Eve tengah duduk di balkon kamarnya. Hari ini hari Minggu maka dari itu ia masih bersantai-santai meskipun jam sudah menunjukkan pukul 8. Laptop nya dengan setia bertengger di pangkuannya. Ia tengah menunggu panggilan skype dari Farrel yang semalam berjanji akan menghubunginya pagi ini.
Farrel Aditya is calling you.
Tanpa pikir panjang, Eve langsung menerimanya. Dan terpampanglah sebuah kertas bertuliskan "gelukkige verjaardag" dalam huruf kapital dengan tinta hitam yang berarti Selamat Ulang Tahun dalam bahasa Belanda. Tak pelak, Eve tersenyum melihatnya. Hari ini, 3 November adalah hari ulang tahunnya yang ke-17. Beberapa detik kemudian terlihatlah wajah Farrel yang tengah tersenyum lebar di balik kertas tersebut.
"Who's first?"
"Bukan kamu yang pasti." Eve tergelak disertai dengan cengiran di wajah Farrel.
"I'm sorry. But I swear it's still 2 am here." Ya, perbedaan waktu antara Jakarta-Amsterdam memang 6 jam.
"It's okay. I'm not expecting you to be the first one, tho." Eve tertawa jahil.
"So, what's your wish?" tanya Farrel lagi.
"I dont know." Eve mengedikkan bahunya. "Aku punya terlalu banyak permintaan."
"Oh, c'mon. Mention three of it." tanya Farrel dengan penasaran.
Eve mendesah, "Oke. Yang pertama, aku pengen banget bisa ketemu Stevan lagi. Dalam keadaan dia yang sehat dan udah gak marah lagi sama aku. Aku mau kita bersahabat lagi kaya dulu, like everything was just fine."
"Yang kedua, aku mau kamu cepet pulang dan nyelesain gelar sarjana kamu. Buat keluarga kamu bangga, buat aku bangga. Kita mulai semuanya dari awal lagi begitu kamu pulang kesini, dan aku janji gaakan buat kamu kecewa lagi." Farrel tersenyum mendengarnya.
"Yang ketiga, aku pengen banget kuliah diluar negeri. Anywhere. Aku dan Stevan dulu sempat berangan-angan kita bisa kuliah bareng di luar negeri, satu kampus, satu jurusan. Aku gatau apa dia bisa ngewujudin harapan itu, maka dari itu kalo dia gabisa, aku mau aku bisa." Eve tersenyum dengan mata berbinar.
"Aku yakin kamu pasti bisa." ujar Farrel. "Buat kepergian Stevan ke Jerman gak sia-sia. Buat aku yakin kalo suatu saat, tujuan kepulanganku ke Indonesia adalah buat ketemu kamu yang udah sukses."
"I dont want to dissapoint you, again." Eve mengacungkan jari telunjuk dan jari tengahnya membentuk angka 2.
"Okay, let's talk about your day. How's it feeling to be in senior year, huh?" Farrel menopangkan kedua tangannya di dagu, seolah telah bersiap untuk mendengar cerita panjang Eve.
"I dont really like it." Eve mengangkat bahunya. "I mean, aku udah gapunya sahabat deket lagi. Stevan gaada, aku juga lagi gak terlalu baik hubungannya sama Diana. Paling sih adik kamu yang suka nemenin aku kalo aku lagi sendirian."
"Good." Farrel mengacungkan jempolnya. "I'll make sure he'll protect you more than I do. He's a good boy, Eve. Maksudku, kamu pasti tau kan kalo akhir-akhir ini dia lagi addict sama rokok dan 'teman-temannya'. Tapi bukan berarti itu atas dasar kemauan dia. Dia cuma ngejadiin mereka sebagai pelarian. Dan aku juga yakin seiring dengan kedekatan kamu sama dia, dia pasti bakal perlahan nyoba untuk berubah buat kamu." ujar Farrel panjang lebar.
"Iya aku tau kok. Aku kenal Revin udah lama. Bahkan sebelum aku bener-bener kenal sama kamu. Aku udah ngerasa kalo dia itu anak yang baik bahkan sejak aku pertama kali tatap mata dia." Eve tersenyum kecil saat mengingat pertama kali pertemuannya dengan Revin.
"Yeah he told me." Farrel mengangkat kedua alisnya.
"He did?" Eve mengernyit heran.