Ray POV
Benar apa yang dikatakan Aliyha tentang aku seorang lelaki yang gagal move on. Aku tak pernah memikirkan, apalagi peduli dengan seorang gadis. Itu berlaku sebelum aku mengenal Zein.
Apa kalian berpikir aku benar-benar otak penculikan Zein? Ah, biar Zein saja nantinya yang akan memberitahu kalian. Yang jelas, Zein pasti masih membenciku.
Yang kutahu, aku harus pergi saat itu. Memori tentang Zein aku tinggal di Indonesia. Aku tak membawanya ke Inggris.
Itu niat awalku, tapi tidak dengan kenyataannya.
Bayangan Zein -dengan kurang ajarnya- selalu berputar di kepalaku. Sampai akhirnya aku mengawali karir menjadi aktor. Kupikir, jika aku menyibukkan diri akan lebih mudah melupakan Zein.
Beberapa perempuan sempat kujadikan pacar. Semuanya berakhir sama, putus di tengah jalan. Alasannya pun sama, aku yang terlampau cuek. Namun usahaku melupakan Zein tampaknya berhasil.
Hingga saat aku bertemu dengannya lagi setelah sekian tahun. Yang ada di pikiranku hanya 'bagaimana cara membawanya bersamaku?'. Tanpa pikir panjang aku mengajaknya ke rumahku. Saat itu aku tak tahu kenapa membawanya ke rumah.
Bahagia.
Tidak, kurasa terlalu bahagia sampai aku tak menghiraukan para fans yang mengejar kami. Hanya saja, aku tak bisa menunjukkan bagaimana senangnya aku bertemu dengannya lagi.
Dia membenciku. Aku tak bisa mengubahnya. Jadi, kupikir lebih baik aku pura-pura acuh dengannya. Itu kulakukan agar aku tak terlalu sakit menghadapi penolakan.
zzzzzz
Zein POV
Mataku terasa berat. Dengan sedikit usaha, mataku akhirnya terbuka. Langit-langit kamar yang pertama kali kulihat.
Di samping kananku ada...Ray? Ya, Ray. Ia tidur dengan kepala bersandar di ranjangku. Tangannya memegang tanganku. Oh pantas saja tanganku berat.
Apa ia tak pegal tidur dengan posisi duduk seperti itu?
"Bangun, Ray" kataku pelan sambil menyentuh bahunya. Detik berikutnya, aku menghentikan gerakanku. Mungkin Ray terlalu lelah, sebaiknya aku biarkan saja ia tidur.
"Ra...y?" Pintu kamar terbuka dan tampaklah sosok lelaki paruh baya dengan setelan jas.
"Om Darwis?" kataku tak percaya.
Om Darwis mendekat. Beliau tersenyum menatapku dan Ray bergantian.
"Om baru datang dari Indonesia?" tanyaku pelan.
Om Darwis tersenyum kecil dan mengangguk, "Sepertinya cita-cita kami akan terwujud sebentar lagi, Nak" katanya membuatku bingung.
"Maksud Om?"
"Tidurlah, ini masih malam. Kalau jagoanku ini macam-macam, teriaklah," katanya pelan lalu meninggalkan kami.
Zzzzzz
*Absurd? Haha i have no idea, sori ya. Part ini emang sengaja ada Ray yang menye2 dikit hihi.
Ini belom diedit, tolong dimaklumi yaa. Ditunggu vommentsnya. Sankyuu~
KAMU SEDANG MEMBACA
Dark Heart (SUDAH TERBIT E-BOOK)
General FictionKau tahu bagaimana rasanya jika 'musuh'mu menghilang tiba-tiba? Senang? Mungkin iya, pada awalnya.Tapi tidak, untuk selanjutnya. Enjoy! :D *** Sebagian part telah dihapus karena proses penerbitan. Sudah terbit dalam bentuk e-book. Bisa kamu unduh me...