Hari ini hari Sabtu, hari dimana Eve akan bertemu dengan Farrel setelah sekian lama. Farrel bilang padanya bahwa ia akan menjemput di rumahnya pukul 7 malam.
"Kamu mau pergi jam berapa?" tanya Stevan yang kini tengah berada di rumah Eve.
"Jam 7 an paling." Eve masih asyik memasangkan roll di rambutnya.
Stevan terdiam sejenak sebelum akhirnya ia bertanya, "Kamu yakin mau pergi?"
Eve membalikkan tubuhnya menghadap Stevan, dan mengernyitkan dahinya. "Maksud kamu?"
"I don't know." Stevan mengangkat bahunya. "I'm just thinking that you shouldn't go."
Eve menaikkan sebelah alisnya dan kembali asyik di meja riasnya. "We have to fix this, Stev."
"Apa sih yang perlu diperbaiki?" tanya Stevan tiba-tiba. "Kalo kamu gak bahagia sama dia, apalagi yang kamu cari?"
Eve terkejut mendengar perkataan sahabatnya barusan. Ia langsung bangkit dari duduknya dan berdiri menghadap Stevan yang tengah duduk di lantai.
"Loh maksud kamu apa ngomong kaya gitu?" Eve mulai terpancing.
"Ya maksud aku, kalo emang kamu udah ga bahagia sama dia, putusin aja. Semua orang juga tau kalo hubungan jarak jauh itu emang gak sehat." jawab Stevan.
Lagi-lagi, Eve kaget mendengar jawaban Stevan, "Loh kok kamu jadi sok tau gitu sih? Aku gapernah bilang aku ga bahagia sama dia. Aku cuma bilang kalo ada yang perlu di selesain antara aku dan dia."
Stevan mendengus pelan, "Terserah deh. Disini aku cuma ngasih tau kalo aku punya feeling dia bakal mutusin kamu duluan."
Eve mulai terpancing emosi, "Stev, kalo kamu disini cuma mau ngomong itu doang, mending kamu pulang aja deh."
Stevan memejamkan matanya frustasi. Entah kenapa tiba-tiba emosinya membuncah saat ia mengetahui Eve akan bertemu dengan Farrel malam ini setelah sekian lama.
"Oke. Tapi jangan nyesel kalo perkataan aku tadi ternyata benar." Stevan pergi meninggalkan kamar Eve disaat kepala Eve masih panas mendengar kata-kata singkat nan tajam dari mulutnya.
"Kenapa sih tu anak." gumam Eve setelah Stevan menghilang dibalik pintu kamarnya.
Jujur saja, Eve memang menginginkan yang terbaik untuk hubungannya dengan Farrel. Memang terdengar egois, disaat sebenarnya hati nya pun terbagi untuk orang lain. Namun jika ia harus berpisah dengan Farrel sekarang, ia belum siap.
Jam setengah 7, Eve sudah bersiap-siap di depan rumahnya untuk mencegat taksi. Ia melarang Farrel untuk menjemputnya di rumah karena ia merasa akan terlalu merepotkan. Jadi ia lebih memilih untuk berangkat sendiri.
Sesampainya di restoran tempat mereka membuat janji bertemu, Eve langsung mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru ruangan. Dan ia mendapati Farrel yang tengah duduk sendiri dengan 2 gelas minuman di atas meja di salah satu sudut restoran. Eve pun menghampirinya.
"Hai." sapa Eve.
Farrel menoleh dan langsung tersenyum, "Eh, kamu. Duduk." Farrel mempersilahkan Eve untuk duduk di depannya.
"Mau pesen apa?" tanya Farrel.
"Samain aja sama kamu." jawab Eve.
Farrel tertawa kecil, lalu ia memanggil sang pelayan untuk memesan makanan. Sembari menunggu makanan, mereka pun memulai obrolan ringan.
"Apa kabar?" tanya Farrel memulai pembicaraan.
"Sebaik yang kamu liat." jawab Eve. "Kamu kurusan, Rel."