30. Belum Berakhir Sampai Di Sini

127K 9K 457
                                    

***

Kebencian selalu membunuh, cinta tidak pernah mati, itulah yang membedakan antara keduanya. Apa yang diperoleh cinta, akan selalu abadi. Apa yang diperoleh benci, akan menjadi beban hidup karena ia akan melahirkan banyak kebencian baru. —By Mahatma Gandhi

***

RAMA POV

Adik sialan!

Aku mengeram tertahan membaca surat yang ada di atas meja dekat sofa. Berani sekali dia tanpa minta izin bawa Ocha kabur dari apartemenku sore ini. Ini gara-gara aku ninggalin Ocha buat beli martabak karena aku saking penginnya dan Ocha langsung menghilang dan ini ulah adikku sendiri.

Aku tau karena Ocha menulis surat kecil untukku. Lihat saja nanti kalau mereka sudah pulang, aku hajar Raka. Mana Ocha gak ngangkat telponnya lagi. Aku takut dia kena hasut Raka. Secara Raka tuh mulutnya ember. Meskipun dia gampang diperdaya tapi mulutnya itu ceplas-ceplos. Salah-salah dia cerita tentang keburukanku saat SMP.

Jadi aku harus bagaimana?

Aku mencari nama Ocha di kontakku lalu mencoba untuk menghubunginya lagi. Terdengar nada sambung yang membuatku berjalan mondar-mandir menunggunya.

"Halo kamu di mana? Kok Raka gak minta izin sama aku? Kok kamu gak bilang sama aku? Aku nyusul kamu ya? Kamu dimana sekarang Cha?" cecarku.

"Busettttttttt, santai kali bang! Ini gue."

"Lo bawa kemana Ocha, hah?! Gue mau ngomong sama Ocha. Cepet kasi dia telpon yang lo pegang!" ucapku saat sadar yang mengangkat telpon ini itu Raka. Kok bisa Raka yang ngangkat? Emangnya Ocha lagi di mana? Kenapa Raka yang bawa ponselnya?

"Ada. Tuh."

"Lo ngasi aja lama banget! Kalian lagi apa sih? Kok berisik banget?" tanyaku saat aku mendengar suara-suara tawa anak kecil.

"Main."

"MAIN?!" teriakku tanpa sadar.

"Yaampun. Lo gak usah teriak-teriak juga kak. Ini gue lagi di taman. Ocha minta main ayunan."

"Sama lo?" tanyaku.

"Yaiyalah masa sama Papa," gerutunya ketus.

"Terus ngapain lo ngajak Ocha keluar tanpa izin gue?"

"Gue pengin." setelah jawaban itu aku rasa kepalaku akan meledak.

"Kembaliin Ocha sekarang!"

"Gak mau. Ocha lebih bahagia sama gue bukan sama lo, Kak. Buktinya sama lo dia nangis terus. Lo nyakitin dia terus sih." ejek Raka membuatku terdiam.

"Balikin Ocha sama gue, Raka atau aduin Papa sama kelakuan lo yang seenaknya ini!"

"Aduin aja, orang Ocha juga mau pergi sama gue. Dia malah seneng lagi. Yaudah, bye ya Kak." setelah Raka menutup sambungannya aku berdiri diam dengan emosi yang akan meledak sebentar lagi.

Cukup!

Aku harus mencari Ocha sekarang juga.

"Taman. Taman yang mana ya?" gumamku sambil mondar-mandir. Oh ya! Taman deket makamnya Bunda Ocha kali ya? Pasti di sana mereka sekarang.

Dengan segera aku menyambar kunci mobilku yang ada di atas meja lalu aku pergi menuju ke taman itu. Setelah memacu mobil dengan kecepatan maksimal, lima belas menit kemudian aku sampai di tempat tujuan dan mataku langsung menangkap sosok Raka yang sedang mengacak rambut Ocha yang membuat tubuhku panas, menahan emosi. Aku cemburu? Dengan adikku sendiri? Ya karena aku merasa Raka juga suka dengan Ocha.

A Little LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang