07. pick up the phone

196 32 8
                                    

𝐂𝐔𝐑𝐄.
▃▃▃▃▃▃▃▃▃▃▃▃▃▃▃▃▃▃▃▃▃▃▃▃▃▃

    hujan ringan menyapu jendela apartemen alhaitham malam itu, menciptakan pola-pola kabur yang terlihat samar dari sudut meja kerjanya. ia duduk tegak di kursi, tubuhnya sedikit condong ke depan, mempelajari dokumen kasus yang menumpuk seperti biasa. ruangan itu senyap, hanya diisi suara hujan dan denting halus dari sesekali ia mengetuk pena di atas meja—ritme kecil yang membantunya berpikir. 

namun, pikirannya tidak sepenuhnya fokus. ia mendapati dirinya kembali teringat kejadian pagi tadi, ketika (m/n) lagi-lagi muncul tanpa diundang. pria itu seperti bayangan yang sulit diabaikan.

senyum cerahnya, cara bicaranya yang penuh percaya diri, bahkan ketika ia tahu alhaitham jelas tidak menginginkannya di sana—semuanya meninggalkan bekas di benaknya, meski alhaitham berusaha keras menyangkalnya. 

hingga malam itu, ia masih berusaha meyakinkan dirinya sendiri bahwa (m/n) hanyalah gangguan belaka. 

ponselnya tiba-tiba bergetar di atas meja, memecah keheningan. alhaitham melirik ke arah layar. nomor tak dikenal muncul di sana, membuat alisnya terangkat. 

ia jarang menerima panggilan dari nomor yang tidak ia kenali. dengan sedikit rasa curiga, ia meraih ponsel dan menjawab panggilan itu. 

“halo?” katanya, nadanya datar namun penuh kewaspadaan. 

yo. mr. detective 

alhaitham langsung mengenali suara itu. (m/n). nada santainya, seperti selalu penuh dengan energi yang seolah ingin menggoda dunia agar bereaksi padanya. alhaitham menghela napas panjang, matanya tertutup sesaat. ia tahu pembicaraan ini tidak akan berjalan seperti yang ia inginkan.

“(m/n),” katanya dengan nada tajam, meskipun diimbangi dengan kelelahan yang samar. “bagaimana kau mendapatkan nomor ini?”

“oh, kau tahu aku punya cara.” suara (m/n) terdengar riang, seperti seorang anak kecil yang baru saja menyelinap ke dapur tengah malam untuk mencuri biskuit. “salah satu temanmu di kantor memberikannya. aku mungkin... sedikit membujuknya.”

alhaitham meremas batang hidungnya, mencoba menahan frustrasi yang perlahan mendidih. tentu saja, pikirnya. (m/n) adalah tipe orang yang akan melakukan apa saja untuk mendapatkan apa yang diinginkannya. “kau tidak bisa sembarangan melakukan hal seperti ini,” katanya, suaranya lebih rendah tetapi jelas menunjukkan ketidaksenangannya.

namun, sebelum ia bisa melanjutkan ceramahnya, (m/n) memotong cepat. “dengar dulu, detektif. aku hanya ingin bilang—kalau kau butuh bantuan untuk kasus apa pun di jalanan, aku ada di sini. kau tahu aku kenal lingkungan ini lebih baik dari siapa pun.”

alhaitham tidak langsung menjawab. suara (m/n) terus terdengar di telinganya, penuh dengan keyakinan yang kadang mengganggunya. pria itu selalu tahu cara berbicara seperti seseorang yang tahu dirinya benar, meskipun faktanya sering kali tidak demikian.

“(m/n),” katanya akhirnya, dengan nada yang lebih pelan tetapi tetap tegas. “aku tidak tahu apakah ini usaha tulus atau hanya bentuk lain dari menggangguku.”

“anggap saja keduanya,” jawab (m/n) tanpa ragu. tawanya yang ringan mengalir melalui telepon, menyusup ke dalam keheningan apartemen alhaitham seperti percikan hangat.

alhaitham memiringkan kepalanya, memandang ke arah jendela yang dihiasi hujan. ia ingin marah—ingin benar-benar memarahi pria itu atas kebodohannya—tetapi, entah bagaimana, ia tak bisa. suara tawanya, seberapa menyebalkannya, mengusik sesuatu dalam dirinya yang sudah lama terkubur.

“dengar,” katanya akhirnya, kembali mencoba menguasai percakapan. “kalau kau meneleponku tanpa alasan, aku tidak akan ragu memblokir nomormu.”

“baiklah, detektif,” jawab (m/n) dengan nada main-main yang sama. “anggap ini janji bahwa aku akan berguna. selamat malam, alhaitham.”

sang detektif membuka mulut untuk membalas, tetapi sebelum ia sempat berbicara, panggilan itu sudah terputus. ia memandang ponselnya beberapa detik, layar yang sekarang gelap mencerminkan wajahnya yang tanpa ekspresi.

ia meletakkan ponsel itu kembali di meja dengan hati-hati, lalu menatap dokumen-dokumen di depannya. tapi konsentrasinya telah hilang sepenuhnya. 

(m/n). 

nama itu terus-menerus muncul di pikirannya, seperti irama yang sulit diabaikan. alhaitham tidak suka membiarkan siapa pun terlalu dekat dengannya. ia tidak pernah merasa perlu. tapi (m/n) tidak seperti orang lain. pria itu tidak takut pada dinding es yang selalu alhaitham gunakan untuk menjauhkan orang-orang.

hujan di luar semakin deras, menciptakan ritme yang monoton di jendela. alhaitham menghela napas pelan, membiarkan dirinya duduk lebih santai di kursinya.

(m/n) memang menyebalkan, tetapi ada sesuatu di balik semua itu—sebuah tekad, mungkin juga sedikit kejujuran, yang tidak bisa sepenuhnya diabaikannya. 

ia menggelengkan kepala, kembali meraih pena di atas meja. tetapi meskipun ia mencoba kembali bekerja, pikirannya tetap tertuju pada pria bersurai (h/c).

tidak peduli seberapa keras ia mencoba mengusir bayangan pria itu, tawa ceria (m/n) tetap melekat, memenuhi sudut-sudut pikirannya yang selama ini sunyi.

▃▃▃▃▃▃▃▃▃▃▃▃▃▃▃▃▃▃▃▃▃▃▃▃▃▃

a/n : another short chapter before a longggggg ones ;) btw gw merinding baca komen lu pada...

𝐂𝐔𝐑𝐄. ── 𝐀𝐋𝐇𝐀𝐈𝐓𝐇𝐀𝐌 𝐗 𝐌!𝐑𝐄𝐀𝐃𝐄𝐑Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang