Chapter 4: Call me if you need

7.7K 466 21
                                    

“Kelvin! Jangan sentuh barang itu!” pekikku saat melihat Kelvin sedang memainkan barang pemberian Al yang sudah aku buang semalam. Tapi kenapa bisa ada di tangan Kelvin?

But, this is so cool, Mam. Di rumah Omah tidak ada,” ujarnya yang langsung melindungi mainannya.

Aku beranjak mendekatinya, menatapnya dengan tajam untuk segera membuang mainan tersebut. “I said, don't touch it, Kelvin Anindityo!” Kelvin langsung membuang mainan tersebut dengan kasar lalu berlari meninggalkanku dengan menangis. Baru kali ini memang aku membentak Kelvin, aku bukan type orang tua yang pemarah jika anakku melakukan kesalahan tapi bukan juga tipe orang tua yang buta jika Kelvin melakukan kesalahan.

Aku terduduk di lantai seraya mengacak rambutku, hanya karena sebuah mainan aku memarahi dan membentak Kelvin yang tidak tahu apa-apa. seharusnya itu wajar jika Kelvin menyukai mainan tersebut karena itu pemberian Papinya, tapi aku melarangnya untuk menyimpan barang dari papinya sendiri, tega sekali aku ini.

Dengan enggan aku mengambil mainan yang terhampar di lantai, memasukkan mainan itu ke dalam kantong plastik. Inilah yang terbaik, aku membuang semua yang berhubungan dengan Al yang kembali mengusik hidupku. Lagi.

Aku keluar dari rumah untuk membuangnya, lalu tak sengaja aku melihat sebuah mobil hitam mewah yang tidak pernah aku temui apa lagi aku tidak yakin mobil itu milik warga sini, karena Malik pernah memberitahu jika warga sini hanya memiliki roda dua...

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Aku keluar dari rumah untuk membuangnya, lalu tak sengaja aku melihat sebuah mobil hitam mewah yang tidak pernah aku temui apa lagi aku tidak yakin mobil itu milik warga sini, karena Malik pernah memberitahu jika warga sini hanya memiliki roda dua meskipun banyak yang merantau ke Jakarta. Mataku menyipit menatap mobil berwarna putih itu, seakan orang yang di dalam sana juga ikut menatapku di balik kaca gelap. Tanganku tetap membuang mainan itu ke dalam tong sampah, namun mataku tetap menatap mobil mencurigakan tersebut. Dengan perlahan aku pun menghampiri mobil itu karena curiga, namun tak lama kemudian mobil itu menyala dan segera mengegas pergi.

“Kelvin!” panggilku dengan pelan mengetuk kamarnya. Setelah mobil itu pergi dengan segera aku berlari masuk ke dalam rumah memastika jika Kelvin baik-baik saja. Namun tidak, Kelvin mengunci pintu kamarnya hingga aku tak bisa masuk.

“Kelvin sayang, mami bisa beliin kamu mainan yang lebih bagus dari itu, Sayang. Percayalah,” bujukku. Kelvin tak juga membuka pintunya membuatku khawatir, jantungku berdetak kencang dengan pikiranku yang sudah buruk. Aku tidak ingin terjadi apa-apa dengan Kelvin, Tuhan. “Sayang, ayolah! Apa perlu kita hari ini pergi ke toko mainan dan kamu memilih sendiri? Apapun yang Kelvin inginkan akan mami turuti.”

Perlahan pintu kamar terbuka, dia berdiri dengan menundukkan kepala. Aku mensejajarkan tubuhku dengan tingginya, mengangkat kepalanya hingga aku melihat jejak air mata yang membekas di pipinya. Aku langsung menarik tubuhnya, memeluknya dengan erat.

Really? Mami akan menuruti permintaan, El?” tanyanya dengan suara serak karena menangis.

Aku mengangguk cepat. “Iya Sayang. Anything,” ujarku yang langsung mengelus wajahnya.

Forever Mine Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang