Bagian 11

841 69 6
                                    

Sepulang sekolah, Kinal dan Naomi langsung pergi menuju toko kue tempat Naomi memesan kue untuk Vigo kemarin.

Hari ini sangat ditunggu-tunggu oleh Naomi. Bahkan semalam dia hampir tidak bisa tidur saking tidak sabar melaksanakan rencananya untuk sang pacar.

Naomi sudah mengirim pesan pada Vigo untuk menemuinya di Caffe Lophe-tempat mereka jadian dulu. Naomi sengaja memilih tempat itu dengan harapan dia bisa memperbaiki hubungannya dengan Vigo yang renggang selama seminggu lebih ini.

Kinal dan Naomi sudah duduk di meja kesukaan Naomi dan Vigo-dekat dengan kaca besar yang langsung menghadap ke sebuah persimpangan jalan. Dari sini kita bisa melihat orang-orang yang berlalu-lalang dan kendaraan yang melintas. Naomi dan Vigo suka sekali memperhatikan orang yang lewat dan menjadikannya bahan diskusi atau candaan. Kadang mereka menebak apa yang akan dilakukan oleh salah seorang pejalan kaki yang sedang berdiri di sekitar sana. Banyak hal mereka lakukan untuk mengisi waktu bersama disana.

Naomi tersenyum sendiri ketika mengingat kenangan-kenangan kecil itu. Kinal hanya menatap temannya heran.

Dua jam kemudian...

Naomi menatap kembali ponselnya. Nihil. Vigo belum juga membalas pesannya. Sedangkan coffe latte yang dipesannya dan Kinal sudah habis.

Kinal sengaja mengajak Naomi berbicara kesana-kemari agar kegelisahan perempuan di depannya ini berkurang, tapi sudah dua jam lamanya mereka mengobrol. Mulut Kinal juga sudah mulai lelah karena selama ini dia tidak pernah bicara sebawel tadi-ini untuk yang pertama kalinya.

Tapi yang ditunggu juga tidak memberi tanda-tanda akan datang. Wajah kegelisahan terlukis jelas di wajah Naomi. Bahkan Kinal sendiri juga tidak mengerti mengapa Naomi mau sesabar ini menunggu Vigo. Kinal tidak keberatan kalau harus menemani Naomi. Tapi Kinal tidak tahan melihat Naomi yang tadinya begitu semangat, lambat laun menjadi bosan seiring berjalannya waktu yang sudah memasuki petang.

Sejam kemudian...

"Nal, balik, yuk?" ajak Naomi dengan wajah kecewa.

Kinal yang tadi sedang menatap langit yang sudah hampir sepenuhnya gelap mengalihkan pandangannya pada Naomi dengan pandangan bingung, "heh?"

"Udah mau malem. Kamu pasti mau makan malem sama keluarga kamu, kan?" ucap Naomi masih dengan wajah yang membuat siapapun akan merasa simpati padanya.

"Terus kado sama kuenya?" tanya Kinal dengan polosnya.

Naomi tersenyum pahit, "biarin ajah," jawab Naomi sambil berdiri.

"Bentar!" Kinal menahan tangan Naomi, "kita makan ajah gimana? Sayang juga kalau dibeli terus dibuang gitu ajah."

Naomi menatap Kinal bingung, tapi Kinal malah memasang wajah memohonnya. Naomi mengalah dan kembali duduk. Kinal tersenyum penuh kemenangan.

Dengan lahap Kinal memakan kue yang harusnya menjadi milik Vigo-bukan dirinya. Naomi dibuat tersenyum karena tingkah Kinal yang seperti sudah lama menahan lapar.

"Aaaa," Kinal menyodorkan Naomi sesendok kue, tapi Naomi malah menatapnya bingung. "Ayo buka mulutnya! Enak tau!"

Naomi menggeleng dan menutup mulutnya rapat-rapat.

Kinal menatap tajam Naomi, "Ayo Shinta Naomi! Teman sebangku terbaikku. Teman yang paling sabar sama sifat dingin aku. Teman yang cantik dan gak ada duanya," rayu Kinal yang malah dibalas tawa dari Naomi. "Kok ketawa, sih?"

"Oh, jadi itu isi hati kamu buat aku?" Naomi malah meledek Kinal.

Kinal menurunkan tangannya dan memasang wajah ngambeknya, "orang niat baik-baik. Malah diledek. Hargain, dong! Tuh lihat di luar sana, banyak yang gak bisa makan sama sekali. Banyak yang harus ngais-ngais sampah kalau laper. Kamu malah...."

You and MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang