38. point of you berbeda

72 24 12
                                    

Breaking News! Aktor ternama Kafka Isak kepergok bertengkar dengan seorang pria yang tidak diketahui namanya di basement parkiran gedung X. Pria tersebut diduga sebagai sahabat kuliahnya di UI, mengingat beberapa unggahan di  Instagram official Kafka yang menunjukkan kebersamaan mereka saat kuliah.

Cuplikan video yang beredar memperlihatkan Kafka dan pria tersebut terlibat adu mulut dengan nada tinggi. Tidak hanya itu, pria tersebut bahkan menarik kerah kemeja Kafka, membuat situasinya semakin memanas. Perselisihan tersebut diduga karena perempuan....

"Gue tahu gue salah, Kaf. Tapi lo pikir lo lebih baik? Lo gak pernah ngelawan perasaan lo buat dia? Jangan ngajarin gue cara memperjuangkan sesuatu yang lo bahkan gak pernah coba ambil!"

"Gue gak mau ngambil apa yang bukan punya gue, Rhun. Tapi lo? Lo bahkan gak tahu cara menghargai apa yang udah lo punya!"

Hatiku mencelos ketika melihat berita saat buka instagram. Cuplikan video itu memperlihatkan Kafka dan Rhun—yang diblur wajahnya—sedang bicara penuh emosi. Rhun juga kedapatan menarik kerah kemeja, membuat situasinya makin memburuk.

Komentar netizen yang berseliweran tak kalah tajam. Kebanyakan mengarahkan tudingan pada Kafka, menganggapnya tidak profesional dan terlalu emosional.

@.Kalaland : Gue kira dia beneran sama Alita lawan mainnya! Ternyata deketnya mereka cuma gimmick doang pas promosi film. Padahal gue ship mereka. Kecewa banget sama Kafka!

@.xxfgh : jangan-jangan ini alasannya dia mundur dari proyek barunya. demi nemenin ceweknya.

@.yttaiaia: aduh jangan rebutan aku ya!

@.yatakd : fix, gue mundur jadi fans Kafka. cari yang jomblo aja ygy.

@.dff : yaelah kaf, udah bener acting aja malah berantem.

Nama Kafka Isak langsung trending nomor satu di seluruh platform sosial media. Komentar di instagram tidak separah di Twitter. Di sana banyak sekali yang memojokan Kafka, mereka bilang Kafka menipu fans-nya dan kecewa karena bertindak arogan.

Banyak fans base—akun yang digunakan untuk hype aktor/idol—besar yang akhirnya tutup akun.

Kemudian, saat aku masih berkalut dengan kesedihan, suara bel rumah berbunyi. Ada satu nama yang ada dipikiranku. Mungkin kah itu Kafka? Aku langsung menuruni anak tangga, lalu membuka pintu.

Namun, perkiraanku salah kali ini. Yang datang bukanlah Rhun, apalagi Kafka. Melainkan Gami. Perempuan berambut panjang itu berdiri di hadapanku.

"Hai, Bri."

"Gala lagi gak ada di rumah." Jujur saja, aku sedang tidak ingin basa-basi. "Atau mau cari Rhun? Ah, dia juga gak ada di sini. Aku dan dia—"

"Bukan. Aku ke sini bukan mau ketemu Gala, apalagi Rhun. Aku mau ketemu kamu. Bri, bisa kita bicara?"

Kenapa Gami dilahirkan sebagai sosok yang tenang? Kenapa dia tidak terlahir sebagai perempuan arogan yang menyebalkan. Karena dengan begitu, aku lebih mudah untuk membencinya.

"Aku janji, ini yang terakhir. Setelah ini, aku gak akan ke sini lagi."

Pada akhirnya, aku memberinya sedikit ruang. Untuk kali ini saja, aku ingin memberikan kebaikan hati pada seseorang yang membuat hatiku terluka.

**

"Aku ke sini memang mau ketemu kamu. Mungkin Bri sudah dengar ... kalau aku dan Gala juga sudah berakhir," ujarnya dengan suara tenang.

Pandangannya beralih padaku yang duduk di sampingnya, ia tersenyum hangat. "Kadang orang yang berpisah bukan karena sudah gak saling cinta. Ada kalanya kita mencintai seseorang, tetapi di waktu dan kondisi yang salah."

