"Halo?"
"Halo, ini siapa?"
"Ini aku, Stev.."
"Oh... Emm hai Eve?"
"Hai, Stev. Eh eumm...kamu kenapa gak sekolah?"
"Oh...aku lagi keluar kota. Ada acara keluarga. Kenapa emangnya?"
"Gapapa sih. Cuma....lagi pengen ngobrol aja."
"Hahaha tumben banget.."
"Aku mau minta maaf soal..."
"Gaperlu minta maaf. Emang seharusnya kok kamu marah kaya gitu, kan emang aku yang kecewain kamu."
"Aku bersyukur banget kalo ternyata kamu gamarah sama aku. Aku cuma pengen kita....berteman kaya dulu lagi mungkin? Itu juga kalo kamu mau."
"Ya jelas aku mau lah. Atas dasar apa aku nolak permintaan kamu coba?"
"Like I've said before, I'm just wondering if you're mad at me or something.."
"Aku gaakan pernah bisa marah sama kamu, Eve."
"Makasih ya, Stev. Makasih buat semuanya.."
"Kamu gausah ngomong gitu ah, kesannya kaya aku gimana aja hahahah.."
"But I want you to promise me something."
"What?"
"Jangan tinggalin aku lagi, ya."
"I promise you."
*****
Entah apa yang kurasakan saat ini. Aku bingung apakah aku harus merasa senang atau sedih?
Kak Farrel baru saja bilang kalau ia suka padaku. Jujur saja, aku senang karena akhirnya selama ini rasa kagumku padanya bisa terbalaskan. Namun disisi lain, aku merasa sedih. Karena itu artinya, aku harus mengakhiri segala kepura-puraanku bersama Revin.
Bukan karena aku tak menyukai Revin atau bagaimana, hanya saja ia terlalu baik padaku selama ini. Telah banyak kebaikan yang telah ia lakukan padaku sampai-sampai aku tidak tega untuk memintanya berhenti menjadi pacar pura-puraku.
Aku tahu, sebenarnya ini semua salahku. Aku yang terlalu kalap akan kedatangan Stevan, sampai-sampai aku langsung meminta Revin yang pada saat itu hanyalah orang asing bagiku untuk menjadi pacar pura-puraku hanya untuk membuat Stevan mundur perlahan.
Namun pada akhirnya? Kenyataan berbalik. Stevan mundur tanpa harus kupamerkan padanya bahwa aku sudah punya 'pacar'. Jadi selama ini, sebenarnya statusku dengan Revin tidak berpengaruh terhadap apapun. Bahkan saat ini, aku telah memperbaiki hubunganku dengan Stevan dan mungkin kita bisa bersahabat seperti dulu lagi? Entahlah.
Aku bingung apa yang harus kulakukan. Haruskah aku menolak Kak Farrel yang notabene sudah menjadi idolaku sejak 1 tahun yang lalu hanya demi Revin? Atau haruskah aku memutuskan hubungan semuku dengan Revin dan lebih memilih untuk menerima Kak Farrel?
Aku benci seperti ini.
Jakarta, 27 Februari 2015.
Kala Fajar menyingsing 5:30*****
Farrel baru saja memasuki rumahnya sebelum ia mendapati sang adik tengah duduk di ruang tamu. Terlihat seperti menunggu seseorang.
"Kamu nunggu siapa?" Farrel menoleh keluar memastikan apakah ada orang yang akan datang.
"Nunggu kakak."