Chapter 3

2.6K 116 2
                                    

"Kamu?"

Sesosok tubuh tinggi kini menghadang Evelyne. Pada mulanya, Eve menunjukkan ekspresi terkejutnya, namun ia segera menggantinya dengan wajah datar.

"Aku sekarang sekolah disini, loh." Anak laki-laki itu berkata dengan senyum lebar mengembang di wajahnya.

"Do I care?" Eve menaikkan sebelah alisnya dan berjalan melewati lawan bicaranya.

"Eve, mau sampe kapan kamu marah sama aku?" Ia mencekal lengan Eve.

"Sampe aku ngerasa cukup." Eve berkata pelan tanpa membalikkan tubuhnya.

"Aku kembali demi kamu, Eve." Lagi-lagi ia tidak membiarkan Eve pergi.

"Gaada yang pernah minta kamu untuk kembali, Stev." Eve menarik tangannya dan pergi.

Eve berjalan dengan berusaha menahan airmatanya. Stevan lagi-lagi berhasil membuat pertahanannya hancur. Ia tak terlalu memperhatikan jalan sampai akhirnya di ujung lorong, ia menabrak seseorang.

Bruk.

Evelyne sukses terjengkang ke belakang, dengan seseorang yang berada di atas tubuhnya. Eve yang mulanya memejamkan matanya, kini membukanya perlahan, dan mendapati pemandangan ini dihadapannya.

"Get the fu*k out!" Eve mengumpat seraya mendorong seseorang yang tadi sempat menindihnya.

"Sorry."

Eve bangkit dan membersihkan pakaian seragamnya yang sedikit kotor. Eve mengamati orang yang menabraknya itu dari ujung kepala hingga ujung kaki. Eve mengernyit heran melihatnya. Anak laki-laki ini bisa dibilang sangat jauh dari kata keren. Meskipun wajahnya cukup tampan, tapi kacamata tebal serta tatanan rambutnya yang aneh membuatnya terlihat tak menarik. Eve mendengus pelan dan pergi meninggalkannya yang masih mematung disana.

Eve pergi ke ruang osis sebelum masuk ke kelasnya. Ia mendapati seseorang tengah duduk di kursi pengurus.

"Kak Farrel?" Eve menyapa orang tersebut pelan.

"Oh, hai Eve. Sorry ya gue duduk disini." Farrel menoleh dan tersenyum tipis.

"It's okay, kak. Aku cuma mau naroh berkas ini kok." Eve pergi ke lemari yang ada di sudut ruangan dan meletakkan berkas-berkas itu disana.

"Aku pergi dulu, ya." Eve berpamitan kepada Farrel dan dibalas hanya dengan anggukan kecil.

Sial. Eve merutuk dalam hati. Sudah lama ia mengagumi kakak kelasnya itu. Kurang lebih sejak 1 tahun lalu. Dulu, Farrel adalah ketua osis di SMA Pelita Harapan. Namun, demi berusaha mendapat perhatian dari Farrel, Eve berusaha sekeras mungkin untuk bisa merebut jabatan itu dan membuktikan kepada Farrel bahwa ia bisa. Tetapi, nyatanya semua sama saja seperti dulu. Farrel tetap dikenal sebagai orang yang begitu dingin, sehingga Eve pun akhirnya mencoba mengubur perasaan itu dalam-dalam meskipun setiap bertemu dengan Farrel, perasaan itu sedikit-sedikit kembali muncul ke permukaan.

"Hai, Eve."

"Hai, Di." Eve balas menyapa sahabatnya, Diana begitu ia sampai di kelas.

"Kenapa sih? Kak Farrel lagi?"

Eve menghela napas. Diana yang memang sudah lama bersahabat dengan Eve sudah hapal betul tentang kebiasaan sahabatnya ini. Jika Eve sudah memasang wajah datar, tak lain dan tak bukan pasti karena Farrel.

"Mau sampe kapan lo kaya gini, Eve? Katanya lo udah move on, tapi masih aja kaya gini." Diana duduk disamping Eve. Eve bertopang dagu tanpa menoleh ke samping.

"Gak tau. Gue juga bingung sama diri gue sendiri. Gue capek munafik terus, Di."

"Ya kalo emang lo belom bisa move on dari dia, gausah dipaksain kali. Move on itu butuh niat, dan ngga gegabah." Eve sudah mendengar nasihat dari Diana ini hampir 100 kali dan Eve lagi-lagi hanya bisa menghembuskan napas gusar.

Hello, Goodbye!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang