Arloji miliknya kini menunjukkan pukul 2 pagi, dan tentunya sangat tidak sinkron dengan waktu yang sekarang ia lihat.
Incheon International Airport, bandara terbaik di Asia dan bahkan masuk kedalam daftar 5 bandara tersibuk di dunia menjadi pandangan pertamanya. Begitu banyak manusia yang berlalu lalang dihadapnnya kini, kacamata hitamnya pun segera ia lepas. Bukan waktu yang tepat untuk menikmati udara Seoul sejenak karena kepentingannya sekarang adalah tiba di rumah sakit. Segera.
Langkahnya berjalan keluar bandara, mencari transportasi yang siap mengantarnya. Ingatannya berputar terakhir kali ia mengunjungi Seoul, dan baru hari ini lagi ia menginjakkan kaki di negara ginseng itu.
Tangannya bergerak untuk menghentikan taxi, mungkin pilihannya tepat karena tidak mungkin ia memakai transportasi umum. Supir pun memasukkan kopernya ke dalam bagasi, ia lebih dulu duduk di kursi belakang.
"Morning, Sir. Where are you going?" terdengar suara sang driver, aksen bicaranya begitu kental.
"Asan Medical Center, please. How long will it take to the hospital?" tanyanya, seraya menatap jam yang sudah disamakan dengan jam di Seoul.
"About 30 minutes. Are you in a hurry? We can take the expressway. There's an extra charge, okay?"
"That's okay, thanks."
Perlahan taxi itu meninggalkan bandara, kecepatan yang lumayan membuatnya tidak berniat menikmati pemandangan yang tersajikan dibalik jendela. Matanya sibuk menatap layar ponsel, mencari kontak yang setiap hari ia panggil dan setiap hari pula ia tak mendapat jawaban.
Benar saja kata driver itu, ia tak perlu waktu lama untuk tiba di rumah sakit dimana adiknya bekerja. Sekarang ia keluar dan menatap gedung rumah sakit yang cukup besar.
"Thank you. How much is it?" tanyannya setelah sang driver menurunkan kopernya.
"6.800 won." ujarnya.
Ia langsung mengambil uang yang -beruntungnya sudah ia tukar- berada di dompet.
"Here's. Keep the change." ujarnya dengan ramah, wajah sang driver pun terlihat senang.
Langkahnya kini menuju sebuah ruangan, tak peduli tatapan orang yang melihatnya bingung. Koper miliknya ia titipkan di tempat keamanan, ia segera menuju resepsionis.
Adiknya dalam penanganan medis sehingga ia diminta menunggu, pilihannya tertuju sebuah kursi di taman, selain karena ia ingin merokok. Pagi ini Seoul begitu dingin, ia mengeratkan jaketnya.
Diambilnya rokok dari saku, pematik pun telah membakar rokoknya. Matanya tertuju lurus ke arah danau buatan yang begitu indah, entahlah ia mengingat jika dulu rumah sakit ini tidak memiliki danau bahkan halaman luas ini dahulu hanya ada pohon sakura yang akan mekar di musim tertentu.
Terdengar suara hak sepatu mendekat ke arahnya, tak lama seseorang berhenti tepat dihadapannya. Menjulurkan sesuatu tepat didepan matanya.
"Aku baru saja mau ke LA sekalian kasih ini ke Kak Al." suara seorang gadis tertangkap oleh telinganya. Lalu ia mengangkat kepalanya, gadis manis dengan seragam dokter serta stetoskop melingkar di lehernya sedang menatapnya, ia kenal siapa gadis itu.
"Undangan pernikahan kak Mario." lanjutnya.
Al perlahan mengambil undangan itu, matanya melihat undangan berwarna pastel yang begitu indah dengan perlahan. Nama mempelai itu tertera, Mario dan Irina lah yang akan melaksanakan acara tersebut bahkan tak lama lagi acara itu berlangsung.
Di satu sisi ia merasa sakit karena sudah tak ada lagi kesempatannya untuk kembali, bahkan memperbaiki semua. Namun satu sisi lainnya ia senang karena Irina bisa mendapatkan kebahagiannya. Ia lebih memilih sisi positif, perlahan ia bisa menyunggingkan senyumnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Forever Mine
Romance[[ Hutama Family-season 3 ]] SQUEL REIS Setelah tiga tahun meninggalkan Indonesia, akhirnya Irina kembali bersama putra satu-satunya yang ia cintai. Mencoba melupakan luka dan masa lalu yang pernah terjadi ketika menginjakkan kakinya, melupakan Al y...