1. Hanya Dari Jauh

292K 14.2K 550
                                    

[AN: Kalau baca yang fokus atau tunggu sampe semua kerepost baru di baca:)]

.

"Hanya menatapnya dari jauh saja aku sudah sangat senang," -Ocha.

Ocha POV

INI hari dimana aku masuk ke sekolah lagi dengan kelas baru dan mungkin juga teman baru. Aku masih duduk di bangku sekolah menengah atas atau lebih tepatnya di SMA Kerilos dan masih kelas sebelas.

Meskipun sekolah ini terbilang mahal, tetapi aku bersekolah di sini dibiayai oleh Ayahku yang bekerja tanpa lelah bahkan ia tidak sempat berada di rumah dan selalu bekerja setiap harinya. Dia juga menjadi donatur di sekolah ini, tetapi aku tidak ingin siapa pun tau hal ini. Biarlah aku dan Ayah saja yang tau.

Aku menghela napas sesaat lalu menangkap sosok itu di koridoor sekolah. Aku tahu dia. Dia kakak kelasku yang sangat populer di kalangan sekolah. Dia berjalan dengan ketiga temannya. Namanya Rama, dan ketiga temannya bernama Helga, Iwan, dan Fendy. Dia menurutku anaknya sangat angkuh dan cool. Lebih tepatnya dia itu menurutku bad boy. Terkesan lebih dingin dengan perempuan bahkan dulu dia pernah membuat seorang adik kelas perempuan yang menyukainya kapok dengan cara mempermalukannya di depan umum. Saat itu adik kelas itu mengirim surat cinta untuknya dan dengan teganya kakak kelasku itu membacakannya di tengah-tengah lapangan diiringin gelak tawa gerombolan teman-temannya.

Tapi sapa sih yang gak suka ngeliat cowok kaya dia? Semuanya pasti suka. Kalau gak suka, berarti gak normal, karena semua cewek pasti ada rasa kagum untuk seorang pemuda seperti dia. Entah itu hanya dilihat sekilas atau hanya baru bertemu pertama kali.

Wajahnya terpaut jelas dan tatapan matanya sangat tajam, setajam mata elang. Pupil kedua matanya berwarna biru yang membuatku suka untuk hanya sekedar memandangnya. Meskipun dari jauh.

Aku menghela napas. Ngapain mikirin dia sih? Dan kenapa aku ngelantur yang tidak-tidak pagi ini?

Aku menggeleng pelan dan masuk ke dalam kelasku. Aku menatap ke arah jam dinding yang masih menunjukan pukul 7 pagi. Biasanya Tera datang lebih awal dariku, tetapi kali ini tumben. Aku bisa tebak bahwa ia pasti habis bergadang malam ini. Makanya dia belum datang jam segini.

Tera adalah sahabat baikku. Dia tau semua masalahku. Dia adalah sahabat yang paling mengerti bagaimana aku. Di saat aku hilang arah, dia pasti akan membantuku dengan tangan terbuka yang membuatku sangat-sangat berterimakasih kepada Tuhan karena telah menjadikannya sahabatku.

"Hoi Ocha!" teriakan dan gebrakan meja itu membuatku kaget dan refleks menoleh dan mengelus dadaku.

"Cie, kangen sama gue ya?" ucap Tera dengan cengiran khasnya yang membuatku menatapnya mata menyipit, sebal. "Biasa aja kali muka lo," ucapnya lagi membuatku tertawa pelan. Dia duduk di sebelahku sambil menaruh tasnya lalu menyugar rambutnya yang berantakan. Cowok tinggi itu memalingkan wajahnya padaku.

"Eh, lo udah buat PR gak?" tanyanya membuatku mendengus pelan. Pasti ada maunya.

"Udah," jawabku dan dia langsung memasang wajah memelasnya di depanku.

"Bagi dong," ucapnya sambil merajuk yang membuatku kembali menyipitkan mata ke arahnya yang dibalas kedipan genit. Aku akhirnya mengangguk pelan dengan malas.

"Ambil aja, buat cepet gih. Kita udah mau masuk," ucapku kepadanya. Dia langsung menampilkan deretan gigi putihnya yang selalu menjadi andalannya.

"Lo emang selalu ngerti gue, Cha." ucapnya lalu menyerobot tasku. Dia memang selalu begitu, jadi biarlah. Aku tahu bagaimana dia. Tera tidak akan bisa konsentrasi kalau belajar di rumah karena katanya ada tetangganya yang suka ngidupin musik dangdut di samping rumahnya dan aku tau kalau Tera benci lagu dangdut.

A Little LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang