~9~

1.2K 55 0
                                    

Kejadian kemarin siang masih terbayang jelas di pelupuk mata. Seandainya bisa, aku mengusir bayangan mengerikan itu, sudah kulakukan sejak tadi. Sayangnya, tidak.

"Kata mama, lo sakit?" Reina muncul dari balik pintu. Aku mengangguk pelan.

"Cepet sembuh ya. Gue berangkat dulu, bye" katanya ceria lalu menghilang di balik pintu.

Selain kejadian mengerikan kemarin, pikiranku terusik dengan ketidakhadiran Fadli kemarin yang berjanji menolongku. Kenapa bisa Ray? Ray bukan termasuk dari anggota kelompok proyek studi kasus. Seandainya Ray tidak lewat siang itu, pasti aku sudah...

Aku menutup kepalaku dengan bantal. Membayangkan kejadian terburuk itu aku tak sanggup. Tuhan benar-benar menolongku kali ini.

"Mama masuk ya, Zein?" suara mama menyadarkanku. Aku bergumam pelan. Mama membawa nampan yang kuyakin adalah sarapan.

"Makan ya?" Aku mengangguk, setidaknya agar mama cepat keluar dari kamar. Namun, mama malah duduk di tepi ranjang, menatapku dengan tatapan sayang dan...penyesalan?

"Kamu kenapa kok tiba-tiba sakit gini?" mama bersuara.

"Lagi ada yang dipikirin, paling nanti juga sembuh" jawabku sekenanya. Aku menghindar dari tatapan mama.

Mama menghela napas, "Kalau emang nggak mau cerita sama mama, yaudah nggak papa. Sarapannya dimakan terus istirahat ya, Nak" kata mama pelan lalu berjalan keluar.

"Ma?" tanpa kuduga, aku memanggil mama begitu saja.

Mama menghentikan langkah lalu menoleh, "Kenapa, Sayang?"

Aku bingung harus bertanya atau pun berkata apa. "Kenapa mama nggak kerja lagi?"

zzzzzz

Besoknya, aku mulai masuk sekolah lagi. Selain traumaku sudah mulai terkontrol, aku hanya bosan melihat mama yang terus-terusan perhatian. Entahlah, aku masih menganggap perhatian mama fake.

Reina berjalan di belakangku. Cermin di tangannya membuat langkah kakinya melambat sepuluh kali lipat, kurasa. Sekolah masih cukup sepi. Maklum, masih pukul 06.30.
Tak jauh dariku, seorang siswa duduk di bangku panjang koridor. Kedua tangannya menutup sebagian wajah, seperti orang berpikir keras. Itu Fadli, tak salah lagi. Aku mendekatinya. Tiba-tiba banyak pertanyaan yang harus kutanyakan padanya.

"Fadli..." kataku lirih. Ia mendongak lalu tersenyum ramah seperti biasa.

"Zeina, aku minta maaf" katanya lirih, "kita terpaksa berhenti ngikutin kamu karena tiba-tiba kita dibawa ke markas mereka" lanjutnya. Pertanyaan-pertanyaan yang sudah terkumpul di benakku, berceceran begitu saja. Aku sudah tahu alasan mereka tidak menolongku, untuk apa bertanya lagi.

Aku tersenyum, "Gue nggak papa kok" sahutku lalu bergegas meninggalkannya.

Aku bohong. Aku tidak dalam keadaan baik , tentu saja. Tapi mereka sepertinya merasakan penderitaan lain. Dibawa ke markas penculik? Mereka pasti dalam keadaan bahaya. Pantas, wajah Fadli muram.

Lenganku ditahan seseorang. Aku menoleh dan, "Makasih buat yang kemarin," kataku singkat lalu berniat pergi. Tapi tangannya lebih kuat dariku dan tangan itu masih menahanku, "Apa lagi?" tanyaku tak sabar.

"Ikut gue," ia memaksaku mengikuti langkah lebarnya. Kalian menebak itu Ray? Tentu saja, siapa lagi.

Kami berhenti didepan kelas paling pojok di lantai dasar. Ia baru saja melepas cengkramannya yang sebenarnya tidak keras. Ia menatapku serius. Aku heran, Ray tengil bisa seserius ini. Bahkan kedua alisnya yang lebat itu hampir menyatu.

"Jauhin Fadli," ucapnya lirih. Aku terkejut.

"Nggak bisa. Emangnya kenapa? Dia temen gue" sahutku galak.

Kali ini mata coklat Ray menyipit sekilas, "Gue bilang, jauhi dia" ia tampak gusar, "gue nggak bisa kasih tahu alesannya tapi yang penting jauhi dia" lanjutnya cepat.

Aku sedikit emosi, "Lo emang udah nyelamatin gue kemarin, tapi bukan berarti lo bisa ngatur hidup gue," aku mengatur napas, "nggak cukup dengan makasih? Oke, lo mau apa sebutin aja asal jangan ngatur hidup gue" sahutku dengan emosi yang meluap.

Ray menarik napas, ia berusaha mati-matian agar tidak berkata kasar. Sepertinya begitu.

"Terserah lo," katanya pelan lalu meninggalkanku berdiri mematung tanpa kejelasan.

zzzzzz

Maaf yaa dikiitt...
Lagi males dan besok masih UAS hehe




Dark Heart  (SUDAH TERBIT E-BOOK)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang