Bagian 13

875 74 17
                                    

Aaron P.O.V

Setelah mendengarkan ceritaku yang tanpa sengaja bertemu dengan ibu kandungnya, Kinal langsung memintaku mengantarkan dia untuk bertemu dengan ibunya saat itu juga. Matanya berbinar penuh harapan. Aku tidak tega harus menahannya lebih lama lagi.

Jadi, saat itu juga aku mengantarkan Kinal ke rumah ibunya. Aku menggunakan mobilku dan Kinal dengan mobilnya sendiri. Kami berdua kembali masuk ke daerah ibukota. Selama perjalanan, hujan mulai meredah dan cahaya mentari muncul dari sela-sela awan.

Aku menghentikan mobilku di depan rumah berpagar besi yang berseberangan dengan rumah Laisa Rahendra. Mobil Kinal berhenti di samping mobilku.

Kinal menoleh ke arah rumah ibunya. Aku hanya bisa melihat dari dalam mobil.

Kelihatannya kondisi rumah sedang sepi. Kinal menatapku seakan bertanya 'lu yakin ini rumahnya?' dan aku hanya membalasnya dengan anggukan. Aku yakin ingatanku masih sangatlah kuat.

Tak beberapa lama kemudian, keluar seorang anak kecil-sepertinya Vanka-dari pagar rumah dan disusul seorang wanita dengan seorang lelaki yang berada di kursi roda. Ya, wanita itu adalah Laisa Rahendra-ibu kandungnya Kinal-dan lelaki yang kulihat di depan rumah ini tempo hari.

Vanka-anak kecil yang hampir kutabrak waktu itu-terlihat bahagia saat keluar bersama dua orang yang berjalan-oke, satu lagi menggunakan kursi roda-di belakangnya.

Wajah lelaki yang berada di kursi roda itu masih sama seperti beberapa hari yang lalu-menatap dengan tatapan kosong. Aku tidak tau apa yang terjadi padanya, tapi sepertinya dia mengalami gangguan psikis.

Aku menoleh ke arah Kinal yang masih mematung di dalam mobilnya. Dia menatap nanar pemandangan di depan matanya. Aku tau ini menyakitkan. Tapi, sampai kapan aku akan menutupi ini darinya?

Aku tau tatapan Kinal tertuju pada ibunya yang nampak tersenyum bahagia ketika bersama kedua orang itu. Dia kadang mengajak berbicara lelaki itu, tapi yang diajak hanya bergeming. Walau terlihat memilukan, tapi keluarga ini nampak sangat bahagia-setidaknya sang anak dan ibu sama-sama tersenyum dan menikmati kebersamaan mereka.

Kinal masih diam di dalam mobilnya dan terus menatap punggung ketiga orang itu sampai mereka menghilang di sebuah belokan. Kinal menundukkan kepalanya dan memeluk stir di hadapannya. Aku yakin dia menangis.

Aku kira, Kinal akan keluar dan menghampiri ibunya karena kerinduan yang selama ini ditahan oleh hatinya. Aku kira, Kinal akan memeluk ibunya dan berkata kalau dia adalah anak kandungnya. Aku kira, Kinal akan mengeluarkan segala emosi dan sakit yang selama ini dipendamnya sendirian selama bertahun-tahun di depan ibunya.

Tapi Kinal hanya diam dan mematung. Hanya terus memusatkan pandangannya sampai bayangan ketiga orang itu menghilang. Kinal seperti kehabisan tenaga untuk mengejar orang yang sangat dirindukannya.

Tak beberapa lama kemudian, Kinal menyalakan mesin mobilnya dan memutar balik arah sebelum akhirnya pergi dengan kecepatan yang lebih kencang dari yang kulihat saat di sekolah tadi. Ah, sial! Mau kemana lagi anak itu?

Aku juga langsung menjalankan mobilku untuk mengejarnya. Sekali lagi aku takut terjadi hal buruk padanya. Tapi kali ini, rasa takutnya terasa dua kali lebih menakutkan.

***

Kinal P.O.V

"Bunda, Ayah, ayo!" seru anak kecil nan imut itu pada kedua orang yang baru saja keluar dari gerbang rumahnya. Aku hanya bisa mendengar suaranya samar-samar dari dalam mobil. Anak itu begitu antusias sambil berlari-lari kecil menelusuri jalanan perumahan ini.

"Sabar dong, De! Ayah mau menikmati suasana luar dulu sebentar," suara lembut itu berasal dari mulut orang yang sangat aku rindukan. Oh, selama tiga tahun lebih aku mengharapkan suara itu memanggilku dengan lembut lagi. Selama tiga tahun lebih aku memimpikan senyuman itu diberikan padaku lagi. Selama tiga tahun lebih aku hanya bisa berandai-andai sosok wanita itu kembali memelukku dan menemani hari-hariku seperti dulu.

You and MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang