Dewi sedang duduk di teras belakang rumahnya sambil melatih kembali tangannya dalam merajut. Kalau dipikir-pikir, semenjak tinggal di rumah ini, dia hampir tak pernah punya waktu luang untuk berlama-lama dengan anak-anaknya atau melakukan hobi kecil yang sering dilakukannya saat di Bandung dulu (dibaca : merajut).
Seminggu kemarin, dia harus disibukkan dengan beberapa masalah yang terjadi pada butiknya yang ada di luar kota, jadi dia harus merelakan waktu yang harusnya dia gunakan untuk mendekati putri tirinya-Kinal-yang sampai saat ini terlihat masih belum memperlihatkan tanda-tanda keterbukaan padanya.
Sebenarnya Dewi sangat ingin berhenti bekerja dan fokus mengurus anak-anaknya yang kini sudah mulai beranjak dewasa. Semakin besar seorang anak, semakin harus diberikan perhatian lebih, karena saat masa remajalah seorang anak mengalami banyak hal berat yang membawanya untuk semakin dewasa. Tapi Dewi belum siap untuk melepaskan karir yang dia bangun sejak muda itu.
Dari dalam rumah terdengar suara dua orang yang sedang tertawa kecil sambil berlarian menuju ke halaman belakang. Tak beberapa lama kemudian, terlihat Ve dan Aaron dengan wajah bahagia yang terlukis jelas di balik senyuman mereka. Mereka masih nampak seperti anak-anak dengan kelakuan yang mereka lakukan itu.
"Bundaaa!" teriak Ve sambil memeluk erat bundanya, Aaron juga ikut memeluk kedua perempuan yang paling berharga di dunia baginya ini-seharusnya Kinal juga.
Dewi tersenyum sambil membalas pelukan kedua anaknya. Betapa dia juga merindukan anak kembarnya yang sudah beranjak dewasa ini.
"Baru pulang, ya? Gimana Bandung sekarang? Nanti pas liburan, kita ke Bandung lagi, ya? Ve kangen sama Oma. Sama tante Gia dan tante Jey juga," ucap Ve sambil merenggangkan pelukannya dan menatap wajah bundanya.
Dewi tersenyum mendengar rentetan pertanyaan dari Ve yang bagai kereta api. "Sama tetangga yang dulu, juga kangen?" tanya Dewi yang bermaksud meledek putri cantiknya.
"Apaan sih, Bunda? Itu kan udah lewat. Sekarang udah ada yang baru," jawab Ve dengan senyum manis.
Dewi tersenyum melihat tingkah putrinya, "siapa, nih? Kapan mau dikenalin ke bunda? Kamu udah jarang cerita-cerita sama bunda."
"Bunda sih, sibuk! Padahalkan Ve udah kangen cerita-cerita lucu sama Bunda. Cerita sama Aaron sih, gak seru."
Aaron yang sedari tadi hanya diam dan memperhatikan keduanya dengan wajah muram-semenjak Dewi menyebut 'tetangga yang dulu-kini mencibir kakaknya, "lagian cerita yang gak penting gitu," ucap Aaron yang dibalas uluran lidah Ve.
"Udah, eh!" lerai Dewi, "kalian ganti baju dulu sana. Pada bau asem gitu."
"Aaron tuh yang bau!" cetus Ve.
Aaron hanya bersikap seolah tidak mendengar ucapan kakaknya dan beralih menatap Dewi, "ada yang mau kita tanyain, Bun," ucap Aaron nampak serius, "soal Ayah."
Ve langsung mengubah mimik wajahnya lebih serius. Dia tau kemana arah pembicaraan Aaron sekarang.
Dewi nampak agak bingung dengan wajah kedua anaknya. Kalau mereka sudah bersikap seperti ini, pasti mereka sedang mempertanyalan hal yang-sangat-penting dan serius. "Ya udah, kalian mandi dulu sana. Nanti kita obrolin di dalem," putus Dewi dengan senyuman yang mampu meyakinkan kedua anaknya.
Ve dan Aaron ikut tersenyum dan mengangguk tanda setuju. Dan merekapun pergi ke kamarnya masing-masing sambil mempersiapkan pertanyaan-pertanyaan yang akan mereka tanyakan pada bunda mereka.
***
Naomi menatap makanan di depannya tanpa selera. Hatinya sedang kacau balau beberapa hari ini. Bukan karena tugas sekolahnya, bukan juga karena hubungannya dengan Shania, Lidya dan Dhike yang merenggang, juga bukan karena Kinal yang masih tertutup padanya. Tapi ini karena Vigo-pacarnya-yang sudah beberapa hari ini menghindar darinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
You and Me
FanfictionCerita tentang kehidupan anak-anak SMA yang sedang mengalami tahap menuju dewasa.