Warning !!!
Part ini mengandung kata-kata yang belum diedit sebagaimana mestinya, jadi maaf kalau typo bertebaran dan alur cerita yang mungkin tidak anda sukai.
Jangan lupa vote dan komen ^_^
Happy Reading :)
*
*
*
Usai peristiwa itu, Reza segera dibawa ke Puskesmas terdekat untuk mendapatkan perawatan. Sekarang, cowok itu tengah duduk di kasur dan merelakan punggungnya disentuh oleh seorang pria berjas putih. Sementara itu, Nara yang ada disampingnya menggigit bibir, meringis ketika beberapa luka kecil dipunggung Reza dibersihkan dan kemudian diperban, seolah gadis itu ikut merasakan perih. "Lukanya tidak parah. Hanya perlu diberikan desinfektan saja." Ucap Dokter setelah menempelkan perban terkahir dipunggung Reza.
"Terima kasih Dokter!" Ujar Pak Haris.
"Terima kasih Dokter!" Diikuti oleh Nara.
Lalu dokter itu tersenyum dan berjalan meninggalkan mereka setelah menyampaikan beberapa hal.
"Apa kau baik-baik saja?" Tanya Pak Haris pada Reza.
Seperti biasa, Reza cengengesan dan mengangguk, mengiyakan pertanyaan sang guru.
"Syukurlah. Kalau begitu Bapak ke resepsionis dulu."
Reza dan Nara sama-sama mengangguk.
Kepergian Pak Haris menyebabkan pandangan Reza beralih ke cewek yang ada disampingnya itu. Manik mata Reza tepat mengarah ke tangan kiri Nara.
"Kamu tidak apa-apa?" Tanya Reza melihat ada perban di tangan itu.
Nara mengikuti arah tatapan Reza. Lalu kembali beralih ke Reza.
"Seharusnya aku yang bertanya, apa itu sakit?" Tunjuk Nara ke punggung Reza dengan dagunya.
Luka ini gak seberapa ketimbang luka yang kamu torehkan karena membiarkanku berharap tanpa kejelasan.
"Luka ini gak berarti. Nggak usah khawatir." Ucap Reza gamblang berbeda dengan isi hatinya sembari mengenakan kembali seragamnya, menutupi kaos putih yang ia pakai.
"Itupun jika kamu khawatir, atau mungkin hanya merasa bersalah?" Selidik Reza dengan alis terangkat setelah seragamnya berhasil terpakai.
"Tentu saja aku merasa bersalah dan juga khawatir." Jawab Nara apa adanya. "Mmmm... Maaf dan Terima kasih ya." Lanjutnya pelan.
"Apa tidak ada kata lain, selain maaf dan terima kasih?"
"Terus aku harus bilang apa?" Tanya Nara polos.
"Misalnya I love you, gitu?" Goda Reza sambil tersenyum ketika melihat Nara melototkan matanya.
"Apa semudah itu seorang laki-laki mengumbar kata cinta?" Pertanyaan Nara berhasil menghentikan senyuman di wajah Reza, kini terganti oleh dahi yang mengerut.
"Maka tidak heran jika nantinya laki-laki itu juga bisa mengucapkan kata yang sama pada perempuan yang berbeda."
"Tidak semua laki-laki seperti itu." Ungkap Reza tak sependapat.
"Aku tahu. Dan aku menginginkan laki-laki yang menjadikan kata cinta sebagai komitmen bukan sekedar lelucon."
"Ayolah Ai, nggak usah seserius itu. kita masih terlalu muda untuk membicarakan komitmen. Senang-senang aja dulu."
"Kesimpulannya, secara sadar atau nggak sadar kalian menganggap perempuan sebagai mainan yang membuat kalian senang. Realitanya memang seperti itu, kan?"

KAMU SEDANG MEMBACA
CINTA TAK BERNAMA
SpiritualAisyah Ayudia Inara. Seorang gadis berumur 16 tahun yang dalam kesehariannya selalu menggunakan jilbab. Berbeda dengan sebagian besar gadis seumurannya yang selalu mendambakan seorang pacar, Nara justru sama sekali tidak pernah pacaran. Bukannya tid...