Eve mencegat taksi di depan sekolahnya. Tak lama kemudian sebuah taksi lewat dan Eve langsung menyetopnya.
Setelah menyebutkan alamat rumahnya, Eve meminta sang supir taksi untuk mengambil jalan memutar melewati belakang sekolah. Ia ingin memastikan apakah sekarang Revin ada disana.
Pada saat taksi yang ditumpanginya melewati belakang sekolah, Eve langsung menangkap sesosok anak SMA lengkap dengan seragam putih abu-abunya, tengah berkumpul bersama 2 orang berpakaian ala anak 'metal' dengan sebatang rokok masing-masing di tangannya.
"Revin?" gumam Eve.
"Pak, berhenti disini dulu sebentar." Tanpa menunggu jawaban sang supir, Eve langsung turun dari taksi dan berlari menghampiri Revin.
"Revin, lo ngapain disini?!"
Revin yang tengah mengobrol dengan kedua orang tersebut langsung mendongak melihat kehadiran Eve.
"Eve?" Revin bangkit dan berjalan mendekati Eve setelah sebelumnya ia mematikan rokoknya yang masih tersisa setengahnya. "Kamu ngapain disini?"
Emosi Eve mulai terpancing, "Harusnya gue yang nanya, Rev. Lo ngapain disini?!" Pandangan Eve beralih kepada 2 orang 'teman' Revin. "Siapa mereka?"
"Mereka temen aku, Eve." jawab Revin. "Aku bisa jelasin semuanya." Revin memegang lengan Eve. Eve langsung melepaskannya.
"Lo mau jelasin apa? Satu sekolah udah tau kelakuan lo sekarang, Rev. Lo udah bukan yang dulu lagi, lo udah berubah." kata Eve dengan nada tinggi.
Mendengar perkataan Eve, seketika emosi Revin terpancing. "Tau apa lo tentang gue, hah? Apa peduli lo selama ini sama gue? Yang ada, selama ini lo selalu ngejauh dan bikin gue terus-terusan ngejar lo!" bentak Revin persis di hadapan wajah Eve.
Eve terdiam. Sesaat ia menyadari bahwa perkataan Revin memang semuanya benar, dan ia sangat sedih mendengarnya. Namun, disisi lain ia juga mencium ada yang tidak beres dari Revin. Ia mencium bau alkohol.
"Gue tau lo pacaran kan sama kakak gue? Gausah nutup-nutupin lagi! Gue udah tau semuanya! Kalian berdua tuh emang sama aja ya. Egois!" Revin berteriak dengan emosi.
"Udah deh, mendingan sekarang lo pergi aja dari sini! Gausah sok peduli lagi sama gue karna emang nyatanya lo gapernah sedikitpun peduli sama keadaan gue." Revin mendecih.
Sesaat, Eve menatap bola mata Revin lekat-lekat. Ia melihat ada kilatan emosi disana. Eve tidak pernah melihat Revin marah dan mungkin ini adalah puncaknya. Dengan langkah gontai, Eve pergi meninggalkan Revin yang kini sudah kembali sibuk dengan teman-temannya, dan kembali ke taksinya yang telah menunggu.
"Adek gapapa?" Tanya sang supir.
"Gapapa kok, pak. Langsung aja ya." jawab Eve dengan suara bergetar.
Tanpa terasa bulir di matanya terjatuh satu demi satu.
"Kakak? Maksud Revin, kak Farrel itu kakaknya?" gumam Eve dalam hati.
Keesokan harinya, Eve memberanikan diri untuk datang ke kelas Revin. Sekedar untuk memastikan keadaannya.
"Hai, ada Revin gak?" tanya Eve kepada Ilham, teman sekelas Revin.
"Revin nya gak masuk tuh, udah seminggu. Kenapa Eve?" jawab Ilham.
Eve terkejut, namun buru-buru ia menutupinya, "Gapapa kok, makasih ya."
Eve langsung berlalu. Ia mengernyit heran, seminggu? Berarti saat kemarin ia bertemu Revin di belakang sekolah, Revin tidak hadir di sekolah? Revin bolos seminggu? Tidak mungkin. Ini pasti ada yang salah.