Brakk....
Reza yang sedang tiduran sambil memejamkan mata, terusik dengan suara bantingan pintu. Cowok itu membuka matanya dan mendapati sang papa, Rendy tsaqib al-Ghazali sedang berdiri di depan pintu dengan tatapan mata yang tajam ke arah Reza. Orang yang ditatap hanya menghela napas, lalu duduk di sofa.
"Ada apa lagi?" Reza bertanya ogah-ogahan.
"Sangat menyedihkan!" Rendy bergerak mendekati Reza. "Sampai kapan kamu bertingkah kekanak-kanakan begini? Kalau kamu tidak tahan, tinggalkan rumah ini. Kamu ini semakin hari semakin menjadi-jadi!" Ucapnya lantang memenuhi seluruh ruangan.
Reza tersenyum kecut mendengar omelan dari sang papa. Lalu cowok itu berdiri dan berhadapan langsung dengan Rendy. "Siapa yang kekanak-kanakan? Bukannya kau yang mengajariku, hah?"
"Reza! Apa itu pantas kamu katakan ke papamu?"
"Papa?" Tanya Reza sambil menaikkan satu alis dan memandang remeh ke arah Rendy. "Apa ada seseorang yang menyebut dirinya sebagai seorang ayah, bersengkokol dengan cinta pertamanya untuk membunuh istri dan anaknya, hah? Papa macam apa itu?"
"Anak kurang ajar!" Hampir saja tangan rendy melayang untuk menampar Reza jika tidak ditahan oleh Aisha.
"Sudah mas, cukup! Jangan menampar Reza lagi!" Aisha terus memegangi tangan Rendy yang mengepal kuat disisi tubuhnya. Terlihat Reza tetap tenang penuh kedamaian. Padahal situasi sedang pelik nan panas." Maaf. Maafin tante Reza. Tante tahu, ini semua memang salah tante."
"Kembalikan Ibu sama Kakakku yang udah kalian bunuh! Baru aku bisa memaafkan kalian" Ucap Reza dingin sambil memutar badan hendak pergi meninggalkan mereka berdua. Bagi Reza, sudah tidak ada alasan untuk lagi tinggal berlama-lama di dalam rumah yang bagaikan neraka untuknya ini. Reza melenggang pergi tanpa memperdulikan papanya yang geram. Bukan hanya papanya saja, dirinya juga kini memanas hingga rahangnya mengeras. Tangannya mengepal kuat karena dikuasai amarah yang memuncak.
Rendy menatap kepergian putranya itu, "Aku gagal menjadi seorang ayah, Sha." Lirih Rendy.
"Maafin Aisha mas. Ini semua gara-gara Aisha!"
"Bukan salah kamu Aisha. Tapi ini semua adalah suratan takdir yang telah Allah tentukan untuk kita. Jadi jangan pernah menyalahkan dirimu lagi. Kita hanya perlu bersabar." Kata Rendy lembut. Ia menarik dan merengkuh Sang istri ke dalam pelukannya. Seiring dengan pelukan yang semakin menguat itu, Aisha seperti kembali pada masa lalu dengan cepat. Melebihi kecepatan cahaya, masa lalu itu menggerubung datang lalu menghancurkannya perlahan-lahan
***
Flashback On
"Hai Risha. Serius amat, lagi ngerjain apa?"Aisha muncul dengan senyuman yang merekah di bibirnya. Gadis itu kemudian duduk disebelah gadis berjilbab yang Ia panggil Risha itu. Varisha Ananda, Gadis cantik yang selalu menjaga kesuciannya sebagai seorang muslimah ini merupakan sahabat Aisha sejak SMA.
"Makalah. Udah kemana Sha, kelihatannya bahagia sekali?" Tanya Risha menghentikan aktifitas mengetiknya.
"Biasa, kencan sama ayangku."
"Azka? Kamu masih pacaran sama dia?" Risha mengerutkan dahinya.
"Iyalah. Ngapain aku harus putus sama dia?" Tanya Aisha balik. "Azka itu orangnya baik, udah gitu ganteng, romantis pula, pokoknya perfect deh. Sayang kalau di putusin." Jawabnya sambil nyengir seperti biasanya.
"Sebaik apapun dia, tetap aja pacaran itu gak baik Aisha sayang." Tutur Risha dengan lembut, berusaha mengingatkan sahabatnya ini.
"Nggak semua pacaran itu berujung zina, Ris. Kamu sendiri kan yang bilang harus husnudzon sama orang lain. Lah, ini kesannya kamu bersu'udzon sama sahabat sendiri."
KAMU SEDANG MEMBACA
CINTA TAK BERNAMA
EspiritualAisyah Ayudia Inara. Seorang gadis berumur 16 tahun yang dalam kesehariannya selalu menggunakan jilbab. Berbeda dengan sebagian besar gadis seumurannya yang selalu mendambakan seorang pacar, Nara justru sama sekali tidak pernah pacaran. Bukannya tid...