Farrel membuka aplikasi instagram yang ada di ponselnya. Tak sengaja, ia melihat Eve baru saja mengunggah foto terbarunya. Foto seorang lelaki berkawat gigi yang tengah tertawa dan memakai seragam SMP. Tampak bahwa foto tersebut merupakan hasil candid atau diambil secara diam-diam.
"This is the last picture of you that i took 2 years ago before everything was changed. I thought it was the last time i saw you in my life, but God has a plan to make me happy once more. Thankyou for all-this-14-years that we've been through a lot of happines and sadness together. Say happy birthday to my one and only shoulder to cry on! @stevanaryanda"
Farrel tersenyum miris melihatnya. Stevan memang tampan, jauh lebih tampan darinya. Bahkan lelaki sepertinya pun mengakui hal tersebut.
Terlihat jelas bahwa Eve masih sangat menyayangi Stevan, entah masih dalam batas yang wajar atau tidak. Tapi, yang jelas Farrel cemburu melihatnya. Ia merasa bahwa ia juga layak berada di posisi Stevan, yaitu menjadi tempat Eve untuk bersandar.
Ia buru-buru mengenyahkan pikiran tersebut dan lantas menutup aplikasi tersebut dan membuka LINE dan mengetik sesuatu di layar ponselnya.
Farrel Aditya: udah tidur ya? its okay. i just wanna say that i'm very grateful because i can say a goodnight greeting for you tonight. have a nice dream, little panda:)
*****
"HAPPY BIRTHDAY STEVAN!"
Stevan baru saja keluar dari kelasnya saat ia dikejutkan dengan kehadiran beberapa orang teman sekelasnya, serta ada pula Eve yang membawa kue ulang tahun.
"Happy Birthday, bro." ucap Ezra, teman sekelas Stevan sekaligus teman sebangkunya.
"Selamat ulang tahun ya, Stev." kali ini Gita, ketua kelasnya menyalaminya.
"Makasih ya, semuanya." ujar Stevan seraya tersenyum kepada teman-temannya.
Setelah acara potong kue, dan segala tektek bengek ulang tahun, akhirnya teman-teman Stevan satu persatu membubarkan diri hingga tersisa satu orang. Siapa lagi kalau bukan Evelyne.
"Ternyata kamu masih inget ulang tahun aku." Stevan terkekeh.
Eve mencibir, "Ya jelaslah. Seumur hidup kita bersama, mana mungkin aku lupa?"
"Lebay." Stevan mengacak rambut Eve.
Eve merengut lalu ia berjalan menuju bangku yang ada di depan kelas Stevan. Ia menepuk bangku kosong di sebelahnya agar Stevan mau mengikutinya untuk duduk di sebelahnya.
"Oiya, tau gak? Kamu ditawarin buat ikut klub basket disini masa." Eve tertawa kecil karena tiba-tiba ia mengingat tawaran Farrel kepada Stevan tempo hari.
Stevan mengernyit, "Hah? Kok bisa?"
"Heeh. Kakak kelasku, kapten basket disini, dia ketemu kita pas waktu itu kita jalan. Terus dia nanya aku, waktu itu aku sama siapa. Terus aku bilang aja aku pergi sama sahabat aku namanya Stevan-"
Stevan tersenyum mendengarnya, "Terus?"
"Dengerin dulu ih!" Eve mencubit lengan Stevan, lalu ia kembali melanjutkan ceritanya.
"Terus dia nge line aku. Dia bilang katanya kalo kamu itu cocok banget buat masuk tim basket sekolah. soalnya katanya badan kamu bagus gitu deh." Eve mengedikkan bahunya.
"Terus kamu jawab apa?"
"Aku bilang aja kalo kamu benci sama basket, soalnya kamu anak futsal." jawab Eve dengan polosnya.
"Ih si dodol." Stevan menjitak kepala Eve. "Dengan aku anak futsal, bukan berarti aku benci sama basket kaliii."
Eve meringis, "Tapi dulu kamu pernah bilang!" Ia melakukan pembelaan.