Veranda P.O.V
Bandung, 2010
"Rumah Oma Grace udah diisi orang ya, Bun?" tanyaku yang baru saja pulang dari les.
Bunda yang tengah memasak di dapur dengan Bi Surti, melempar senyum melihat keantusiasanku. "Iya. Bunda belum sempat main ke sana. Nanti sesudah kamu mandi, kita ke sana buat nyapa tetangga baru kita. Ajak Aaron juga!"
Aku tersenyum senang dan berjalan menuju kamarku dengan bayangan akan mendapat teman baru.
Dulu rumah di seberang jalan dihuni oleh seorang nenek yang akrab kupanggil Oma Grace. Dia tidak tinggal sendirian, ada anak lelakinya dan juga seorang pembantu yang ikut tinggal di rumah itu. Tapi semenjak kepergian Oma Grace dua tahun yang lalu, anaknya sudah jarang terlihat tinggal di sana, hanya dua sampai tiga kali pulang dalam seminggu. Pembantu yang tinggal di sana pun tak pernah terlihat lagi.
"Aaron!" panggilku sambil mengetuk pintu kamarnya yang bersebelahan dengan kamarku. "Aaron!"
Tak lama kemudian, terdengar langkah kaki yang mendekat ke pintu kamar. "Apaan sih, Kak?" tanya Aaron dengan muka ngantuknya. Aku yakin dia baru saja bangun tidur.
"Kata bunda, mandi sana! Nanti kita main ke rumah Oma Grace, deh," jawabku dengan senyum ceria.
"Itu bukan rumah Oma Grace lagi, Kak," koreksinya. "Ya udah, aku mau mandi dulu. Makasih udah bangunin," ucap Aaron dengan nada datar. Aku menebak dia masih ngantuk. Hehe.
Aku langsung masuk ke kamar setelah Aaron kembali masuk ke kamarnya. Aku segera mandi dan memilih baju yang aku rasa cocok untuk bertemu 'tetangga baru' malam nanti. Aku merasa seperti akan pergi ke acara penting saja. Haha.
***
Semenjak ayah meninggal karena penyakitnya tiga bulan yang lalu, aku hanya tinggal bersama bunda dan Aaron. Bi Surti--pembantu di rumahku--tinggal di pemukiman dekat komplek perumahanku. Dia hanya bekerja dari pagi sampai sore hari. Jadi hanya Aaron satu-satunya lelaki di rumah ini.
Ayah pergi meninggalkan sejuta kenangan yang takkan pernah bisa kulupa. Apalagi bagi bunda. Selama hampir dua puluh tahun mereka bersama, merintis karir semenjak mereka lulus dari bangku SMA yang sama. Kalau harus aku ceritakan, cerita cinta mereka lebih mengharukan daripada cerita sinetron atau drama yang suka kalian lihat. Tapi kalau aku ceritakan, itu hanya membuat aku semakin merindukan ayah. Sampai kapanpun, ayah tetap seorang ayah terhebat yang aku punya.
Bunda sudah mulai aktif bekerja lagi di butiknya sebulan lalu, sebelumnya dia lebih banyak diam di rumah dan pergi ke butik hanya sesekali, atau dia lebih memilih pergi mengunjungi adik-adiknya yang tinggal di Lembang.
Bunda selalu melemparkan senyuman hangat kepada siapapun. Tapi aku tahu kalau dia menyembunyikan kesedihannya sendirian, terlihat dari enggannya dia kembali aktif bekerja selama dua bulan lamanya. Aku tidak tahu apa yang bunda lakukan di rumah, tapi aku yakin dia sedang kembali menata hati. Bagaimanapun juga, tidak ada orang yang baik-baik saja ketika ditinggalkan orang yang dia sayang, bukan?
Aku tidak tahu apakah banyak perempuan lain yang lebih hebat dari bunda. Tapi bagiku, bunda adalah bunda terhebat dan terkuat karena masih bisa bertahan melawan kesedihannya demi aku dan Aaron yang baru berumur 12 tahun.
"Ve, bawain kue yang ada di meja makan!" titah bunda yang langsung aku laksanakan. Aku yakin kue itu untuk tetangga baru.
Aku berlari ke depan rumah dengan sekantung plastik berisi setoples kue cokelat yang kemarin kubuat dengan bunda. Kulihat Aaron sedang asik memasukan bola basketnya ke dalam ring yang terpasang di halaman depan.
KAMU SEDANG MEMBACA
You and Me
FanfictionCerita tentang kehidupan anak-anak SMA yang sedang mengalami tahap menuju dewasa.