~2~

2.4K 103 4
                                    

Edited

Peristiwa tadi malam benar-benar mengacaukan suasana hatiku pagi ini. Semua orang yang kulihat tiba-tiba menjelma sosok Ray. Itu hanya manipulasi mataku, tentu saja.

"Zein, segera habiskan sarapanmu, Nak." Mama mengelus rambutku pelan.

"Tumben Mama belum berangkat. Biasanya pergi subuh pulang subuh." sahutku malas. Ya, aku menyindir Mama. Biarlah, aku sedikit kesal karena kesibukan mama.

Mama hanya tersenyum dan oh, menahan tangis?

"Mama mau nangis?" tanyaku sadis, "kenapa baru sekarang?" lanjutku. Sungguh, sebenarnya aku hanya ingin mama sedikit memperhatikan aku dan Reina. Setidaknya meluangkan waktu untuk sarapan bersama setiap pagi. Tidak berlebihan, bukan?

"Zein, Mama kan baru selesai mengurus kepindahannya. Kamu maklumi dong," kata Papa menengahi.

"Mama minta maaf, Nak. Mulai sekarang..."

"Aku berangkat. Assalamu'alaikum." Aku memotong kalimat mama dan tidak jadi sarapan.

Sekilas kulihat Papa dan Reina terkejut karena sikapku. Aku keterlaluan? Mungkin iya, bahkan sangat keterlaluan.bTapi untuk saat ini aku lebih menuruti suasana hatiku yang sedang kacau.

"Zein, temui Ray di sekolah ya. Ada hal yang harus ia bicarakan." teriak Papa.

Aku berjalan dengan kaki menghentak. Ia sekolah di sekolah udik itu juga? Dan aku harus menemui cowok mulut pisau itu lagi? Lengkap sudah penderitaanku hari ini.

--- ---

"Ray kan emang hot guy in this school. Gantengnya nggak cuma diluar, baik juga dia." celotehan Cindy menarik perhatianku. Ray si mulut pedas level 10 itu kah? Pasti iya, siapa lagi?

Aku segera mendekati si biang gosip."Lo tau dimana kelas si Ray yang barusan lo gosipin?"

Cindy ternganga, "Kamu mau ngapain nanya-nanya si ganteng? Kamu tertarik sama Ray ganteng? Ih, aku nggak bisa relain dia kali ini, Zein. Aku udah lama...."

"Cepet kasih tau kelasnya! Gue mau labrak dia, Ganjen! Puas?!" emosiku tak bisa ditahan lebih lama lagi.

"I..iya, Zein. Dia kelas Platinum." jawabnya terbata.

'Kelas Platinum kan kelasnya anak-anak berotak, jadi Ray...' batinku.

Persetan dengan wajahnya yang ganteng ataupun otaknya yang encer, ia tetap menyebalkan di mataku.

Aku berjalan cepat menuju kelas Platinum yang berjarak dua ruang dari kelasku. Dari kejauhan sudah terlihat banyak siswa kelas itu mengobrol di depan ruang kelas.
"Tolong panggil Ray, jangan bilang kalau gue yang nyari." kataku tanpa babibu pada seorang anak kelas Ray.

"Oke." ia masuk ke kelas dan memanggil Ray.

Tak berapa lama kemudian, 'kunyuk' mulut cabe itu muncul didepanku. Wajahnya tampak sedikit terkejut. Selanjutnya, ia tersenyum mengejek.

"Kangen gue?" tanyanya kepedean.

Aku melotot tajam, "In your wildest dream!" sahutku tajam.

"Terus ngapain nyariin gue?"

"Papa bilang, lo mau ngomong sesuatu."

Ia tampak berpikir sejenak. Sepertinya ada sesuatu tak beres disini. Aku mulai curiga.

"Lo harus temenin gue besok malam. Nggak usah nanya kemana, karena gue nggak bakal kasih tau." jawab Ray menyebalkan. Sudut bibirnya tersenyum penuh kemenangan.

Aku menarik paksa tangan lelaki menyebalkan ini. Tak ada yang bisa bermain-main dengan Zein.

"Lo mau narik gue kemana?" tanyanya penasaran.

Aku menghempaskannya begitu saja saat kami sudah sampai di tempat parkir sepeda.

"Minta bantuan buat nemenin lo?" aku tertawa sekilas, "itu tandanya lo harus menang balap sepeda dari gue." lanjutku penuh kepuasan.

Kedua mata cowok didepanku ini bersiap meloncat keluar.Sepertinya ini hal yang menarik.

--- ---









Dark Heart  (SUDAH TERBIT E-BOOK)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang