Pagi-pagi sekali, Revin sudah bangun. Ia melirik jam di dinding, masih pukul 4. Entah apa yang membuatnya terbangun padahal ia tengah menikmati mimpinya.
Revin berjalan keluar dari kamarnya dengan terseok-seok layaknya orang bangun tidur. Ia bermaksud untuk pergi ke dapur mengambil minum. Namun. yang ia lihat kini malah kakaknya yang tengah duduk di meja pantry.
"Udah bangun kak?" tanya Revin sambil berjalan ke kulkas dan mengambil segelas air.
"Belum tidur." jawab Farrel.
"Kenapa?" Revin kini duduk di sebelah kakaknya.
"Lagi banyak pikiran aja." Revin manggut-manggut.
"Oiya dek, kakak mau tanya." Farrel mengubah posisi duduknya menghadap Revin. "Kamu tau cowok yang namanya Stevan gak? Angkatan kamu, katanya dia anak baru."
Revin mengernyitkan dahinya. Stevan? Jelas ia tahu. Laki-laki yang membuatnya harus jadi kekasih pura-pura Evelyne mana mungkin ia lupa.
"Tau, tapi gakenal. Kenapa emang?"
"Katanya dia lagi deket sama Eve?"
Revin mengangkat sebelah alisnya, "Mereka cuma sahabatan."
"Oh?" Farrel mendecak pelan. "Kamu suka ya, sama Eve?"
"Gapenting aku suka sama dia apa engga. Yang jelas, aku ngerasa nyaman deket sama dia." tandas Revin.
"Kenapa?"
"Dia beda. Dia unik dengan caranya sendiri. Dia kuat, dan dia gak selemah yang orang kira. Dia cantik dimataku, dan dia bisa bikin orang selalu tatap mata dia setiap lagi ngomong sama dia. Dia punya daya tarik tersendiri yang bikin aku pengen terus-terusan deket sama dia." Revin menenggak airnya sampai habis dan meletakkan gelasnya di meja, dan kembali ke kamarnya.
Farrel hanya terdiam mendengarnya. Sebenarnya, alasannya menyukai Eve sama seperti alasan Revin. Namun entah mengapa ia tak pernah menyadarinya selama ini.
Yang ia tahu, saat ini Eve sudah menjadi miliknya. Dan ia merasa sangat bersyukur akan hal itu.
*****
"Bangun, dasar kebo!"
Eve menarik selimut yang kini dipakai Stevan. Ya, Stevan memang menginap di rumahnya semalam. Ia tidur di tempat tidur tingkat bawah, sementara Eve tidur di tingkat atas. Tempat tidur Eve memang model tempat tidur bertingkat.
"Hmm.."
Hanya gumaman yang keluar dari mulut Stevan. Eve mulai gemas, sekarang sudah pukul 8. Bahkan Stevan kesiangan untuk salat subuh pagi ini, padahal mereka sudah tertidur sejak pukul 10 tadi malam.
"Bangun, Stev." Eve kini mengguncang-guncang tubuh Stevan.
Stevan tidak bergeming. Ia justru malah memeluk gulingnya lebih erat lagi seakan ia semakin jatuh lebih dalam ke alam mimpinya.
Eve kini menepuk-nepuk pipi Stevan, "Stevan, bangun ih. Kebo banget sihhh."
"Berisik." Stevan menyingkirkan kedua tangan Eve dari pipinya. Dan kini tidurnya malah disertai dengan dengkuran kecil.
"Udah ah, capek."
Akhirnya Eve menyerah untuk membangunkan Stevan. Sudah hampir 1 jam gadis itu mencoba untuk membangunkan sahabatnya. Namun semakin ia berusaha, semakin pula Stevan tidur lebih lelap.
Eve memutuskan untuk masuk ke kamar mandi di kamarnya. Ia mandi dan berendam sepuasnya karena selama beberapa hari ini ia memang disibukkan dengan sekolahnya sehingga ia tak sempat untuk menghabiskan waktu berlama-lama seperti ini.