Special : Naomi

687 44 2
                                    

Naomi P.O.V

Kehilangan sudah seperti teman sejati dalam hidupku.

Orang-orang yang kusayangi satu-persatu mulai pergi dan menghilang tanpa peduli sakit yang mereka tinggalkan padaku.

Membuatku jatuh dan terpuruk. Lalu berusaha bangkit dengan orang baru yang mengulurkan tangannya padaku. Tapi akhirnya sama. Orang baru itu pula yang membuat aku kembali jatuh bahkan semakin dalam. Dan terus hingga ada orang baru lainnya.

Mereka datang dan hilang sesukanya. Seolah aku hanya halte pemberhentian sementara sebelum mereka melanjutkan perjalanan mereka ke tujuan yang jelas bukanlah diriku.

Dan disinilah aku sekarang. Mengingat mereka dalam kepingan-kepingan memori yang sangat sulit untuk kuenyahkan.

Kalau boleh, aku ingin menjadi amnesia saja daripada harus terus mengingat masa-masa bahagiaku yang kini berganti menjadi kesedihan.

Mungkin memang begini harusnya.

***

Masih teringat dalam memoriku saat kakakku satu-satunya meninggal karena menjadi korban salah tusuk oleh seorang siswa yang tengah tawuran.

Kakakku yang tengah dalam perjalanan pulang sekolah menuju rumah disangka salah seorang yang mengikuti tawuran itu. Dia ditusuk oleh seorang siswa dari salah satu sekolah yang terlibat tawuran.

Tapi penderitaannya tidak hanya sampai di situ. Dia ditinggalkan begitu saja di tengah jalan. Terinjak-injak oleh orang lain tanpa ada yang peduli.

Andai saja kala itu ada yang menolongnya dan segera membawanya ke rumah sakit, mungkin nyawa kakakku bisa tertolong.

Bisa kalian bayangkan bukan, bagaimana rasanya kehilangan orang yang kalian sayang tanpa salam perpisahan, tanpa ada tanda-tanda dia akan pergi dan dengan cara yang sangat tak diduga?

Kakakku masih biasa-biasa saja pagi itu. Aku bahkan masih sempat bercanda dengannya sebelum aku turun di depan sekolah dasarku dan dia lanjut pergi ke sekolahnya diantar supir pribadi mama. Biasanya dia pulang menggunakan angkutan umum. Namun untuk mendapatkan bis kota yang melintasi daerah rumah, dia harus berjalan beberapa blok dari sekolahnya. Saat dia berjalan itulah dia terjebak di antara dua sekolah lain yang tengah terlibat tawuran. Sial memang.

Apa? Kalian mau bilang ini takdir?

Iya. Aku tau kalau maut memanglah takdir. Aku terpisahkan dengan kakakku karena takdir. Lalu bagaimana dengan lelaki yang berhasil menggantikan posisi kakakku itu? Ah, tidak. Dia bahkan berhasil mengambil sebagian hatiku.

Namanya Ari. Teman baik kakakku.

Dari sebelum Kak Delon-kakakku-meninggal, aku sudah mengenal Ari yang sering bermain ke rumah.

Lelaki berawakan jangkung dan berwajah tampan itu memiliki senyum dan sikap yang hangat. Entah itu padaku, atau siapapun yang dikenalnya. Kak Delon saja mengenal Ari karena sikap supelnya.

Ari tidak pernah suka bila aku panggil 'kakak', katanya dia terlalu muda untuk dipanggil seperti itu. Entahlah, yang jelas dia tidak suka kalau aku memanggilnya 'kakak'.

Semenjak Kak Delon pergi, Ari masih sering bermain ke rumahku. Mama yang sudah kenal baik dengannya juga tak keberatan dengan kedatangan Ari yang sesekali menjenguk mama dan aku.

Seringnya, sepulang sekolah aku bermain dengan Kak Delon di ruang keluarga atau halaman depan. Tapi semenjak Kak Delon pergi, aku langsung mengurung diriku di kamar setelah pulang sekolah. Diam termenung dan menangis sambil memeluk boneka panda hadiah dari Kak Delon pada ulang tahunku yang kedelapan.

You and MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang