Chapter 1: Back to Indonesia

22.5K 686 32
                                    

Irina mendorong kereta dorong ketika keluar dari desakkan penumpang pesawat yang membludak, seharusnya ia tidak kembali ke Indonesia atau menginjak kembali negara ini namun karena pekerjaan dan beberapa keperluan membuatnya mau tidak mau melepas kehidupannya di Belgia. Seorang supir sudah menunggunya di pintu kedatangan, mengambil alih barang miliknya dan dibawa ke bagasi mobil. Ia menatap putranya yang masih tertidur pulas, wajahnya sangat menggemaskan hingga ia tidak bisa menahan untuk mencubit pipi gembil kemerahannya.

"Mami..." suara anaknya terdengar kesal karena terganggu tidurnya.

"Bangun, Sayang, kita sudah tiba," ujar Irina dengan gemas semakin mencubit pipi anaknya.

"I'm still sleepy, Mami," gumamnya yang semakin menutup wajahnya dengan tangan mungilnya.

Irina tersenyum dan mengambil puteranya dari kereta dorong, membiarkannya tertidur dalam gendongannya. Supir mengambil kereta tersebut dan diletakkan di belakang bersama barang lainnya, lalu menjalankan mobil meninggalkan bandara. Irina mengelus rambut cokelat Kelvin, sudah berumur tiga tahun puteranya kini. Tidak terasa dia berhasil membesarkan Kelvin hingga sekarang, bahkan ia merasa waktu yang begitu cepat berlalu.

👨

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

👨

Perlahan Irina membuka kaca mobilnya, ada seorang bapak tua yang sedang berjalan di pinggir. Dia berhenti dan menatap bapak itu, menanyakan letak rumah yang ia maksud berada di mana. Bapak itu terlihat terkejut dan terdiam sejenak, namun tak lama mulai tersenyum ramah menatapnya.

"Di palih ditu, Teh," Ujarnya dengan bahasa sunda yang tidak Irina mengerti sama sekali, dia menatap ke arah supir di sampingnya. Supir yang membawanya menggeleng pelan, sama tidak mengerti dengan ucapan bapak tersebut.

"Suruh masuk aja, Pak, biar dia yang tunjukin jalan."

Bapak tua itu segera masuk di kursi depan, Irina memandangnya sesaat karena terasa tidak asing dengan bapak tua itu. Rumah yang ia cari adalah rumahnya beberapa tahun yang lalu, rumah yang ia abaikan karena ia pergi ke Belgia. Ketika kembali setelah sekian lama, semua sudah berubah. Jalan masuk serta beberapa letak rumah mulai mengubah semua, sudah terlihat maju desa yang dulu ia tempati.

"Suami Teteh mana? Tidak ikut?" tanyanya lagi.

Irina terkejut mendengar pertanyaan yang dilontarkan bapak tersebut, ia menatap penuh tanya dam sedikit sinis. "Bapak kenal saya?"

Bapak itu tertawa. "Kenallah, Teh, Teh Irina dulu pernah tinggal di sini."

"Iya saya pernah tinggal di sini," jawab Irina dengan cepat namun rasa penasarannya semakin besar, karena yang ia ingat, dulu ketika ia menempati rumah di sini tak pernah Al muncul di depan rumahnya.

Forever Mine Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang