Author POV
Luna memutar bola matanya bosan, Julian sedang tidak ada di rumah dan ke-empat anak-anaknya pergi menjalankan sholat isya di masjid.
Sebenarnya ia tidak bisa berhenti harap-harap cemas, mengingat si bungsu Nana yang masih 4 tahun pergi bersama ketiga kakaknya—yang notabene para trouble maker. Oh, tapi siapa yang bisa menolak tatapan sedih putri kecilnya itu ketika meminta izin untuk pergi? Hah, semoga tamu bulanannya segera selesai agar ia bisa ikut menjalankan ibadah bersama, Luna tak bisa membayangkan jika sesuatu terjadi. Tidak dan tidak.
"Samlekum!" Senyuman kecil tercipta, ah, akhirnya ia tidak kesepian lagi.
"Salamnya yang baik dong sayang." Jadi rasanya gini ya jadi mama waktu itu? Luna membatin diiringi senyuman jenaka.
Tapi tunggu, satu, dua. Kemana pasukan Giordy squad kesayangannya dua orang lagi?
"Kok kalian pulangnya cuma berdua? Nana sama Jovan mana?"
Ralvin tersenyum lebar melihat sang bunda menyambut, "Jovan tadi dipanggil pak ustad, kalo Nana tadi ada di—Nana mana?" sebelum senyuman itu luntur menyadari si anak bawang menghilang entah kemana.
Luna mengarahkan tatapan tajamnya, mengintimidasi—walaupun enggak tega juga sih. "Vigo, Nana mana?!"
Yang ditanya menggeleng cepat. "Tadi sama Ralvin Bun!"
"Ralvin!"
"Aku ke toilet bentar, terus Nananya nggak ada. Kirain udah di rumah—"
"Assalamu'alaikum. Bunda, Jovan pulang."
"Kamu nggak sama Nana?" Sang sulung menggeleng pelan.
"Nana daritadi belum di rumah, kalian ini gimana? Ayo sekarang ke masjid lagi sama Bunda. Pokoknya Nana harus ketemu!" Luna dengan panik segera mengambil atasan mukena untuk pergi, melapisi daster rumahan yang dikenakannya.
Ia menggenggam erat-erat tangan mungil Ralvin dan Vigo. Kalau mereka berdua ikut-ikut menghilang, kan, bisa jadi berabe. Jovan? Jangan ditanya lagi, dengan tenang ia melangkah di depan untuk memimpin sebagai sulung sejati.
Berbelok satu blok lagi menuju masjid, tatapan Luna menangkap malaikatnya itu. Lengan kecilnya melingkar dalam gendongan seorang anak laki-laki, tertawa sambil menatap langit malam. Ia tak bisa berhenti mengucapkan syukur kepada sang Kuasa.
"Bunda!" Melihat sang bunda, ia turun dan segera berlari menuju dekapan hangat yang dibalas erat-erat olehnya.
"Nana!"
"Ya Allah, Nana, bunda takut kamu ilang. Kamu kemana aja sayang? Kamu nggak pa-pa kan?"
"Bundaaa!! Huhu..."
"Sst udah ya sayang jangan nangis. Cup cup."
"Tadi Nana ditemenin kakak itu." Tunjuknya kepada seorang anak laki-laki, hampir sepantar dengan ketiga jagoannya.
"Makasih ya, mau nemenin anak tante. Dia nggak nakal kan?"
"Sama-sama, nggak kok tante. Tadi dia nangis, jadi aku temenin. Maaf ya bikin khawatir." Luna mengalihkan perhatiannya, menatap anak laki-laki yang begitu sopan meminta maaf dengan sungkan.
Kemudian ia berdiri dan tersenyum. "Nama kamu siapa?"
"Gibran,"
"Makasih banyak ya, Gibran."
KAMU SEDANG MEMBACA
Relationshit
HumorPacaran sama kecengan sekolah cakep, siapa yang gak ngiri sih ngeliat kemesraan Luna sama Julian tiap hari duh. Cem-macem relationship goals di tumblr. Apalagi kalau yang digebetnya kakak kelas macam Luna. Sangar-sangar gemay gitu. "Pingin punya pac...