (Milikku, Satu dan Selamanya)
RomanceApa jadinya bila Almira Pradista Pertiwi, perempuan dua puluh empat tahun menikah karena dijodohkan dengan duda kaya raya beranak dua, berumur empat puluh tahun? Jika ada yang bertanya, mengapa bisa? Anjani, sang kakak, terlibat utang yang cukup bes...