Ini hari terakhir sekolah sebelum UAS dua hari lagi. Beberapa kelas nampak kosong tanpa pembelajaran karena guru-guru sibuk menyiapkan kebutuhan untuk UAS. Ruang administasi juga ramai dengan siswa-siswi yang mengantri untuk membayar biaya administrasi sekolah dan mengambil kartu peserta UAS.
Kinal dan Naomi juga ikut serta berbaris untuk mengambil kartu ulangan. Naomi masih nampak murung dan lebih banyak diam seharian ini. Kinal juga jadi bingung sendiri harus bagaimana untuk memperbaiki—sedikit saja—mood Naomi.
Kinal menoleh ke depan, ketika melihat seseorang melambaikan tangan padanya.
Orang itu memperlihatkan senyum cantiknya dan terus melambaikan tangannya agar Kinal menyadari keberadaannya.
“Awas! Awas! Minggir!” suara seorang siswi mengalihkan pandangan Kinal—juga seisi ruangan.
Shania, Lidya dan Dhike masuk ke ruangan dan berjalan melewati barisan antrian seenaknya. Sebenarnya banyak yang tidak suka pada perbuatan Shania yang seenaknya itu, tapi mereka memilih diam karena tidak ingin punya urusan dengan perempuan tergarang di sekolah ini.
“Awas, cupu!” seru Shania sambil mendorong Gaby agar tidak menghalangi langkahnya.
Tubuh Gaby terhuyung dan nyaris jatuh kalau saja Ve tidak dengan sigap menahan tubuh temannya.
“Apaan sih, Shan? Gak liat apa kita lagi ngantri?” tanya Ve tak terima perlakuan Shania.
“Siapa lu, berani-beraninya ngomong gitu ke gue?” Shania memang selalu tidak terima bila ada yang membantahnya.
“Aku, Jessica Veranda! Kenapa?” Ve malah balik menantang Shania. Tidak ada sedikitpun ketakutan yang terlukis di wajah Ve.
“Nyolot nih, anak!” Shania berbicara pada kedua teman yang setia mengikuti di belakangnya. “Udah deh, anak baru diem ajah! Lu gak tau siapa gue!”
“Emang kamu siapa? Pemilik sekolah ini? Aku gak peduli!”
Shania berdecak kesal dan hendak melayangkan sebuah tamparan di pipi perempuan yang berani menentangnya. Tapi dengan sigap, Kinal menahan tangan Shania dan menariknya ke luar ruangan.
Kinal tidak peduli pada pandangan orang-orang yang tertuju padanya. Bahkan Shania yang terus merontah minta dilepaskanpun tidak digubrisnya. Sampai akhirnya mereka sampai di sudut sekolah yang sepi.
“Apaan sih, lu?” bentak Shania pada Kinal sambil mengelus pergelangan tangannya yang kesakitan karena cengkraman kuat tangan Kinal.
“Lu yang apaan? Bikin ribut ajah bisanya!”
“Lah, lu siapa? Bisanya ikut-ikutan ajah!” Shania balik menatap mata tajam Kinal. Batu lawan batu.
“Gue gak suka sama tingkah lu, Shan! Lu udah keterlaluan tau, gak?”
“Gue keterlaluan? Ada juga lu tuh yang so’ jagoan! Lu selalu ngeganggu hidup gue!”
“Hah? Gak salah denger kan, gue?” Kinal mengangkat sebelah alisnya.
Shania tersenyum sinis, “lu gak sadar kalau semua ini berawal karena lu?”
Kinal masih menatap Shania penuh tanya.
“Lu udah ngambil Naomi dari gue! Lu udah ngehancurin persahabatan gue sama Naomi!” bentak Shania sambil mendorong bahu Kinal dengan telunjuknya.
Kinal menyunggingkan senyum sinisnya, “lu pikir Naomi punya lu? Naomi bukan punya siapa-siapa! Bukan punya lu atau gue! Lu sendiri yang ninggalin dia! Bahkan lu yang ngerusak hubungan dia sama Vigo!” Kinal tidak pernah melepaskan kontak matanya dengan Shania. “Jadi kalau ada yang harus disalahin. Itu udah jelas lu sendiri!”
KAMU SEDANG MEMBACA
You and Me
FanfictionCerita tentang kehidupan anak-anak SMA yang sedang mengalami tahap menuju dewasa.