Edited
Sebenarnya sepeda bukanlah suatu hal yang kusukai. Tapi tidak untuk hari ini.Aku akan mencintai sepeda mulai saat ini. Terlebih, jika sepeda akan membawaku sebagai pemenang. Sebenarnya ini sedikit aneh. Sepeda? Zaman sekarang anak SMA sudah naik motor ke sekolah. Tapi aku tahu Ray anak sepeda, bukan motor jadi biarlah kali ini aku sedikit menghargai dia.
"Siap?" tanya Ray tenang.
"Sangat siap!" jawabku mantap.
Ia tersenyum miring. Memuakkan, sungguh.
Pak Satpam memberi aba-aba kepada kami. Ya, aku meminta bantuannya kali ini.
"1...2....Mulaaaiii!!"
Aku mengayuh sepeda secepat kubisa.Terbukti, Ray berada jauh di belakangku. Sepertinya aku akan menang kali ini.
"Aaaaa...." seorang gadis kecil yang menyebrang jalan berhasil mengacaukan konsentrasiku. Aku terpelanting dan masuk dalam selokan kering di kanan jalan.
Pak Satpam tampak berlari menghampiriku. Namun, Ray lebih cepat karena yeah, dia menaiki sepeda.
"Sakit?" tanyanya dengan senyum tipis. Senyum kemenangan, tentunya.
"Menurutmu?" aku malas sekali berdebat dengannya. Tubuhku masih berada di posisi yang sama didalam selokan ini. Siku kananku memar dan kedua lututku sedikit berdarah.
Pak satpam terengah-engah ketika sampai didepan kami.
"Kok nggak ditolongin, Mas?" beliau mengerutkan kening.
"Tolongin saya, Pak. Saya nggak berharap ditolong dia." sahutku.
Pak satpam pun membantuku keluar dari selokan.Tapi badanku benar-benar sakit dan tak bisa digerakkan.
"Nggak bisa gerak, Pak." kataku akhirnya.
"Biar saya aja, Pak.Sekalian saya antar pulang, saya tau rumahnya kok." Ray bersuara.
BIG NO !
"Oh yaudah. Saya juga harus balik ke pos. Hati-hati ya."
Ray terjun ke selokan. Ia mengangkatku pelan .Aku tak punya pilihan lain, bukan?
Ray memilih berjalan kaki untuk mengantarku. Rumahku memang tak jauh dari sekolah tapi cukup melelahkan jika harus berjalan kaki apalagi ditambah membawaku yang tentu saja tidak ringan.
Aku benci keadaan saat ini. Digendong 'musuh'mu dalam keadaan yang kau tak bisa menolaknya. Menyenangkan? Hell No!
Sepertinya, mulai hari ini sepeda akan menjadi hal yang tak kusukai.
--- ---
"Assalamu'alaikum..." teriak Ray saat sampai di rumahku.
Setelah sekian lama Ray mengetuk pintu dengan susah payah karena ia menggendongku, mbak Asti muncul dari balik pintu.
"Ya Allah non kenapa?" mbak Asti tampak histeris.
Ray segera masuk kedalam. Mbak Asti menunjukkan letak kamarku. Ray harus menggendongku naik ke lantai 2, sudah pasti ia kelelahan. Ia belum menurunkanku sedetik pun dari tempat kejadian tadi.
"Akhirnya, sampai juga." ucapnya penuh kelegaan setelah menurunkanku di ranjang tidur.
"Makasih, Ray." kataku pelan.
Ray duduk di sebelahku. Ia tersenyum. Tersenyum?! Apa namanya jika seseorang menarik kedua sudut bibirnya keatas?
"Gue pulang dulu ya." suaranya lembut, tidak seperti saat ia meledekku pertama kali.
Aku menggangguk. Senyumnya membiusku kali ini.
Ray bangkit dari duduknya. Saat ia sampai di pintu kamar, ia berbalik, "Kalau nggak bisa naik sepeda, belajar dulu makanya!" tiba-tiba ia bersuara. Ia tersenyum miring lalu menghilang dibalik pintu.
Cowok mulut pedas itu menabuh genderang perang lagi.
--- ---
Besok harus ikut aku, tepati janji kamu ya.
Tidak menerima penolakan.Ray
Sebuah chat masuk yang membuat kedua bola mataku hampir saja keluar. Bocah tengil itu tetap memaksaku. Apa dia lupa aku masih kesakitan?
Tak berselang lama, Mbak Asti masuk ke kamarku dengan tangan membawa nampan.
"Non, minum susu dulu ya. Tadi Mas Ray minta Non harus minum susu. Katanya susu baik buat imun. Hehe saya mah mana ngerti Non. Iyain aja biar cepet beres, kan?" Mbak Asti mengangsurkan gelas susu kepadaku.
"Makasih, Mbak."
"Non kok bisa jatuh gini sih? Eh tapi Alhamdulillah ya Non, yang nganterin mas ganteng hehe. Mbak Asti mah juga mau jatuh gitu kalau digendong mas ganteng." Mbak Asti senyum-senyum berkhayal. Aku mendengus dan segera menghabiskan susu.
"Mbak, Ray itu cuma ganteng di muka. Omongannya mah pedes. Mbak Asti pasti langsung ilfeel deh kalau dipedesin sama dia."
Mbak Asti menatap kebingungan, "Masa sih Non? Selama ngomong sama saya tadi sopan kok. Mana katanya mau beliin obat buat Non loh. Saya kok jadi baper ya ngliat cowok perhatian kayak Mas Ray gitu." Mbak Asti cengengesan.
Aku cemberut, "Jadi nanti Ray kesini lagi buat anter obat?"
Mbak Asti mengedikkan bahu. "Wah Non kok jadi nanyain Mas Ray, hayo? Dalam hati Non juga seneng kan Mas Ray perhatian,"
Kenapa Mbak Asti jadi pinter ngledek aku sih?
--- ---
KAMU SEDANG MEMBACA
Dark Heart (SUDAH TERBIT E-BOOK)
General FictionKau tahu bagaimana rasanya jika 'musuh'mu menghilang tiba-tiba? Senang? Mungkin iya, pada awalnya.Tapi tidak, untuk selanjutnya. Enjoy! :D *** Sebagian part telah dihapus karena proses penerbitan. Sudah terbit dalam bentuk e-book. Bisa kamu unduh me...