Zein POV
Bisakah pria di depanku ini menuruti perkataanku? Sekali saja. Sayangnya pria keras kepala ini suamiku, Ray. Ray nekat mengantarku kuliah keesokan harinya. Aku sudah mengingatkan agar ia istirahat dan aku akan berangkat dengan bus.
Kurasa ia mulai mengkhawatirkanku. Sepertinya ini pertanda baik untuk hubungan kami. Namun untuk sekarang, aku yang khawatir dengan kondisi Ray.
Bagaimana jika tiba-tiba Ray pingsan saat mengemudi?
"Hentikan pikiran konyolmu, Zein" suara Ray membuatku tersadar.
Hey, bagaimana ia bisa tahu? Apa selama ini aku menikahi seorang cenayang?
"Wajahmu mendeskripsikan isi otakmu dan aku bukan cenayang," lanjutnya tanpa diminta.
Aku terbelalak.
"Kau membaca wajahku seperti membaca majalah. Itu mengerikan," sahutku. Ray diam tak membalas. "Apa...apa kau mengkhawatirkanku?" tanyaku pelan.
Tatapan Ray lurus ke depan. Huh, sepertinya ia tak akan menjawab pertanyaanku.
Tunggu! Bukankah diam berarti mengiyakan?
"Aku hanya malas mengurusi hal-hal tak penting jika kau dalam bahaya," jawabnya datar.
"Seperti apa misalnya?"
"Memelukmu agar kau tenang. Itu membutuhkan waktu yang tidak sedikit dan...cukup mengganggu,"
Oke Zein, dia tidak khawatir padamu. Dia hanya bertindak seperti orang lain. Tidak lebih.
zzzzzz
Kami sampai kampus tepat 15 menit sebelum kelas dimulai. Ini sedikit membuatku gila. Bagaimana tidak, diluar sana banyak gadis yang sudah menunggu kedatangan Ray. Kurasa mereka bukan mahasiswa kampus ku.
15 menit dan kau masih berada di situasi seperti ini, Zein.
"Sebaiknya kau segera pergi, tidak perlu mengantarku sampai kelas,"
"Aku akan mengantarmu, ayo" sahut Ray tampak tak peduli dengan ucapanku.
"15 menit lagi kelas dimulai dan aku tak punya waktu untuk meladeni fans mu! Bisa-bisa aku keluar dari kerumunan mereka setengah jam kemudian,"
"Itu hanya..."
"dan itu tidak akan terjadi jika aku ke kelas tanpa kau"
Ia mengangkat bahu,"Baiklah..."
Aku melangkah melewati mereka dengan sedikit kesulitan. Sebagian dari mereka bertanya kenapa Ray langsung pergi dan itu mereka lakukan dengan berteriak.
Dasar tidak sopan!
Aku segera naik ke lantai 5. Kelas Mr. Grey adalah salah satu kelas yang paling kunanti. Beliau sangat menghargai mahasiswa dan sikapnya membuat para mahasiswa nyaman. Ah, andai saja semua dosen seperti Mr. Grey.
"Hai, Cantik" seorang lelaki bertopi menghadangku.
Aku mengamatinya sekilas kemudian berlalu. Syukurlah, ia tak mengejarku. Sepertinya ia salah satu mahasiswa iseng yang kurang kerjaan.
Kelas berakhir 2 jam kemudian. Aku segera berkemas dan menunggu Ray di cafe kampus. Ya, Ray akan menjemputku hari ini. Lagi.
Aku bahagia. Sudahlah, aku memang bahagia.
"Menghindar?" Lelaki bertopi ini muncul kembali. Wajahnya ditutup masker namun matanya....
"Chris?"
"Kau memang yang terbaik. Hanya dengan melihat mataku saja, kau tahu siapa aku" ia membuka maskernya dan tersenyum tipis.
Aku mundur selangkah. Jantungku berpacu cepat. Alarm tanda bahaya memenuhi kepalaku.
"Jangan mendekat," ucapku kacau. Aku tak dapat menyembunyikan ketakutanku.
Chris mengabaikan ucapanku. Ia mendekat. Mendekat lagi hingga...
"Apa lagi maumu?" Ray.
Aku bernapas lega. Kedua tanganku segera memeluk lengan Ray dan bersembunyi dibalik punggung kokohnya.
Chris tertawa.
Oh, bahkan ia berani melakukan sesuatu pada kami didepan umum. Maksudku, akan melakukan.
"Zein sayang, sepertinya kau belum mengenal suamimu sebenarnya kan?" kata Chris lalu tertawa.
Aku mengintip dari balik punggung Ray. Memasang wajah apa maksudmu? dan dijawab dengan senyuman sinis dari Chris.
"Dengarkan aku baik-baik," kata Chris,"Ray menikahimu hanya untuk menyembunyikan kesalahan masa lalunya," lanjutnya.
Mataku membulat, "Apa maksudmu?!" tanyaku geram.
"Jangan memulainya, Chris!" desis Ray.
"Hahaha kalian pasangan paling menyedihkan yang pernah aku tahu," "tanyakan sendiri padanya, Zein. Kalau ia tidak menjawab, aku yang akan melakukannya." Selanjutnya Chris pergi begitu saja.
Ray berbalik menghadapku. Kedua tangannya merangkum pipiku. Matanya menelisik wajahku hingga aku risih dibuatnya.
"Kau tidak apa-apa kan?" tanyanya dengan sorot mata penuh kekhawatiran. Huh, kukira ia akan menjelaskan apa maksud Chris tadi.
"Jelaskan padaku apa maksud perkataan Chris!" aku menyuruhnya detik itu juga.
Ia menggeleng lemah, "Kita pulang dulu, aku akan menceritakannya di rumah,"
Aku mulai kesal. Aku tidak bisa berlama-lama dengan rasa penasaran. "Tidak! Aku mau sekarang!" sahutku memaksa.
Ray merangkulku dan membimbingku berjalan. Aku mengikutinya. Aku hanya lelah. Lelah dengan sikap Chris dan lelah dengan rasa penasaran.
zzzzzz
KAMU SEDANG MEMBACA
Dark Heart (SUDAH TERBIT E-BOOK)
General FictionKau tahu bagaimana rasanya jika 'musuh'mu menghilang tiba-tiba? Senang? Mungkin iya, pada awalnya.Tapi tidak, untuk selanjutnya. Enjoy! :D *** Sebagian part telah dihapus karena proses penerbitan. Sudah terbit dalam bentuk e-book. Bisa kamu unduh me...