14. Janji Yang Terlupa

128K 10.6K 512
                                    

"Luka di dalam hati menguatkan yang lemah agar bisa menjadi seorang yang tegar."

***

RAMA POV

Saat ini aku terdiam di dalam mobilku. Aku tidak tau mengapa mulutku ini berbicara hal seperti itu. Aku akui aku terlalu kasar terhadap Ocha. Aku tau keinginan untuk itu memang besar. Keinginan untuk menyakitinya.

Aku memang mengakui pernikahanku dengan Ocha adalah pernikahan konyol, tetapi saat mendengar dia mengucap kata sakral di pernikahan kami, entah kenapa aku tidak bisa berpikir. Sakral? Memang. Dan aku telah menodai kata sakral itu.

Pernikahan memang hal yang sangat sakral dan aku telah melupakan hal itu. Aku melupakan definisi pernikahan yang satu itu. Aku mengembuskan napas kasar lalu bersender di kursi penumpang dan memejamkan mataku. Aku tidak tau mengapa hatiku terasa sangat terusik memikirkannya. Semuanya begitu rumit dan pelik.

Aku harus segera menyelesaikan pernikahanku dengan Ocha. Harus. Secepatnya aku harus mengakhiri hubungan sepihak ini. Aku tidak bisa lagi menyakitinya. Aku tidak bisa melakukan hal keji seperti itu. Itu memalukan harga diriku sebagai seorang laki-laki. Aku menoleh ke arah kiri dan melihat dari dalam bahwa diluar hujan deras serta ada suara gemuruh dari atas yang membuatku menurunkan kaca mobilku lalu aku terperangah karena hujan sangat deras diluar.

Aku menutup kaca mobilku kembali lalu memutar haluan mobilku untuk mencari Ocha. Dia pasti sangat sakit hati. Aku tau, tetapi mau bagaimana lagi? Aku memang harus menjelaskannya kepada Lisna karena dia tidak mau berbicara kepadaku dari kemarin. Jangankan berbicara, menatap wajahku saja dia tidak mau dan aku hanya bisa diam melihatnya memperlakukanku seperti itu.

Aku mulai mencarinya di beberapa tempat. Keadaan makin tak terkendali. Hujan semakin mengguyur aspal. Lalu detik ini aku menoleh ke kiri dan ke kanan untuk mencari keberadaan Ocha. Hujan semakin deras bahkan angin juga semakin kencang. Aku merasa bersalah karena membuatnya menangis. Aku kan tidak tau bahwa responnya akan begitu.

"Hujannya deres banget. Ocha dimana ya?" gumamku sambil menoleh ke arah kanan. Mataku beralih menatap makam. Makam ini adalah makam Tari. Pemakaman umum ini membuatku melihatnya terus lalu aku tidak sengaja menangkap sosok gadis yang tengah berada di tengah-tengah makam dengan posisi berjongkok. Seragam sekolahnya kumel akibat tanah dan juga basah.

"Astaga. Itu Ocha, bego!" batinku berseru. Aku segera keluar dari mobilku tanpa memperdulikan bajuku yang basah lalu berlari ke arahnya. Aku masuk ke dalam pemakaman lalu aku mendengar suara isak tangis yang membuatku terpaku di tempat.

Dia hanya menangis dengan kepala tertunduk sementara aku hanya diam di belakangnya. Melihatnya seperti itu membuatku semakin tidak mau menyakitinya. Aku memang membencinya, tetapi aku juga manusia yang tidak akan mungkin bisa membenci seseorang dengan begitu dalamnya. Aku masih punya rasa prihatin untuknya. Yah, setidaknya hanya prihatin atas hidupnya. Hanya itu. Tidak lebih.

Aku mengusap wajahku yang basah akibat air hujan yang sangat deras lalu berjalan ke arahnya. Aku berjongkok di sebelahnya. Badannya benar-benar bergetar hebat. Dia menangis tanpa menyadari kehadiranku di sebelahnya.

Aku menatapnya datar lalu mengembuskan napas kasar.

"Lo emang nyusahin banget. Kita pulang aja dan jangan banyak tanya," ucapku kepadanya. Kulihat dia tidak merespons. Dia masih menelungkupkan kepalanya di lipatan kedua tangannya yang ada di atas lutut.

"Ocha!" seruku kepadanya tetapi dia masih tetap pada posisi yang sama.

Dasar nyusahin. Dia benar-benar parasit dan merepotkan.

"Pengin di sini terus sampai hujan reda, hah?! Lo bisa sakit nanti! Ayo cepat berdiri! Jangan sampai gue dimarahin Mama sama Papa karena lo sakit!" bentakku kepadanya lalu mencekal pergelangan tangannya. Tetapi tangannya begitu lemas lalu dia terhuyung ke belakang yang membuatku menangkapnya.

A Little LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang