Kinal P.O.V
Naomi akhirnya mau bercerita padaku tentang hal yang membuatnya murung seharian ini. Dia bercerita semua yang dia lakukan tanpa sepengetahuanku beberapa hari ini. Dia juga menangis ketika menceritakan kejadian antara dia dan Vigo kemarin sore.
Aku hanya menjadi pendengar yang baik. Aku juga bingung mau memberi saran seperti apa saat ini. Biasanya saat Naomi sedang dilanda ke-galauan seperti ini, ada Shania, Lidya dan Dhike yang membantunya. Aku memang biasanya hanya mendengar saja tanpa berkomentar sama sekali. Tapi sekarang ketiga teman tempat Naomi berbagi itu sudah tidak ada disisinya lagi, bahkan salah satu dari mereka yang mendalangi semua kejadian ini. Baru sekarang aku mendapati diriku sama sekali tidak berguna untuk orang yang selalu menganggapku temannya ini.
Naomi menyeka airmatanya setelah puas mengeluarkan seluruh beban yang dia simpan sendirian seminggu ini. Aku rasa dia sedang membagi bebannya padaku, tapi untuk pertama kalinya aku tidak keberatan. Aku hanya mampu mengelus punggungnya dan menatapnya penuh simpati. Padahal sebelumnya aku tidak pernah melakukan ini pada siapapun. Aku merasa kami berdua senasib-sama-sama tidak mempunyai siapapun lagi untuk berbagi. Tapi setidaknya dia masih punya keluarga sebagai tempatnya untuk berbagi. Sedangkan aku? Aku jadi teringat pada kejadian aku dan Aaron hari minggu lalu. Apa saat itu aku sedang berbagi cerita dengannya? Tanpa sadar, aku sudah mulai membiarkan dia tau rahasia besar pada diriku. Tapi aku tidak merasa menyesal sama sekali. Duh! Kenapa jadi mikirin Aaron, sih?
Oke. Mulai hari ini-mungkin sejak saat aku dan Aaron makan mie bersama-aku akan mencoba-bahkan sudah-membuka hatiku untuk dua orang yang akhirnya mampu meluluhkan kerasnya hatiku-Naomi dan Aaron. Semoga aku tidak mengalami hal yang menyakitkan karena keputusanku ini.
***
Sudah tiga lagu yang kumainkan di Danz Base-seperti biasa untuk mengulur waktuku sebelum pulang ke rumah. Keringat sudah mengucur di seluruh badanku, bahkan kaos yang kukenakan juga basah di beberapa bagian.
Aku memutuskan untuk berhenti dan mencari toilet untuk mengganti kaosku. Kuacuhkan pandangan beberapa orang yang tertuju padaku. Apa mereka tidak punya kerjaan selain berkomentar tentang orang lain?
Selesai berganti dengan baju seragamku lagi, aku membasuh wajahku yang penuh keringat di washtafel. Aku merasa rasa penatku di sekolah hilang karena hobi kecilku ini.
Aku baru saja keluar dari toilet ketika aku merasa ada mata yang sedang memperhatikanku. Sebenarnya semenjak keluar dari sekolah tadi, aku merasa ada yang sedang mengawasiku. Entah itu hanya perasaanku saja atau memang benar adanya. Tapi aku berusaha bersikap senormal mungkin.
Aku naik ke lantai lain untuk membeli beberapa komik kesukaanku yang baru saja keluar serial terbarunya. Aku rasa, aku memang sedang dibuntuti. Instingku kali ini merasa sangat yakin.
Oke, biar kulihat siapa yang mengawasiku.
Aku sengaja masuk ke kerumunan orang yang sedang sibuk memilih buku di bazar diskon buku. Aku mulai membawa tubuhku kesana kemari agar orang yang mengikutiku kehilangan jejakku.
Akhirnya aku bisa lepas dan bersembunyi di balik sebuah pilar penyangga. Ku atur nafasku yang tak karuan dan melihat ke arah kerumunan orang-orang di bazar itu. Terlihat seorang lelaki berbaju hitam seperti sedang kebingungan mencari seseorang-mungkin itu dia. Aku sama sekali tidak tau siapa lelaki itu. Dia nampak sangat asing di mataku.
Aku harus mengurungkan niatan awalku untuk membeli komik dan turun ke lantai dasar. Aku harus segera pergi sebelum orang itu mengikutiku lagi.
Sesampainya di parkiran, aku mencari-cari mobilku. Saking paniknya, aku sampai lupa dimana aku memarkirkannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
You and Me
FanfictionCerita tentang kehidupan anak-anak SMA yang sedang mengalami tahap menuju dewasa.