Aku bisa memahami apa yang ia rasakan. Kenyataannya, hubunganku juga berakhir karena kondisi yang memprihatinkan.

"Ini berawal dari kisah tak sampai di akhir masa perkuliahan kami. Aku mencintai seseorang yang gak seharusnya .... karena pada saat itu aku sudah punya pacar. Dan cowok itu adalah Gala, kakak kamu. Gala tidak pernah tahu, dia gak pernah khianatin siapa pun. Sampai akhirnya, kami bertemu lagi di Australia empat tahun yang lalu."

Seolah bisa menjawab banyak pertanyaan di benakku, Gami menjelaskan tanpa diminta. Sedangkan aku hanya bisa menundukan wajah, memberinya waktu untuk itu.

"Aku yang duluan minta putus sama Rhun. Aku gak bisa jujur kasih alasan waktu itu karena rasanya ... gak mungkin. Gak mungkin aku jawab kalau cinta sama sahabat baiknya. Jadi, aku pergi tanpa memberinya penjelasan apa-apa."

"Bukannya itu sama sekali gak menyelesaikan masalah? Apa Kak Gami gak sadar kalau tindakan Kak Gami itu buat Mas Rhun terluka? Nungguin kepastian itu gaenak!" Nada bicaraku meninggi. Aku masih ingat betul bagaimana Rhun menyakiti dirinya sendiri.

Gami meresponsnya dengan sebuah tawa kecil. "Jawaban kamu dan Rhun sama. Dia bilang, akan lebih baik aku ketahuan selingkuh daripada harus menghilang tanpa kasih alasan. Karena menunggu kepastian itu ... gaenak."

Gami menerawang jauh, memandang udara kosong di hadapannya. "Tapi kadang manusia punya jalannya sendiri. Dan ini jalan yang kuambil. Meski pada akhirnya aku tahu, aku salah. I'm really sorry for that."

Ada keheningan yang menyelimuti kami. Jangan tanya perasaanku, karena sampai rasanya campur aduk. Aku membenci Gami ketika menyalahkannya. Tetapi melihat ia tulus mencintai Mas Gala, aku rasa ia juga jadi pihak yang terluka.

Dia benar. Tidak ada yang salah dari orang yang jatuh cinta. Keadaan dan kondisi-lah yang membuat hubungan kami begini.

"Aku sangat mencintai Gala. Tetapi sayangnya .... Gala lebih menyayangi adik dan sahabat baiknya."

Aku tertegun, memandang mata Gami yang berkaca-kaca. "Aku tidak pernah menyesali perasaanku pada Gala, Bri. Tapi aku selalu menyesal pada caraku meninggalkan Rhun."

"Itu juga yang Kak Gami bilang sama Rhun?"

Gami mengangguk kecil. "Rhun punya respons yang berbeda. Dia tetap memojokan aku, menyalahkan aku. Tetapi aku bisa maklum karena dalam kasus ini, aku memang berengsek. Lagipula sejak dulu, kita selalu beda dalam segala hal. Mungkin itu yang membedakannya dengan Gala. Tetapi seperti yang aku bilang tadi. Aku gak menyesali perasaan ini, sekali pun dianggap sebagai perempuan egois."

Gami masih terlihat tenang, meski wajahnya tidak bisa bohong kalau dia sangat terluka. Terluka karena patah hati dan keadaannya.

Gami bangkit dari kursi, sebelum pergi ia menoleh ka arahku lalu bilang, "Aku tidak datang untuk minta diterima, Bri. Aku hanya ingin mengakhiri ini dengan caraku. Karena Gala, Rhun, bahkan kamu pantas untuk bahagia. Aku tidak ingin jadi penghalangnya lagi. Dan tolong, jangan benci Gala."

Lalu ia pergi meninggalkanku.

Sementara aku hanya bisa menatap punggungnya saat ia pergi.

Setelah pintu tertutup, aku menarik napas panjang. Perasaan campur aduk menguasai diriku—rasa benci, simpati, dan kekosongan.

**to be continued**

nothing sweeterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang