~7~

1.4K 70 0
                                    

Edited

Aku berhasil bolos lagi kemarin. Itu karena hujan deras yang tiba-tiba mengguyur dan terpaksa aku harus tetap di rumah Ray.

"Zein.." seseorang memanggilku. Aku menoleh dan mendapati Fadli tengah berdiri didepanku.

"Apa?" sahutku malas. Aku sedang tidak dalam kondisi mood bicara dengan siapapun.

"Boleh aku minta bantuan?"

Aku memicing, "Nggak salah?" tanyaku memastikan.

Ia mengangguk mantap,"Sama sekali tidak."

"Kalau aku bisa, kenapa nggak," "btw, omonganmu formal banget, biasa aja kali"

Fadli tersenyum tipis. Ia berpamitan dan meninggalkan kelasku yang masih sepi ini.

zzzzzz

14.00

Bel pulang berdering dan berakhirlah penderitaanku yang harus bergelut dengan pelajaran sejarah.

Aku melangkah malas keluar kelas. Rasanya aku ingin segera bertemu dengan kasurku yang menggiurkan. Lelah.

Tanpa kusadari, seorang siswi berkerudung mendekatiku. Ia tersenyum, "Zeina?"

"Apa?" aku menghentikan langkah.

Ia masih tersenyum, "Ayo ikut aku, Fadli udah nunggu di masjid." Gadis itu tersenyum ramah.

Huh, sepertinya aku harus menunda merindukan kasur.

"Ah, gue hampir lupa. Oke, ayo kesana," kataku.

Kami berjalan beriringan. Sepanjang perjalanan, gadis yang mengaku bernama Tasya ini hanya bicara seperlunya. Mungkin karena kami belum begitu kenal dan kebetulan, aku benar-benar dikuasai kantuk.

Sampai di masjid -ini tempat yang baru pertama kali kumasuki-, beberapa orang duduk melingkar tepat disamping pintu depan. Hanya Fadli yang kutahu dari semua murid laki-laki yang sedang berdiskusi itu.

"Hai, Zeina." Fadli menyapaku ramah. Aku dan Tasya duduk tak jauh dari mereka.

"Mm..kenapa gue dipanggil kesini?" tanyaku langsung pada Fadli.

Fadli mengubah posisi duduknya, "Kenalan dulu sama temen-temenku ya, nanti mereka juga yang akan jadi partner kamu." Jelasnya yang membuatku bingung ke arah mana tujuan dari pembicaraan ini.

"Aku Haikal," kata seorang berambut lurus disamping Fadli.

"Aku Romi," kali ini yang berambut sedikit keriting.

"Aku Dimas," kata yang berkaca mata.

"Kalau aku, kamu sudah tahu pastinya." kata Tasya. Aku mengangguk.

"Oke Zeina, jadi kami berlima berencana buat proyek diluar tugas sekolah tapi karena kami pikir ini proyek penting dan bermanfaat, jadi nggak ada salahnya kami make it true." kata Fadli.

Aku masih tak mengerti, "Gue beneran nggak paham sama yang lo omongin. Maksudnya, proyek apa danwe manfaatnya apa?" tanyaku penasaran.

"Begini Zeina, sekarang lagi marak penculikan siswi di jam-jam sepulang sekolah. Mereka ditawan agar penculik-penculik itu dapet uang tebusan." Fadli berhenti untuk mengamati apakah aku mulai nyambung.

"Oh jadi kalian mau buat semacam laporan berdasarkan kasus?" tanyaku.

"Bisa dikatakan begitu, tapi kali ini kami terjun sendiri buat penelusuran kasusnya." tambah Fadli lagi.

"Uhm oke gue mulai paham. Tapi kenapa kalian ngajakin gue?" tanyaku lagi.

Fadli tersenyum sekilas, "Karena menurut kami, kamu cocok jadi pemeran kasus ini."

Aku tertawa garing, "Gue nggak ada riwayat jadi artis. Kayaknya kalian salah orang."

"Ini tantangan, bukan syuting," Fadli menghela napas sejenak, " detail peranmu nanti dijelasin Tasya. Besok kita mulai eksekusi, jadi kamu harus benar-benar siap."

Aku mengerjap heran, "Kenapa kesannya lo maksa banget sih?" protesku mulai kesal. Aku merasa ini keputusan sepihak.

"Maafkan kami kalau kesannya seperti itu, Zeina. Tapi ini proyek banyak manfaat buat banyak orang, yah anggap aja kita ngumpulin amal." kata Fadli ramah.

Kalau sudah menyangkut amal, apalah daya aku yang miskin amal ini. Huh.

"Oke, gue terima deh." Kelima orang didepanku ini tersenyum lega.

zzzzzz

*Haiii semuaaa...

Adakah yang mampir lapakku ini?Ahaha kalo ada alhamdulillah, kalo ngga tetep bismillah saya mah...hehe
Oh iya, itu di mulmed ada Logan as Fadli

Oke happy reading, keep voting and...matur nuwun :)



















Dark Heart  (SUDAH TERBIT E-BOOK)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang