Chapter 18: Too late

4.1K 324 20
                                    


By the way any bus way, ini alurnya aku cepetin ya jadi maaf kalau kurang memuaskan.

Kini harus aku lewati
Sepi hariku
Tanpa dirimu lagi..

Biarkan kini ku berdiri
Melawan waktu
Tuk melupakanmu

Walau pedih hati
Namun aku bertahan ..

*

Al terdiam mengingat ucapan Zhifa beberapa jam yang lalu, gumpalan asap yang berasal dari kopi yang ia pesan sedikit menenangkan pikirannya. Hanya sedikit. Matanya tertuju pada ponsel yang kini bergetar, sebuah nama yang sungguh tidak ia harapkan hadir disaat seperti ini.

Irina Dendrobium

Tanpa menunggu lama ia langsung menggeser ke arah merah, tak berniat untuk menjawab panggilan itu. Jika itu pilihan Irina dan tanpa memedulikan dirinya —oke karena sekarang sudah berpisah. Maka Al akan lakukan yang sama, sama-sama akan menyakiti satu sama lain.

Ia langsung bangkit dari kursi cafe, memberikan selembar uang merah. Ia melenggang keluar menuju basement, mobil sedan itu mulai meninggalkan zona nyamannya siap melewati jalan raya yang begitu sibuk.

Ponsel itu kembali bergetar, dia melirik malas kearah ponselnya yang berada di dashboard. Nama sang mama tertera di ponselnya, dahinya berkerut dengan fikiran kesal.

Kenapa sekarang mamanya nelpon? Disuruh Irina?

"Hallo ... Al lagi di jalan jemput Kelvin ... Al capek ma ... iya iya"

Ia buang asal ponselnya, giginya terkatup menandakan ia sedang menahan emosi namun tak lama Al langsung memukul stirnya dengan kesal bahkan ia berhenti secara mendadak membuat beberapa mobil ikut menginjak rem untuk menghindari kecelakan.

Seharusnya ia berangkat ke Los Angeles untuk meetingnya dengan Frans, namun harus tertunda karena Irina menitipkan Kelvin padanya. Bukan karena ia menolak bersama dengan Kelvin, tapi ia tidak bisa bersama dengan Kelvin jika anaknya itu masih memanggilnya om bukan Papi atau daddy yang seharusnya ia dengar.

Egois memang.

Terdengar suara klakson yang begitu memekikan telinga, hingga akhirnya Al mengangkat wajahnya dari stir kembali menjalankan sedannya ke tujuan yang telah ia niatkan.

*

"Maaf jika aku merepotkanmu," ujar Irina

Al menyesap kopi untuk kedua kalinya dalam sehari ini, mungkin kafein yang ia minum dapat mencegah depresi atau penyakit psikologis secara efektif.

"Kalau boleh tau... kenapa sih sampai sekarang kamu belum mengizinkan aku untuk mengaku ke Kelvin sebagai ayahnya?" tanya Al, mengalihkan topik pembicaraan sebelumnya.

Ia mengambil sebatang rokok lalu mematik korek ke ujung rokok, ia memperhatikan tingkah Irina yang terlihat tidak nyaman dengan pertanyaannya.

"Karena Kelvin-"

"I know, bukan itu saja alasan utama kamu," sela Al yang sudah bisa menebak apa jawaban Irina.

Al bisa melihat gerak gerik Irina yang begitu kentara, meskipun saat ini Irina tengah menatap lemon tea tanpa berniat meminumnya.

"Kalau kamu tetep kekeuh enggak mau izinin aku jadi ayah Kelvin, lebih baik aku benar-benar menghilang dari kamu dan Kelvin, Rin. Karena jika kamu diposisi aku, aku rasa kamu akan melakukan ini juga. Aku enggak mau cuma dianggap om, karena kamu tau? aku pun ikut andil dalam pembuatan Kelvin," ujar Al tenang, tatapannya begitu santai.

Forever Mine Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang