Pertempuran yang sudah ditunggu-tunggu akhirnya meledak dengan penuh kekerasan. Suara tembakan, ledakan, dan jeritan menggema di sepanjang halaman mansion Salvatici. Tidak ada lagi ruang untuk mundur. Semua yang ada di dalam rumah ini, baik keluarga Salvatici maupun pengawal mereka, kini terlibat dalam pertempuran hidup dan mati. Arlo merasakan jantungnya berdegup kencang, ketegangan yang hampir tak tertahankan menguasai dirinya.
la berdiri tegak di samping Bang Elias, yang memimpin bagian pertahanan depan. Arlo tidak tahu harus berbuat apa, tapi yang pasti, ia tak bisa lagi hanya menjadi penonton. "Bertahan, Arlo!" teriak Elias, matanya tajam, mengawasi gerak-gerik musuh. "Mereka pasti akan menyerbu lebih cepat setelah ini!"
Arlo mengangguk, namun hatinya terasa kosong. Musuh yang tak terlihat, seperti bayangan di antara pepohonan dan gelapnya malam, memberi ketakutan yang sulit dihadapi. Namun di balik itu semua, ia tahu satu hal pasti: keluarganya tidak akan menyerah. Tidak pernah.
Tembakan dari luar semakin intens. Arlo merasakan angin yang berembus kencang saat peluru melintas dekat di telinganya. Tanpa pikir panjang, ia segera berlari ke arah pintu belakang mansion yang menuju ke halaman, mengikuti instruksi dari Luciano yang memberi sinyal agar mereka menyiapkan strategi baru.
Di luar, keadaan semakin kacau. Keluarga Moretti sudah mengelilingi mansion, dan pasukan mereka tampaknya tak terhentikan. Arlo merasakan tekanan yang luar biasa, tetapi dalam hatinya, dia tahu dia harus menjaga ketenangan. Bang Elias yang berada di sampingnya, menatap Arlo dengan serius. "Jaga dirimu. Mereka pasti sudah mengatur jebakan."
"Jebakan?" Arlo bertanya, suaranya bergetar sedikit.
Elias menjawab dengan tatapan tajam. "Mereka tahu kita tak akan menyerah. Semua ini adalah bagian dari permainan mereka. Mereka ingin kita terperangkap."
Setelah beberapa saat, suasana berubah menjadi semakin kacau. Ketika Arlo berlari menuju sisi mansion yang lebih terbuka, ia melihat dua sosok muncul dari balik bayang-bayang, memegang senjata dengan tangan yang siap mengayunkan api kematian. Satu di antaranya Arlo kenali-Vittorio "Vito" Moretti.
"Ayo, Arlo," teriak Vito, suaranya dipenuhi dengan rasa benci yang tak bisa disembunyikan. "Kamu bukan siapa-siapa di sini. Kamu hanya anak yang terlupakan dalam keluarga Salvatici."
Vito bergerak maju dengan sigap, mencoba menghentikan Arlo yang berusaha mundur. Dalam beberapa detik, suara tembakan pecah lagi, dan Arlo terpaksa berlari menghindari arah tembakan. Darah panasnya mulai mendidih, keputusannya semakin jelas-ia tidak akan mundur.
Namun, ketika Arlo hendak berbalik untuk menyerang, sebuah ledakan mengguncang tanah. Asap dan debu langsung mengisi ruang di sekitarnya. Tubuhnya terhempas ke tanah, terjepit oleh puing-puing yang berjatuhan. Arlo berusaha bangkit, bernafas dalam-dalam, namun tubuhnya terasa berat, kepala berdenyut. la mendengar suara langkah-langkah berat di sekitar dirinya, dan sebelum sempat bergerak, sebuah tangan kuat menariknya ke atas.
"Arlo!" teriak Bang Elias, yang telah berhasil menyusul. "Kau baik-baik saja?"
Arlo mengangguk dengan napas terengah, tubuhnya masih goyah. "Ya, Bang. Lio... Lio baik-baik saja."
Namun, mata Elias tajam menilai keadaan Arlo. "Kau hampir saja menjadi sasaran," katanya dengan serius. "Ini belum berakhir."
Di luar, pertarungan semakin panas. Dinding mansion yang kokoh mulai retak akibat ledakan. Arlo bisa mendengar jeritan pengawal yang bertempur habis-habisan. Tidak ada yang tahu berapa lama mereka bisa bertahan. Keluarga Moretti sudah memasuki bagian dalam mansion, dan pertempuran itu kini benar-benar mengancam untuk berakhir dalam kekalahan yang tragis.
Di dalam keributan itu, Arlo bertemu dengan kakaknya, Dante, yang kini sedang memimpin sekelompok pengawal di pintu depan mansion.
"Kita harus bergerak cepat," seru Dante dengan tegas. "Jangan biarkan mereka mendekat!"
Dengan seluruh kekuatan yang tersisa, keluarga Salvatici berusaha melawan pasukan Moretti yang begitu kuat. Setiap langkah mereka adalah langkah hidup dan mati, setiap keputusan membawa konsekuensi yang tak terduga.
Keluarga Salvatici bertempur dengan kekuatan yang belum pernah mereka tunjukkan sebelumnya, tetapi begitu banyak yang dipertaruhkan.
Arlo tahu bahwa perang ini belum berakhir. la bisa merasakan keputusasaannya semakin membumbung, tetapi di sisi lain, rasa ingin melindungi keluarganya semakin menguat. Bagaimanapun juga, mereka adalah satu-satunya keluarga yang dimilikinya. Tidak ada yang akan menghancurkan mereka.
Tidak ada yang akan menghancurkan dirinya.
Dengan tekad yang membara, Arlo menyiapkan dirinya untuk berhadapan langsung dengan keluarga Moretti, dengan keyakinan bahwa tidak ada jalan kembali. Semua yang mereka miliki- kehidupan mereka, masa depan mereka-tergantung pada keberanian mereka untuk bertahan.

KAMU SEDANG MEMBACA
"ARLO SALVATICI" End
ActionArlo Salvatici, anak bungsu keluarga mafia ternama, lahir di tengah tragedi yang merenggut nyawa mamanya. Namun, kehadirannya justru dianggap sebagai kutukan. Dibenci oleh papa dan Abang-abangnya, Arlo tumbuh dalam cemoohan, tamparan, dan perlakuan...