Part 19: It Was Cameron

988 61 8
                                    

~Cameron Dallas's POV~

Untuk kesekian kalinya, Kendall menjerit dipagi hari. Dan itu, membuatku berlari keluar kamar mandi, menuju ruang tengah, tempat dia berada sejak aku pulang setengah jam yang lalu.

Dengan berbalut handuk kimono, aku berlari, hingga menemukan Kendall berdiri menutup mulutnya, didaerah ruang makan. Aku segera berlari menghampirinya. "Ada apa?" tanyaku khawatir. Dengan sigap, Kendall langsung memutar badannya menghadapku dan memelukku. Sempat terlihat wajahnya pucat sekali. Dia memelukku sangat erat.

Aku membalas pelukannya. Kemudian menatap sebuah kardus, dengan noda merah seperti darah. Dengan berani, aku membukanya. Sebuah boneka, dengan memakai topeng wajah Kendall disana, dan sebuah pisau yang menancap tepat diwajahnya. Bukan hanya itu, boneka itu lengkap dengan darah yanh kurasa, benar-benar darah. Bau amis yang aku tahu, memang bau darah.

"Siapa yang mengirimnya?"

Kendall hanya diam. Kemudian menggeleng. "Itu sudah ada didepan balkon semenjak tadi. Dan aku baru menyadarinya pagi ini. Jadi aku memutuskan membukanya, karena bau amis itu juga semakin menyengat." Kendall masih mengeratkan pelukannya padaku.

Aku hanya bisa mengelus punggungnya, berusaha menenangkannya. Tak lama, aku memutuskan menelepon security dibawah untuk membawa pergi hal menyeramkan itu. Ini bukan kali pertama Kendall mendapatkan hal menyeramkan itu. Ini sudah ke empat kalinya dalam waktu 2 hari.

Aku menghampiri Kendall yang duduk di sofa, setelah menyerahkan benda itu pada keamanan apartemen. Aku meminta mereka membakarnya, dan meminta perlindungan ekstra. Tentu, jika diterror seperti itu, yang diterror akan stres. Dan aku tidak mau Kendall menjadi seperti itu.

"Untuk kali ini, aku mohon kita pindah." Kendall menatapku memohon. "Aku tak tahan. Walau aku tahu ini baru 2 hari, tapi ini seram sekali, Cam."

Aku menatapanya. Mengusap bahunya pelan. Agak ragu untuk menyetujuinya. Ya, aku sudah menabung untuk membeli apartemen ini.

"Cam, lagipula apartemen ini sempit. Barang-barang dari ruang kerjamu terlantar disini. Kita setidaknya butuh 3-4 kamar lah. Kumohon?" Kendall menyatukan kedua tangannya seperti orang memohon. "Kita bisa pindah ke apartemen yang teman kakaku urus. Dan kita bisa meminta bantuannya untuk menjual apartemen ini."

Aku menatapnya, masih tanpa suara. "Akan aku pikirkan, oke? Kita juga harus mempertimbangkan konsenkuensinya nanti, Ken." Sambil mengelus rambutnya, berharap dia akan mengerti. Kendall hanya diam. Tapi akhirnya, dia mengangguk pasrah. Aku tersenyum singkat. "Aku harus mandi." Aku pun segera bangkit dan menuju kamar mandi. Melanjutkan aktivitasku.

------------------------------------------------------------------

Aku sedang makan siang dengan Nash, Johnson, dan Gilinsky. Hingga akhirnya, Matt datang menghampiri. Dia langsung duduk disebelahku. "Cam!" Panggilnya, tentu aku menoleh kearahnya. "Kau pindah saja lah! Aku khawatir pada Kendall, jika dia terus diterror seperti itu."

Serius? Matt langsung membicarakan hal itu padaku didepan Johnson dan Gilinsky yang langsung menatapku penuh tanya. "Terror apa?" Aku menoleh pada Nash. Kini dia sudah berani membicarakan hal ini secara terang-terangan.

"Wait, ada apa ini?" Johnson menatap kami curiga. "Apa maksud dari pindah dan Kendall yang diterror?"

Aku memejamkan mataku. Aku menghela napas. Kemudian menatap Matt dan Nash jengah. Matt hanya nyengir. "Tidak ada salahnya jika yang lain tahu tentang ini sekarang kan?" Matt menaikkan kedua bahunya.

"Kendall dan Cam tinggal bersama. Dan sepertinya mereka mempunyai hubungan spesial sekarang." Nash terkekeh pelan, disusul Matt.

Dan saat itu, Gilinsky yang sedang minum tersedak. Really? Hal ini membuatku jengkel setengah mati kepada dua makhluk yang tidak bertanggung jawab.

Dallas Twins [CAMERON DALLAS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang