5. Penolakan Lagi

131K 10.2K 295
                                    

"Keindahan terbesar dari hidup adalah mencintai dan dicintai. Orang-orang yang saling mencintai adalah manusia yang sesungguhnya. Bukan hanya cinta kepada orang yang mencintainya, tetapi mencintai orang yang juga membencinya."

***

Ocha's Pov

Aku mengedarkan pandangan di keadaan yang sudah sepi dan senyap. Acara pernikahanku sudah selesai sejam yang lalu. Aku memilih duduk menyendiri. Begini lebih baik. Bagiku kesendirian itu menguatkanku. Bagiku kesendirian itu temanku, karena hidupku memang selalu sendiri dari dulu.

"Ocha, Mama sama Papa pamit dulu ya," ucap Mama Ajeng sambil menatapku dalam. Sekarang aku harus memanggilnya Mama. Aku mengerutkan keningku sambil menatapnya.

"Maksudnya, Ma?" tanyaku. Tentu aku terkejut karena rumah ini adalah rumah Mama Ajeng dan Papa Regar.

Mama Ajeng tersenyum sangat lembut dan mengusap telapak tanganku, "Kamu pasti tau 'kan sekarang itu, hmm..." ucap Mama Ajeng dengan bahasa ambigu yang membuatku kebingungan.

"Udah jangan goda Ocha," ucap Papa Regar sambil tersenyum hangat menatapku, "Rama sedang mengantar tamunya ke depan. Sebentar lagi dia akan masuk, kamu lebih baik beristirahat Ocha," ucap Papa Regar lagi. Sementara aku hanya tersenyum kikuk dan mengangguk karena tidak mengerti arah pembicaraan mereka yang ditujukan kepadaku.

Aku bego banget ya?

Emang.

"Iya, Om-- eh Pa," ucapku kaku.

Papa Regar mengusap sedikit wajahku, sayang. Keluarga mereka memang tidak memiliki keturunan perempuan. Hanya Raka yang terakhir.

Aku dapat melihat sosok itu dari jauh. Sosok yang tengah bergandengan tangan dengan Mama tiriku. Sosok yang sangat aku sayangi, sampai-sampai aku tidak tahu seberapa besar aku menyayanginya. Tetapi, dia tidak pernah menganggapku anaknya. Dia tidak sudi aku menjadi anaknya. Setidaknya begitulah yang ku tau selama ini.

"Ocha, Ayah sama Mama Ira dan Deon balik dulu ya. Kamu baik-baik di sini," ucapnya dengan senyum palsu dan terkesan kaku, bahkan Mama Ira tidak menampilkan wajah apapun, dia tetap dengan wajahnya yang sinis ketika menatapku. Aku tau dia tidak suka padaku.

Aku tau dia berniat mengambil harta Ayah, dan biarlah sudah. Aku tidak mau memberi tahu ayah lagi. Aku sudah mencobanya dulu, bahkan berkali-kali, tetapi Ayah tidak peduli. Dia terkesan menganggap ucapanku hanya hal yang tidak penting. Dan aku lelah memberi tahukannya tentang hal itu.

Bukan ini yang ku mau. Bukan kepura-puraan. Ayah berlaku seperti itu hanya di depan Mama Ajeng dan Papa Regar serta Raka. Dia berlaku seperti itu hanya saat ini, tetapi aku tau itu semua palsu.

Mereka semua pamit, tetapi masih ada Deon di depanku. Dia memelukku yang membuatku cukup terkejut. Aku tau dia merasakan apa yang aku rasakan. Aku pun akhirnya membalas pelukannya dengan merunduk sedikit karena perbedaan tinggi kami yang berbeda. "Kak Ocha bahagia ya. Deon gak mau liat Kak Ocha nangis lagi," ucapnya membuatku mengangguk pelan dengan senyum tulus. Semuanya memandangku dan juga Deon. Kedua orangtua Kak Rama memandangku dengan pandangan yang tidak bisa aku artikan.

Aku mengapus airmataku yang terbendung di pelupuk mata dan melerai pelukannya. Dia tau sejarah hidupku selama ini dan dia lah adikku yang paling aku sayangi meski kami saudara tiri dan beda Ibu.

"Iya, Eon. Makasi banyak karena kamu yang paling ngerti Kak Ocha," ucapku tulus. Dia mengangguk dan tak lama pamit bersama Ayah dan Mama Ira meninggalkanku dalam kesendirian.

Semuanya telah hilang, bahkan aku merasa hidupku sebagian kehilangan arah.

Terkadang, cinta mampu melunakkan besi, menghancurkan batu, membangkitkan yang mati dan meniupkan kehidupan yang ada, serta membuatnya menjadi terbalik. Dan inilah dahsyatnya cinta.

A Little LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang