9.1 - Pada Akhirnya

12.9K 791 9
                                    

Luna POV

"Pagi banget bangunnya."

Gue tercengang, siapa yang udah bangun jam 4 pagi kayak gini?

Padahal selesai bakar-bakar jam 11. Ngumpul dulu di resort cewek,—semalam mendadak ada suasana horor jadi cowoknya nemenin sampai jam 12an—dan semua baru tidur sekitar jam 2.

Hebat, girls talk aja 2 jam ditambah perang bantal.

"Eh elo Dit, ngagetin aja."

"Sini duduk." Adit menarik gue untuk duduk di pinggir kolam renang, membiarkan kaki kita tercelup ke air yang tenang.

"Ada apa?" Dia mulai bertanya.

Hal yang paling gue hindari untuk saat ini.

"Gak tau, gue cuma bingung aja. Dia bilang dia sayang gue, tapi dia berjalan ke depan seolah gak ada yang terjadi sama gue yang terjatuh di belakang."

"..."

"Gue nggak pernah mengekang Julian untuk jalan sama cewek, lo juga tau sendiri kan gimana dia tiba-tiba dateng ke lapangan waktu kita lagi latihan ekskul?"

"Iya, gue inget! Dia nungguin lo sambil makan es doger, benerkan? Hahaha! Tapi ternyata lo balik nebeng gue." Adit terkekeh pelan.

Gue tersenyum; ah ganteng, tajir dan ketua baseball. Gimana cewek gak klepek-klepek sama lo?

.

Gue salah satunya.

.

Dulu.

.

"Iyakan? Dan latihan selanjutnya—" gue mencoba menggali memori setahun lalu.

"Julian dateng bawa-bawa poster buat lo, dan sok akrab sama coach kita. Padahal Zio sama Renata aja nggak segitunya. Doi lo emang nyentrik abis."

"Gitu-gitu lo kan kecengan sekolah juga, sama aja!" Gue memukul bahu Adit pelan.

"Koreksi, mantan kecengan. Tapi ya Na, kalo dari pandangan gue sebagai cowok dia serius sama lo."

"Serius sih, tapi gak jelas. Maju-mundur, kenapa disaat mendekati garis akhir dia justru memilih berhenti dan perlahan mundur? Dia punya pilihan untuk nggak berlari dari garis awal kan." Gue tertunduk, kenapa selalu kayak gini sih?

Setiap gue siap untuk berhenti dia selalu membawa harapan baru.

"Lo nggak akan tau sampai lo bertanya sendiri ke Julian, Na." Adit mengacak rambut gue sekaligus ngasih senyuman yang keliatan ganjil di mata gue.

Apa yang lo pikirin Dit?

"Gue takut apa yang gue denger gak sesuai harapan, sakit."

"Nah, itu dia. Lo harus percaya sama Julian. Dan masalah kenyataan itu urusan belakang, oke?"

Gue terdiam. Apa harus gitu?

"Gue mungkin nggak akan bertanya ke Julian lebih lanjut, tapi makasih lo udah dengerin cerita gue."

"Yailah, santai aja kali Na. Kayak baru pertama kali kenal aja." Dan Adit narik pipi kanan gue keras-keras sebelum berubah jadi ngerangkul gue.

Atau nyaris nyekik gue tepatnya.

"Eh ciee! Duaan aja nih!" Dasar Gita snapchat addict, gue lagi edisi curhat aja direkam.

Eh tunggu?

"Lo ngerekam gue sama Adit?" Tanya gue panik dan buru-buru berdiri, Gita meletin lidahnya dan langsung lari ke kamar.

"AAANJJRIIT!!"

RelationshitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang