27. Terima Kasih

184K 9.9K 392
                                    

OCHA POV

Aku sayup-sayup mendengar suara orang berbicara di seberangku. Siapa ya? Tapi kepalaku masih pusing sehingga aku tidak bisa membuka kedua mataku.

"Rama kamu yakin gak bakalan sekolah di sana? Ini kesempatan emas bagi kamu dan masa depan kamu nantinya. Buat Ocha juga. Apa kamu yakin nolak sekolah di sana?" Ini suara Ayah. Aku kenal betul ini suaranya.

"Ya. Rama tetap pada keputusan Rama. Rama bakalan nemenin Ocha di sini."

"Rama jangan bertindak bodoh, kami masih bisa menjaga Ocha di sini jika itu yang kamu khawatirkan."  itu suara Mama Ajeng.

"Gak Ma, keputusan ini udah Rama ambil dari jauh-jauh hari. Dua bulan yang lalu Rama mikirin ini, selama Ocha hilang. Bagaimana pun Rama gak bisa ninggalin Ocha dalam keadaan seperti ini. Rama yang salah Ma, jadi Rama juga yang harus bertanggung jawab atas semuanya. Bukan malah lari dan mementingkan diri sendiri."

Setelah itu hening sangat lama. Aku dapat merasa ada atmosfer berbeda setelah kalimat terpanjang kak Rama itu.

"Papa bangga sama kamu Rama."

Aku berhasil membuka kedua mataku. Aku mulai mengerjapkan pandanganku yang sedikit kabur. Kepalaku pusing bukan main ketika cahaya lampu benar-benar menyilaukan mataku.

"Ocha," suara Mama Ajeng terdengar tetapi aku masih pusing dan pandanganku masih kabur.

"Ocha sayang?" panggilnya lagi sehingga aku benar-benar menatapnya.

Kak Rama berdiri di sebelahku. Wajahnya benar-benar cemas. Dia memberiku senyum penuh kelegaannya saat ini yang entah kenapa membuatku benar-benar senang.

"Kok Ocha di sini?" tanyaku.

Kak Rama menggenggam erat sebelah tanganku, "Kamu jangan mikirin apa-apa dulu ya. Yang penting kamu pulih dulu," ucapnya di sebelahku.

Kulihat ada Ayah dan Papa tersenyum ke arahku. Mama Ajeng juga memberi senyum serupa padaku. Aku ingin membalas senyuman mereka tetapi untuk tersenyum pun aku tak mampu. Terlalu susah untuk sekadar melengkungkan bibir jadi aku hanya menatap mereka.

"Minum dulu," ucap Mama Ajeng menawarkanku segelas air putih. Sekarang aku dibantu agar duduk di atas brankar rumah sakit oleh kak Rama. Aku meminum air yang diberikan Mama Ajeng dan akhirnya aku bisa tersenyum ke arahnya.

"Makasi, Ma," ucapku tulus.

"Rama, Papa sama Marco mau ke kantor. Kami ada meeting. Kami tinggal nggak pa-pa kan? Di sini juga ada Mamamu," ucapnya kepada kak Rama.

"Gak Pa-pa, Pa. Serahin semuanya sama Rama."

Kulihat Papa mengangguk dan Ayah menatap Papa lalu mereka keluar dari kamar rawat inapku.

"Sepertinya kalian butuh ngobrol berdua. Mama keluar sebentar ya," ucap Mama seperti menggoda kami.

Kak Rama mengangguk, "Makasi Ma," ucapnya.

Mama tersenyum lembut dan mengangguk mengerti. Ia mengusap rambut kak Rama dengan sayang lalu pergi juga dari kamar rawat inapku. Jujur aku masih kesal dengan Kak Rama. Bagaimana aku tidak kesal melihat kejadian itu?

"Cha, jangan diterusin dong ngambeknya," ucapnya lalu duduk di sebelahku. Aku membuang muka ke sebelah dan meremas ujung baju rumah sakit.

Terdengar helaan napas berat di sebelahku. Aku masih diam tidak mau menatapnya. Ya aku sebel lah. Masa cuman segitu aja dia minta maafnya? Mana kepalaku masih pusing lagi.

"Cha, jangan ngambek dong." dia mencolek-colek daguku tetapi aku menggerakan wajahku agar dia tidak bisa menggodaku lagi.

"Chaca sayang," wajahku langsung merah dipanggil seperti itu.

A Little LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang