Bagian 20

732 41 16
                                    

Kinal P.O.V

Aku menghela napas untuk kesekian kalinya. Bagaimana tidak? Ini entah sudah berapa kali aku melihat Shania masuk ruang BK dalam sebulan ini. Orangtuanya juga sudah dipanggil seminggu yang lalu. Tapi entah kenapa anak itu masih saja sering bulak-balik masuk ruangan paling mengerikan untukku itu. Terlebih guru BK di sekolahku ini sangat sinis.

Aku lupa kapan terakhir kali melihat Shania bergabung dengan Lidya dan Dhike. Walau dia masih duduk sebangku dengan Lidya, aku nyaris tak pernah melihat mereka mengobrol atau bergosip ria seperti dulu. Biasanya kelas selalu ramai dengan pantulan suara mereka yang membicarakan hal-hal yang tak penting dan diselingi tawa yang membuat beberapa siswa lain terganggu--tapi mereka tak peduli.

Sekarang malah terasa lebih sepi kelas ini. Padahal sekarang tinggal semester akhir. Sebentar lagi ujian nasional dan perpisahan. Huft! Harus aku akui, aku merindukan Shania yang dulu.

Sejarang apapun aku mengobrol dengannya, tapi aku suka dengan caranya perhatian pada teman-temannya. Mungkin juga padaku, tapi aku dulu justru menutup diri rapat-rapat.

"Bengong ajah nyonya. Lagi mikirin apa, sih?" suara renyah Ryan membuyarkan lamunanku. Dia duduk di kursi yang berhadapan denganku. "Sering banget duduk disini sambil mandangin ruang BK. Mau coba kesana?" Ryan bisa sebawel ini ternyata.

"Yan, Shania kena kasus apaan lagi, sih? Dia sering banget masuk BK."

Ryan tersenyum tipis--aku suka senyumannya itu. "Terakhir kali kan gara-gara nilainya semester kemarin banyak yang belum lunas. Udah gitu dia gak ikut remedial, padahal udah tinggal semester akhir. Ditambah lagi yang waktu acara sekolah, dia malah gak ikut ke panti," jelasnya masih dengan senyuman yang mampu membuat diriku tersihir. "Lo udah coba ngobrol lagi sama dia?"

Aku menggeleng dan mendengus pelan. Ada rasa bersalah karena membiarkan Shania berubah begitu saja.

"Kalau udah siap, coba omongin baik-baik, okay?"

Aku memandang lagi pintu ruang BK yang terbuka. Shania keluar dari sana dan berjalan ke arah lorong yang menuju ke arah kelas. Lalu aku berpaling pada lelaki yang sedari tadi masih betah memandangiku. Apa dia tak sadar, kini kami berdua menjadi pusat perhatian di kantin?

"Okay," jawabku mantap untuk pertanyaannya yang belum sempat kujawab tadi.

***

Author P.O.V

Sesekali lelaki itu melirik seorang siswi yang tengah sibuk mencari buku paket di antara rak-rak tinggi bersama dua temannya yang lain. Untung saja siswi itu nampak tak menyadari arah pandangan mata si laki-laki yang sebenarnya sudah tidak lagi terfokus pada buku astronomi di depannya.

Huft! Dia menghela napas lega karena siswi itu sudah pergi bersama teman-temannya setelah mendapat buku yang mereka inginkan. Akhirnya lelaki itu merasa perhatiannya tak akan terganggu lagi karena siswi yang disukainya sudah melangkah pergi.

"Adyth!" Sebuah tepukan di pundak mendadak membuat lelaki itu menegang. Dia seperti baru saja mendapat aliran listrik yang membuat jantungnya berdetak tiga kali lebih cepat.

"Kok diem?" tanya gadis tadi sambil memiringkan kepalanya menghadap ke wajah Adyth. "Are you okay?" Veranda merasa lucu melihat wajah gugup Adyth sekarang.

"Iya? Kenapa, Ve?" Akhirnya Adyth bisa mengatasi ketegangannya walau hanya beberapa persen. Ditolehnya wajah Veranda yang kini jarak dengan wajahnya hanya terpaut kurang dari 50 cm. Sontak mata mereka bertemu.

Ve tersenyum, menyadari ketegangan yang terpantul jelas dari wajah Adyth. Ada rasa menggelitik di perutnya ketika melihat ekspresi Adyth saat ini. Tapi Ve tak membiarkan posisi ini bertahan lama, dia memutuskan untuk duduk di kursi kosong di samping Adyth.

You and MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang