OCHA POV
"Deon yang ngasi tau ayah. Semuanya. Dia juga bilang kalau Mamanya itu memang pembunuh. Dia tau semuanya karena nguping pembicaraan Ira sama sahabatnya saat di rumah dan saat itu juga Deon naik motor ke kantor ayah dan ngasi tau yang sebenarnya. Awalnya ayah emang gak percaya, tapi Deon punya buktinya. Dia anak yang cerdas dan dia juga ngerekam setengah bagian dari percakapan itu terus ngasi tau ayah."
Dari sorot matanya aku tau ayah pasti sangat-sangat kecewa. Aku tau ayah mencintai Mama Ira. Karena katanya cinta datang karena terbiasa. Dan mereka sudah hidup bersama-sama sejak lama jadi benih-benih cinta itu pasti tumbuh dengan sendirinya.
Ternyata bukan Mama dan Papa yang memberitahu hal ini.
"Deon sampai sekarang cuman diam saja di kamar. Ayah gak tahu cara ngebujuk dia. Dia benar-benar sedih dan ayah gak tega liatin dia kaya gitu. Dia kaya kehilangan semangat hidupnya," ucap ayah lesu sambil menatap gelas yang ada di depannya. Saat ini kami memang duduk di restoran yang sama tempatku tadi dengan Mama. Kebetulan Mama katanya ada urusan mendadak dan dia harus pulang lebih awal.
Aku tidak mau berburuk sangka. Tapi aku mengerti mengapa Mama memberikan peluang bagi kami untuk menjelaskan hari ini maka dari itu dia menjauh. Mungkin saja begitu kan?
"Lalu dimana sekarang Mama Ira?" ucapku dengan suara pelan bertanya kepada ayah.
"Melarikan diri bersama pacarnya," suara ayah mendadak dingin. Tetapi ini bukan di tujukkan kepadaku melainkan untuk dirinya sendiri.
***
Aku masih diam di tempat. Aku menikmati pemandangan sekolah yang tampak panas dengan terik sinar matahari yang mampu membakar kulit karena saking panasnya. Aku duduk di bawah pohon yang rindang, tepatnya di bangku lapangan. Dari sudut mata memandang hanya keadaan sepi yang kudapat bahkan kalau ada suara langkah kaki aku pasti bisa mendengarnya dengan mudah.
Kemarin aku bertemu dengan ayah. Kami membicarakan banyak hal layaknya anak dan ayah yang sudah lama tidak bertemu dan bertegur sapa dengan hangat. Aku sangat bahagia. Bagaimana mungkin aku tidak bahagia? Sudah berapa lama aku tidak berbicara seperti itu dengannya?
Rasa-rasanya aku masih ingin merasakan hal yang sama seperti kemarin. Saat di mana ayah ternyata merindukanku juga. Aku berharap semoga saja ayah mendapat kebahagiaannya setelah apa yang terjadi kepadanya.
Kemarin saat aku pulang Kak Rama sudah tidur tapi dengan keadaan babak belur. Aku akhirnya tidur di karpet ruang tengah karena aku takut dia sakit. Tapi saat aku terbangun paginya dia sudah menghilang dan aku juga terheran mengapa aku bisa tertidur di kamarku. Dan satu yang aku tau. Dia kemarin pasti membawaku ke kamar. Tidak mungkin orang lain kan?
"Kok sendiri?" suara itu membuatku menoleh. Kulihat Raka duduk di sebelahku sambil tersenyum.
"Terkadang menyendiri lebih baik daripada bersama dengan banyak orang tetapi kehadirannya tidak di anggap," ucapku kepadanya. Sedetik kemudian dia terkekeh mendengarnya.
"Iya juga sih. Enakan sendiri. Kok belum pulang?" tanyanya mencoba berbasa-basi.
Aku mengendikan kedua bahuku. "Nanti aja deh. Cuman pengin di sini bentar," ucapku. Dia manggut-manggut mengerti lalu mengendarkan pandangannya ke arah depan. Lapangan sekolah sedang sepi dan panas.
Aku melihat dia mengerutkan keningnya dalam-dalam saat melihat ke arah depan. Tanpa pikir panjang aku juga menoleh ke arah depan dan melihat sosok kak Rama yang sedang menatap kami dengan kedua tangan masuk ke dalam kedua kantung celananya. Aku tidak bisa menebak apa arti raut wajahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
A Little Love
Teen Fiction[Sebagian cerita ini di private, follow dulu baru bisa baca] Rama Dwipayana dan Ocha Aryasastra terjebak dalam takdir hidup yang mempermainkan mereka. Rama dan Ocha adalah siswa dan siswi SMA yang menikah di usia muda mereka karena perjodohan. ...