Eve menggeliat di tempat tidurnya begitu alarm nya berbunyi. Ia melirik jam, sudah pukul 5. Ia bangkit dari 'singgasana'nya menuju kamar mandi. Setelah shalat subuh dan lain-lain, Eve turun untuk sarapan. Dilihatnya, kakaknya, Ervan sedang tertidur di meja makan dengan seragam sekolah telah lengkap menempel di tubuhnya.
"Ervan." Eve menepuk bahu Ervan untuk membangunkannya. Namun Ervan tetap tak bergerak dari posisinya.
"Van, bangunn. Udah mau jam 6." Eve kini mengguncang-guncangkan tubuh Ervan, namun ia masih tak bergeming.
Eve nyaris hilang akal jika saja ia tidak melihat sebuah piring dan sendok di depan Ervan.
Eve mendelik jahil ke arah dua benda tersebut. Ia segera mengambil keduanya dan memukulkan sendok ke piring tepat disebelah telinga Ervan.
"Kebakaraan, kebakarannn." Eve berteriak nyaring diiringi dengan pukulan sendok. Benar saja, Ervan langsung terlonjak kaget dari tidurnya.
"Apa?! Dimana, Eve?! Dimana kebakarannyaa?" Ervan menatap wajah Eve dengan panik seraya bangkit dari kursinya hingga kursinya terjengkang ke belakang.
"Di.........ha..........ti...........mu." Eve tersenyum jahil begitu melihat wajah Ervan berubah warna. Ia segera berlari tunggang langgang menuju ruang keluarga.
"Heh, sini lo bocah! Sialan, gue dikerjain." Ervan menggerutu seraya mengejar Eve.
"Ampun, kak. Ampuuun." ujar Eve memohon ketika Ervan berhasil menangkapnya.
"Gabisa kabur lagi, lo." Ervan yang mengetahui titik kelemahan Eve kini mulai menggelitikinya.
"Hahahaha, ampun Vaann. Ampuuun" Eve menjerti-jerit menahan geli.
"Lagi-lagi gak lo?!" Ervan menatap tajam ke arah Eve.
"Iyaaa. Peace deh." Eve mengacungkan dua jari 'damai' nya.
Ervan menghela napas, "Oke, gue maafin. Tapi dengan satu syarat."
"Apaa?" Eve yang masih tersengal-sengal mengerutkan dahinya.
"Lo gaboleh berangkat bareng gue hari ini." Ervan langsung menyambar jaket yang ada di dekatnya dan langsung melenggang pergi dengan tas punggung yang sudah tersampir di bahunya.
"Yah, Van. Gue udah telat gini masa lo tega sih." Eve mengejar Ervan yang kini sudah berada di garasi.
"Ini hukuman buat lo yang udah ngerjain gue." Ervan mengabaikan tatapan memohon dari Eve dan segera masuk ke mobilnya.
"Ervan! Ih jahat banget sih." Eve mencibir saat melihat mobil Ervan perlahan keluar dari garasi dan meninggalkan rumah mereka.
"Ah, mesti naik bis kota ini mah." Eve menggerutu dan berbalik masuk ke dalam rumah untuk mengambil tas dan jaketnya.
******
Sesampainya di sekolah dengan berpeluh keringat, seolah belum cukup untuk Evelyne. Ia harus berlari demi mengejar pintu gerbang yang sudah hampir ditutup.
"Pak, izinin saya masuk pak. Tadi di jalan saya kejebak macet." Eve memohon kepada pak Yanto satpam yang menjaga pintu gerbang sekolahnya.
"Maaf, dek. Bel udah bunyi 10 menit yang lalu. Kalo kamu mau masuk, tunggu sampai jam istirahat disini. Nanti saya bilang guru piket buat kasih kamu hukuman." pak Yanto kembali masuk ke pos nya meninggalkan Eve yang masih terengah-engah di pintu gerbang.
"Sialan si Ervan!" Eve merutuki kakaknya.
Ia menendang bebatuan yang ada di jalan, sebelum akhirnya ia lelah dan duduk di kursi dekat gerbang sekolahnya. Ia harus menunggu kurang lebih 3 jam jika ingin masuk. Belum lagi, ia masih harus mendapatkan hukuman dari guru piket.