42

76 19 2
                                    

"BU NABILA!"

Suara Lulu pecah di udara, penuh ketakutan dan keterkejutan.

Bu Nabila datang tiba-tiba dengan penuh amarah. Wajahnya yang biasanya tenang dan penuh wibawa di sekolah kini berubah drastis—matanya membelalak, rahangnya mengeras, dan napasnya memburu seperti binatang buas yang siap menerkam.

Olla tersentak, tubuhnya masih terjepit di antara tembok dan tubuh Bu Nabila. Tidak pernah sekalipun ia melihat gurunya dengan ekspresi semengerikan ini.

“Berani-beraninya kamu menyadap ponsel saya!” suara Bu Nabila bergetar oleh kemarahan. “Kamu pikir saya tidak tahu kalau kamu adalah pelakunya?! Jangan sok pintar, bocah! Saya ini guru, jauh lebih cerdas dari kalian yang cuma anak ingusan!

Tangannya terangkat, mencengkram kerah baju Olla dengan kasar.

“Berani-beraninya kamu menyentuh barang saya, brengsek!” suara bentakannya bergema di rooftop, membuat Lulu dan Jessi refleks melangkah mundur.

Oniel mengepalkan tangannya, rahangnya mengatup erat. Nafasnya memburu menahan dorongan naluri untuk menarik tubuh Bu Nabila dari Olla. Tapi matanya tetap menatap tajam, membaca setiap gerakan guru mereka itu.

Sementara itu, Zee hanya duduk diam di bangkunya. Senyum miring masih tergambar di wajahnya, tapi kali ini ada sesuatu yang berbeda—tatapannya dingin, penuh arti. Seakan ia sudah tahu bahwa situasi ini akan terjadi.

Oniel tidak bisa diam. Ia harus bertindak. Ia tidak mau kejadian dalam ilusi itu berdampak nyata di kehidupannya sekarang. Oniel tidak ingin kehilangan teman-temannya lagi.

Dengan mata penuh ketegangan, ia menatap Bu Nabila. Sekarang wanita itu, bukanlah guru melainkan seseorang yang penuh amarah, dengan tatapan liar dan rahang yang mengatup kuat.

“Saya tahu Ibu marah,” suara Oniel bergetar, tapi ia memaksakan dirinya tetap berbicara. “Saya tahu sebesar apa sakit hati Ibu. Tapi tolong, Bu... tolong! Jangan libatkan mereka. Mereka cuma membantu saya.”

Bu Nabila terkekeh pelan, sebuah tawa yang terdengar dingin dan penuh ironis. Matanya menatap tajam, seakan meremehkan setiap kata yang keluar dari mulut Oniel. “Kamu pikir anak-anak ingusan seperti mereka nggak salah? Mereka tahu ini bahaya, tapi tetap ikut campur kan, kenapa? Apa kalian pikir ini hanya main-main, hah?!”

Oniel mengepalkan tangannya. Tubuhnya gemetar bukan karena takut, tapi karena menahan amarah dan ketidakberdayaan. Ia menarik napas dalam-dalam sebelum mengucapkan sesuatu yang bahkan dirinya sendiri sulit percaya.

"Tujuan Ibu itu Papa saya, kan?" suaranya terdengar lebih tegas kali ini. "Kalau Ibu menghabisi mereka, apa Papa saya akan diam? Dia nggak akan tinggal diam begitu saja."

Mata Bu Nabila sedikit menyipit, memperhatikan Oniel dengan penuh selidik.

"Daripada menghabisi teman-teman saya," lanjut Oniel dengan suara yang lebih pelan namun penuh tekanan, "lebih baik Ibu menghabisi Papa saya."

Suasana rooftop itu tiba-tiba terasa begitu sempit, seolah udara menjadi lebih berat. Lulu dan Jessi sama-sama terpaku, menatap Oniel dengan mata membelalak. Mereka tidak salah dengar, kan? Oniel baru saja menawarkan ayahnya sendiri sebagai ganti keselamatan mereka?

Bu Nabila mengangkat dagunya, ekspresinya sukar ditebak. Matanya menatap lurus ke arah Oniel, "Menarik." Suaranya terdengar datar, tapi penuh ketegangan. "Jadi, kamu ingin menukar nyawa ayahmu dengan teman-temanmu?"

Gadis itu mengangguk kecil, mau tidak mau itu yang harus di terima papah. Perlakuanya yang membuat bu Nabila menjadi monster. Meski bukti belum kuat, tapi Oniel yakin papa bersalah, dia yang membuat Bu Nabila kacau seperti ini.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: 3 days ago ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Lintas Semesta ( On Going )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang