Bagian 2

2K 103 3
                                    

Kinal nampak tidak tertarik dengan film yang tengah berputar di depannya. Dia kesini memang bukan untuk itu. Dia hanya ingin menghabiskan waktu di luar rumah. Lebih tepatnya dia enggan bertemu dengan keluarga barunya.

Baru satu hari bersekolah di sekolah yang sama saja, Kinal sudah merasakan ketidaknyamanan dengan kehadiran kedua saudara tiriya itu. Terlebih mereka langsung menjadi pembicaraan hangat di sekolah.

“Nal, are you okay?” Naomi membuyarkan lamunan Kinal. “Filmnya ngebosenin, ya?”

Kinal menggeleng, “Filmnya bagus.”

Naomi hanya ber-oh ria dan terfokus lagi pada layar besar di hadapnnya.

Kinal kembali melamun. Kali ini dia teringat pada ibu kandungnya.

Dimana wanita itu? Sudah 3 tahun lebih dia menghilang tanpa kabar sama sekali. Perlu digaris bawahi, tanpa kabar sama sekali. Jelas itu membuat putrinya merasa sangat rindu bukan?

Sejak Kinal berumur 7 tahun, ibunya—yang notabennya seorang model—sering meninggalkannya untuk melakukan pemotretan di luar kota.

Laisa Rahendra. Siapa yang tidak mengenal model cantik itu? Tapi tak ada seorang pun yang tau bahwa dia sudah memiliki seorang putri.

Kinal tidak pernah sekalipun ikut dengan ibunya di dalam kegiatan seperti apapun. Publik tidak tau tentang keberadaannya. Dia hanya diam di rumah bersama dengan pengasuhnya. Ayahnya pun sibuk mengurusi perusahaan dan pulang selalu larut malam.

Namun setiap kali Laisa ada dirumah, dia sangat menyayangi putri semata wayangnya itu. Di luar sana dia memang seorang model terkenal, tetapi di dalam rumah, dia tetap seorang ibu dari anaknya.

Ketika dia tidak memiliki jadwal diluar, dia menyiapkan sarapan untuk putrinya, dia juga menyiapkan seragam sekolah Kinal, bahkan dia mengantarkan Kinal ke sekolah—walau hanya sampai gerbang. Disaat Kinal libur, mereka bermain di halaman belakang bersama-sama, seperti layaknya ibu dan anak pada umumnya.

Itulah momen-momen yang sangat Kinal rindukan. Kehangatan pelukan, senyuman manis, canda-tawa dan kehadiran ibunya.

***

Kinal P.O.V

Aku mentap jam di layar ponselku dan mendengus pelan. Kenapa waktu berjalan sangat lambat hari ini? Padahal tadi aku sudah menghabiskan waktu lebih dari 2 jam untuk menonton—lebih tepatnya hanya duduk dan melamun—di bioskop.

Seorang pelayan datang untuk mengantarkan pesanan kami—aku dan keempat temanku sekelasku. Perlu kalian tau, aku tidak betul-betul dianggap teman oleh mereka—terkecuali Naomi yang masih sering mengajakku bicara. Karena setiap aku berada diantara mereka, aku tetap merasa sendirian. Pasalnya mereka selalu asik membicarakan hal yang tidak menarik.

Aku meminum milkshakeku dan memfokuskan mata pada game online di ponselku.

Di depanku, Dhike dan Shania masih asik membicarakan pemeran utama dari film yang baru saja ditonton mereka—aku hanya melamun—di bioskop tadi.

Aku melirik sekilas pada Naomi dan Lidya yang juga asik dengan ponselnya masing-masing.

Tebakanku, sebentar lagi akan datang 4 cowo—pacar Naomi, Shania, Dhike dan Lidya—untuk menjemput keduanya. Selalu begitu. Biasanya mereka berempat pergi meninggalkanku setelah dijemput pasangannya masing-masing.

Prang! Suara gelas tumpah membuat semua mata menoleh ke sumber suara.

Aku tidak melihat kejadiannya dengan jelas. Tapi yang jelas terjadi sekarang bajuku basah terkena minuman di gelas Dhike—yang duduk di depanku.

You and MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang