Edited
Hari ini aku tak mengikuti pelajaran barang sedetik pun. Setelah meninggalkan kantin dan berniat masuk kelas, langkahku berbalik ke lantai 4 gedung sekolah. Ada loteng yang menurutku lebih membawa ketenangan.
Aku merindukan Selly, Fida, Arsyil, dan semua temanku di Jakarta. Hanya mereka yang benar-benar mengertiku. Aku cukup rapuh, bukan? Aku hanya seorang Zein, bukan manusia baja yang kuat terhadap apapun.
"Lo mau ngrepotin semua orang?" suara yang sangat familiar tepat di belakangku.
Aku diam. Aku sedang malas membalas omong kosongnya itu. Menoleh saja tidak, apalagi menanggapinya.
Ia menarik tanganku hingga aku berbalik menghadapnya.
"Mulut lo bisu atau apa?" tanyanya sadis. Aku tak bergeming meski aku sangat ingin mendaratkan bogem mentah di mulut cerewetnya itu.
"Ngapain nyari gue? Gue bisa pulang sendiri kalau gue mau," sahutku lalu berbalik membelakanginya lagi.
"Berhenti sok peduli sama gue! Gue muak!" kataku penuh penekanan.
Hening.
1 detik..
5 detik..
1 menit..
1,5 menit..
"Oke, kalau itu mau lo," sahutnya.
Saat aku berbalik, Ray menjauh. Ia turun dan aku masih mematung.
--- ---
Saat aku berniat pulang dan mengambil tas yang kutinggalkan di kelas, pintu kelas sudah terkunci. Sepertinya aku harus jalan kaki untuk pulang. Ya, sebenarnya hari ini aku harus pulang dengan kendaraan umum. Tapi, dompetku di dalam tas. Mau bagaimana lagi?
Jarak rumah dari sekolah cukup jauh. Ditambah lagi, aku belum makan dari siang. Ini sudah pukul 4. Kuakui, aku 'sedikit' menyesal mengusir Ray. Coba saja aku tak mengusirnya, ia pasti mau mengantarku pulang.
Ayolah Zein, jangan menyesali itu!
Sekolah sudah sepi. Hanya beberapa.satpam yang masih ada. Maklum saja, kelas memang sudah bubar sejak 2 jam yang lalu.
"Neng.." Seorang satpam sekolah memanggilku.
"Ya, Pak?"
Satpam ini menuntun sebuah sepeda dan tangan kanannya membawa...tasku?
"Tadi Mas Ray nitip sepeda ini. Katanya, Neng disuruh pulang pakai sepeda ini," jelasnya. Aku terperangah.
Mau tak mau aku menerimanya. Daripada jalan, sepertinya sepeda lebih baik.
"Oh iya, ini tasnya."
"Makasih, Pak." Satpam itu tersenyum lalu berbalik meninggalkanku.
Ah, kenapa sepertinya hidupku mulai tergantung pada Ray.
--- ---
Sampai di rumah, hujan turun deras. Untunglah aku sudah sampai. Hah, sepeda ini cukup menolong rupanya.
"Kenapa baru pulang, Zein?" baru selangkah masuk rumah, suara mama terdengar. Mama sedang duduk di ruang tamu rupanya.
"Hmm.." aku hanya bergumam pelan lalu menuju dapur dan mengambil minum di kulkas.
Tanpa kutahu, Mama mengikutiku ke dapur. Mama duduk tepat didepanku.
"Mama tanya kenapa baru pulang, Zein? Reina udah dari tadi sampai rumah." Mama bersikeras agar aku menjawabnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dark Heart (SUDAH TERBIT E-BOOK)
General FictionKau tahu bagaimana rasanya jika 'musuh'mu menghilang tiba-tiba? Senang? Mungkin iya, pada awalnya.Tapi tidak, untuk selanjutnya. Enjoy! :D *** Sebagian part telah dihapus karena proses penerbitan. Sudah terbit dalam bentuk e-book. Bisa kamu unduh me...