Biarkan cinta berhenti di titik ketaatan tanpa harus diobral dengan pacaran.
***
25 menit lagi acara akan dimulai, tapi Reza justru pergi disaat Ia diberikan amanah. Nara kesal dan juga khawatir melihat punggung Reza yang kian menjauh. Lalu Ia pun bergegas menemui Aldo yang sedang berbincang dengan Imam di luar Aula.
"Gimana mikrofon-nya?"
"Udah siap semua. Tapi gue mau pergi beli baterai untuk jaga-jaga."
"Oke, Sip!"
Imam berlalu dan Aldo pun beranjak memasuki Aula. Namun segera ditahan oleh Nara.
"Kenapa Ra?"
"Reza pergi, Do. Dia pergi nolongin Bagas sama Angga yang dikeroyok."
"Apa? Lo kok gak bilang ke gue, sih?" Interupsi Dinda dari belakang yang baru saja kembali dari kantin sekolah. "Pantes gue cari-cari tapi gak ketemu!" Lanjut cewek itu yang sekarang berada diantara Aldo dan Nara.
Nara memutar bola mata, jengah dengan Dinda yang sok memiliki Reza. "Harus banget ya gue lapor ke elo?" Ujar Nara sinis dan berhasil membuat Dinda mencebikkan bibirnya. Juga Aldo dengan alis yang terangkat, mungkin tidak biasa melihat Nara diluar sikap biasanya.
Dinda pun berlalu dengan ponsel di telinganya.
"Terus sekarang gimana?" Nara kembali mengarah ke Aldo.
"Gimana apanya?"
"Ya gimana tilawahnya, Aldo?" Tanya Nara kesal.
"Ohhh santai aja kali. Kita tunggu dulu kabar dari Reza. Mending lo telepon dia deh."
"Aku udah sms berkali-kali, tapi gak dibales-bales." Keluh cewek itu, berharap Aldo memiliki solusi atas masalah ini.
"Masuk akal juga sih. Setahuku gak ada tuh riwayatnya orang berantem sambil sms-an." Aldo terkekeh, kemudian melanjutkan kalimatnya, "Kalau 5 menit sebelum acara dia belum balik. Fix, aku yang gantiin."
"Kok lo santai banget, sih?"
"Terus gue harus gimana dong? Harus ya gue teriak-teriak kayak Dinda yang selalu heboh setiap ada apa-apa sama Reza?"
"Ya bukan gitu! Maksud gue, kan lo temannya Reza, ya setidaknya khawatirlah sama keadaannya. Ini bukan persoalan acara kita aja, tapi juga tentang keselamatan teman kita."
"Reza, kan emang udah biasa tawuran. Ya gue sih biasa aja. Soal acara kita, gue atau pun lo bisa gantiin dia. Jadi gak usah khawatir." Ujar Aldo santai. "Atau mungkin lo khawatir sama Reza secara pribadi, iya kan?" Selidiknya.
"Apaan sih? Nggaak masuk akal. Lagian gue nggak khawatir sama Reza doang, sama yang lain juga. Mereka kan juga bawa nama baik sekolah." Jelas cewek itu atas tuduhan tak beralasan dari Aldo.
"Hati-hati Ra. Setahu gue nih, rasa khawatir adalah awal dari munculnya perasaan suka."
Nara tak membalas ucapan itu. Ia lebih memilih pergi dan mengurus yang lain daripada harus berdebat dengan Aldo.
***
"Bagas!" Teriak Reza saat melihat salah satu musuh akan memukul Bagas. Untungnya gerakan Reza lebih cepat, meninju musuhnya dengan keras hingga terjatuh. Tubuh gempal Bagas bergetar, takut melihat aksi di depannya itu. Padahal ini bukan kali pertama baginya, tapi tetap saja selalu ada ketakutan padanya yang tidak bisa bela diri.
Sementara itu, Reza menunduk, menarik kerah baju cowok itu dan kemudian tangannya melayang bersiap-siap mengarahkan tinjuannya ke wajah musuh.
"Woi kalian!!!" Teriakan keras itu berhasil menghentikan aksi Reza dan juga yang lainnya. Tangan Reza masih di udara, sedangkan matanya menoleh ke sumber suara. Di atas pematang sawah, Reza menemukan tiga orang laki-laki sedang berlari ke arah mereka. Dua diantaranya memegang cagkul sedangkan sisanya memegang sabit yang terlihat mengkilap dari kejauhan. Dari tampilan ketiga orang itu cukup menjelaskan bahwa mereka adalah sang pemilik sawah, tempat pertengkaran itu terjadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
CINTA TAK BERNAMA
SpiritualAisyah Ayudia Inara. Seorang gadis berumur 16 tahun yang dalam kesehariannya selalu menggunakan jilbab. Berbeda dengan sebagian besar gadis seumurannya yang selalu mendambakan seorang pacar, Nara justru sama sekali tidak pernah pacaran. Bukannya tid...